Putusan Inkrah Pailit Hanson Bisa Diubah Tanpa Kasasi atau PK Dipertanyakan

ANP • Thursday, 10 Dec 2020 - 18:09 WIB

JAKARTA - Sidang Majelis Hakim Pemeriksa Perkara nomor 29/Pdt.Sus-PKPU/2020/PN.Niaga.Jkt.Pst. di Pengadilan Niaga, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Rabu (12/8/2020) terhadap perkara Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) PT Hanson International Tbk selaku Termohon PKPU (Debitor) berakhir setelah dua kali voting tak mencapai kuorum.

Pada intinya para Kreditor menolak tegas Proposal Perdamaian yang telah enam kali diajukan namun yang ditawarkan tetap sama yaitu saham GoCap MYRX (saham hanya dengan dihargai nilai Rp.50,-) seri C yang telah disuspend dan terancam didelisting dari bursa saham hingga jaminan kasiba (kavling siap bangun) yang tidak pernah ditunjukkan legalitasnya, sehingga memutuskan PT Hanson International Tbk selaku Debitor pailit dengan segala akibat hukumnya.

Putusan sidang atau rapat permusyawaratan hakim sebagaimana dimaksud telah diumumkan oleh Kurator di dua surat kabar harian nasional pada tanggal 21 Agustus 2020.

Menurut surat edaran emiten berkode saham MYRX tersebut kepada seluruh pemegang saham dan Kreditor Hanson yang diterbitkan per 28 Agustus 2020, PT Hanson International Tbk (MYRX) milik Benny Tjokrosaputra resmi dinyatakan pailit berdasarkan Sidang Majelis Hakim Pemeriksa Perkara PKPU Perseroan di Pengadilan Niaga, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 12 Agustus 2020. 

Sidang tersebut telah menyatakan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) Hanson International berakhir serta memutuskan pailit.

Selanjutnya dalam Proses Pemberesan Harta Pailit (Boedel Pailit) telah dilaksanakan sidang terakhir yaitu Rapat Verifikasi Pencocokan Piutang pada 5 Oktober 2020, yang diikuti dengan usaha Debitor Pailit (Dahulu Termohon PKPU) menyampaikan proposal perdamaian lagi namun dengan isi proposal yang sama persis seperti yang telah ditolak para Kreditor dengan dua kali voting tak kuorum sebelumnya, yaitu saham GoCap MYRX (saham hanya dengan nilai Rp.50,-) seri C yang telah disuspend dan terancam didelisting dari bursa saham hingga jaminan kasiba (kavling siap bangun) yang tidak pernah ditunjukkan legalitasnya, yang diikuti dengan penolakan Para Kreditor secara tegas terhadap Pengajuan Proposal Perdamaian tersebut. 

Bahkan Tim Kurator PT Hanson International Tbk dalam pailit (dahulu Termohon PKPU) telah menyatakan sikap dengan surat tertulis resmi dan sah disampaikan kepada Mochammad Djoenaidie, S.H., M.H, selaku Hakim Pengawas yang diangkat dengan Putusan Pengadilan Perkara No. 29/Pdt.Sus-PKPU/2020/PN Niaga Jkt.Pst., dan telah dibacakan pada saat sidang Rapat Verifikasi Pencocokan Piutang, yang intinya menyatakan Menolak Pengajuan Proposal Perdamaian tersebut dan hanya akan melaksanakan pemberesan harta pailit (boedel pailit) sesuai dengan putusan yang sudah inkrah.

Jimmy Anthony, S.H., S.T., CTT. (Jimmy Anthony & Associates) selaku salah satu kuasa hukum para Kreditor mengatakan bahwa tindakan Tim Kurator sudah tepat dan berlandaskan hukum. Tim Kurator telah bekerja sesuai dengan Pasal 146 jo Pasal 73 ayat 1 UU No.37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU.

Bahkan di dalam Proposal Perdamaian tersebut mengisyaratkan bahwa Pihak PT. Asabri (Persero) akan turut serta dalam pengelolaan Hanson International sebagai pihak Pengendali dan akan bersinergi dengan lingkungan BUMN lain dengan tujuan mempermudah afiliasi untuk mengakses pasar modal.

Jimmy Anthony yang tergabung dalam JAA Lawfirm menjelaskan bahwa tidak pernah ada bukti tertulis resmi dari pihak Direksi PT Asabri (Persero)  yang telah disetujui oleh Para Pemegang Saham PT Asabri (Persero)  yang didukung dengan adanya Berita Acara/Notulen RUPS/RUPSLB dari PT Asabri (Persero)  dan telah mendapatkan persetujuan tertulis dari kementerian yang membawahi perusahaan pelat merah dalam hal ini Kementerian BUMN RI sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 41 tahun 2003 tentang Pelimpahan Kedudukan, Tugas dan Kewenangan Menteri Keuangan pada perusahaan Perseroan (Persero), Perusahaan Umum (Perum) dan Perusahaan Jawatan (Perjan) kepada Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara.

Hari ini (10/12/2020) melalui berita koran nasional telah diumumkan jadwal Rapat Lanjutan dari Mochammad Djoenaidie selaku Hakim Pengawas sehubungan telah diajukannya Proposal Perdamaian yang akan disampaikan pada Jumat (11/12/2020). Padahal seperti yang telah diketahui bersama, Tim Kurator bersama-sama dengan para Kreditor telah menolak tegas Pengajuan Proposal Perdamaian tersebut dan hanya akan fokus pada pemberesan harta pailit (boedel pailit).

Menyikapi rapat lanjutan tersebut, Jimmy Anthony menjelaskan bahwa dalam UU No.37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU terdapat dua perkara yang berbeda yaitu perkara permohonan pernyataan pailit (pasal 1 sampai dengan pasal 221) dan perkara permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) (pasal 222 sampai dengan 308). 

"Jadi bukanlah berarti setelah sidang perkara permohonan PKPU berakhir pailit dengan putusan inkrah, kemudian dilanjutkan lagi menjadi sidang permohonan pernyataan pailit. Ini salah kaprah dan menciderai esensi dari UU Kepailitan dan PKPU," jelas Jimmy Anthony.

Debitor Pailit dalam PKPU yang berakhir pailit tidak bisa disamakan dengan pengertian Debitor Pailit dalam perkara permohonan pernyataan pailit. Lagi pula, putusan inkrah hanya bisa dibatalkan dengan putusan yang lebih tinggi seperti putusan kasasi atau peninjauan kembali (PK). 

"Jadi tidak bisa hanya dengan rekomendasi Hakim Pengawas kemudian menjalankan kembali sidang seakan-akan seperti sidang permohonan pernyataan pailit dengan pemanggilan saksi ahli, pembahasan proposal perdamaian, dan voting kembali. Padahal saat selesainya pelaksanaan voting kedua dalam sidang perkara permohonan PKPU, Hakim Pengawas Mochammad Djoenaidie  telah menyatakan dalam persidangan bahwa voting ini adalah voting terakhir dan tidak ada lagi voting lainnya terhadap perdamaian," ungkap Jimmy.

Para Kreditor telah berulang kali menyurati Hakim Pengawas dan Majelis Hakim dalam upaya mencari keadilan dengan menolak Pengajuan Proposal Perdamaian tersebut. Sayangnya belum pernah mendapatkan jawaban maupun tanggapan hingga berita di koran mengenai jadwal rapat lanjutan tersebut diturunkan.

Terhadap hal ini, para Kreditor bersama-sama sebagai pencari keadilan, telah melaporkan permasalahan tersebut kepada Ketua Pengadilan Jakarta Pusat, Ketua Mahkamah Agung dan Badan Pengawasan Mahkamah Agung, Ketua Komisi Yudisial dan Bidang Pengawasan Hakim dan Investigasi, Komisi III DPR RI, Presiden Republik Indonesia, dan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi.

Kuasa Hukum Jimmy Anthony menyebut Rapat Lanjutan tersebut terkesan agak dipaksakan. 

"Andaikan tetap dilanjutkan seperti perkara permohonan pernyataan pailit, rapat lanjutan tersebut telah kadaluwarsa karena batas waktu pembahasan proposal perdamaian paling lambat 21 (dua puluh satu) hari dari batas akhir Rapat Verifikasi Pencocokan Piutang sesuai Pasal 147, yang seharusnya tanggal 26 Oktober 2020 kemarin adalah batas akhir pembahasan proposal perdamaian. Selain itu dalam pasal 148 menyebutkan bahwa Kurator dalam jangka waktu 7 hari setelah tanggal rapat terakhir harus memberitahukan kepada Kreditor dengan surat yang memuat secara ringkas isi rencana perdamaian tersebut. Hal ini juga belum terlaksana dan sudah kadaluwarsa pada tanggal 12 Oktober 2020 kemarin," urainya.

Salah satu Kreditor, Yudho mengatakan bahwa hakim harus berani mengambil sikap dan keputusan tegas sesuai ketentuan undang-undang yang berlaku. 

"Jangan membuat kami tambah susah setelah menjadi korban gagal bayar Hanson. Tinggal selangkah lagi untuk pemberesan harta pailit dan mengembalikan uang kami. Kami sudah tegaskan menolak proposal perdamaian yang tidak jelas," ucap Yudho.

Eddy yang juga Kreditor lainnya, menyebutkan pihaknya sering minta dibentuk panitia Kreditor tetap sesuai aturan undang-undang tapi tidak pernah ditanggapi.

"Kami juga telah menolak pengajuan proposal perdamaian tapi tetap mau dibahas melalui rapat lanjutan. Sudah ada putusan inkrah untuk beresin harta pailit tapi masih saja disuruh bahas proposal yang isinya sama lagi. Kami ini korban, jadi jangan mengorbankan kami lagi," tegas Eddy.

Chandra menambahkan, hasil putusan PKPU Hanson sudah inkrah dengan putusan pailit dan surat putusan sudah ada. 

Menurut hukum sudah tidak ada voting ulang. Perdamaian hanya bisa terjadi jika Debitor membayar lunas tunai kepada Kreditor. Proposal perdamaian sebelum dan sesudah voting sama. Ini merupakan bentuk itikad tidak baik oleh Debitor. 

"Apa bila terjadi perdamaian ini melanggar hukum dan akan kami laporkan," kata Chandra 

Dina, salah satu Kreditor lainnya menjelaskan terjadi persidangan kembali setelah selesainya rapat verifikasi tagihan dengan agenda cerita ahli bersaksi untuk menguji apakah layak diberikan kesempatan kembali membahas proposal perdamaian kembali setelah PKPU berakhir pailit dengan substansi proposal yang pada intinya adalah sama dan telah ditolak 2x oleh Kreditor. 

Seharusnya perdamaian yang terjadi dalam masa Kepailitan adalah adanya Keterjaminan dan Bukti yang dapat diuji oleh Kurator dan Hakim Pengawas di Pengadilan Niaga. Dan ternyata hal ini tidak dapat diwujudkan oleh Debitur Pailit. 

"Sangat disayangkan apabila Debitur hanya memberikan perdamaian dalam Kepailitan yang belum tersedia materi atau barangnya terlebih dahulu untuk diuji kebenarannya. (ANP)