Budidaya Bambu Bentuk “Green  Ekonomi”

AKM • Sunday, 20 Dec 2020 - 10:11 WIB

Jakarta - Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Wamen LHK), Alue Dohong melakukan kunjungan kerja (kunker) ke Pulau Flores Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Kunjugan ini merupakan bagian dari upaya mendukung usaha budidaya bambu yang kini dikembangkan oleh masyarakat bersama Yayasan Bambu Lestari di Kabupaten Ngada Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).

Wamen LHK menyatakan bahwa tujuan kunjungannya ke Kabupaten Ngada untuk mengecek potensi hutan bambu yang telah dilakukan oleh masyarakat bersama Yayasan Bambu Lestari, sebab bambu menjadi salah satu perhatian Presiden Joko Widodo untuk dikembangkan menjadi green economy. 

"Bambu selain memiliki nilai ekonomi juga mempunyai nilai lingkungan dan konservasi karena dapat menyerap karbondioksida yang disimpannya di akar, batang dan daun bambu sehingga lingkungan setempat akan terasa dingin dan sejuk seperti di Kabupaten Ngada yang dingin ini pasti salah satu pengaruhnya karena peranan hutan bambu, sehingga potensi bambu di Kabupaten Ngada yang luar biasa ini perlu kita dorong untuk menjadi bagian dari proses rehabilitasi daerah aliran sungai," terang Wamen LHK.

Wamen Alue Dohong menyampaikan saat ini telah tertanam sekitar 8.000 hektare dan Kementerian LHK menyediakan pembibitan 100.000 bibit untuk tahun 2020 dan pada tahun 2021 dapat ditingkatkan lagi. Dilanjutkannya bahwa, terdapat sebuah green village di Bali, denga  rumah-rumah dan hotel penginapan yang semuanya dari bambu mulai dari atap, tiang, kamar tidur, tempat wastafel, sampai toilet pun dilapisi bambu dengan kualitas yang sangat bagus.

"Nilai ekonomi bambu sangat tinggi tidak hanya untuk furniture tapi mulai dari pembangunan rumah dan souvenir, apalagi di NTT merupakan salah satu Provinsi yang dikembangkan destinasi pariwisata super prioritas di Labuan Bajo mestinya hotel-hotel, restoran ke depannya memakai produk-produk dari bambu yang sudah diolah sedemikian rupa dengan kualitas tinggi. Peluang sangat banyak maka potensi hutan bambu di Kabupaten Ngada ini ke depannya dapat menjadi sentra bambu nasional," jelas Wamen Alue Dohong.

Wamen Alue Duhong kemudian juga mengunjungi Taman Wisata Alam Laut (TWAL) Tujuh Belas Pulau di Kecamatan Riung, Kabupaten Ngada. Kawasan konservasi ini dikelola oleh Balai Besar KSDA NTT dengan luas 7.303,16 hektare berdasarkan SK. Menteri Kehutanan No.3911/MENHUT-VII/KUH/2014. TWAL tujuh belas pulau merupakan salah satu destinasi wisata alam di NTT yang perlu didukung semua pihak dalam hal pengembangannya agar bermanfaat bagi masyarakat dan bangsa.

Sebagian besar pulau-pulau di TWAL Tujuh Belas Pulau merupakan bukit dengan padang Savana serta perairan laut yang jernih dan indah alami. Keindahannya semakin lengkap dengan adanya Biawak Komodo di Pulau Ontoloe serta hutan mangrove yang menjadi habitat ribuan kelelawar.

Memanfaatkan waktu luang selama perjalanan rombongan menuju TWAL tujuh belas pulau, Kepala Balai Besar KSDA NTT, Timbul Batubara, mempresentasikan di hadapan Wamen LHK tentang Blue Print Pengembngan Wisata Alam (Bahari) dan Pusat Konservasi Komodo. Wamen LHK memberi apresiasi dan berpesan agar potensi wisata yang ada di TWAL tujuh belas pulau dapat dikembangkan, dipetakan, dan dikemas secara maksimal agar dapat mendongkrak sektor pariwisata dan meningkatkan ekonomi masyarakat di Riung.

Wamen Alue Dohong saat di NTT juga meninjau lokasi padat karya penanaman mangrove (PKPM) di Desa Langkosambi Timur, Kecamatan Riung, Kabupaten Ngada dalam rangka pemulihan ekonomi nasional (PEN). Dikatakannya bahwa PEN di NTT berhasil sebab penanaman yang telah mencapai 631 hektare dari target semula 500 hektare dengan dukungan anggaran sebesar 13 miliar rupiah dan anggaran tersebut telah direalisasi 99,9 persen.

"Berarti sukses untuk NTT karena seluruh anggaran terserap," ujarnya saat melakukan penanaman mangrove di lokasi PKPM.

Untuk NTT program PEN melalui padat karya penanaman mangrove, terdapat di 17 kabupaten yang dikerjakan oleh 56 kelompok masyarakat atau 2.078 orang. Untuk program penanaman di Langkosambi Timur, sesuai laporan Balai Pengelolaan DAS dan Hutan Lindung Benain Noelmina, seluas 50 hektare, menggunakan pola pengkayaan 1.000 batang per hektare. 

Menurut Wamen Alue Duhong, ekosistem mangrove sangat penting yakni menyerap karbondioksida dan sebagai penyangga jika terjadi gelombang tsunami. Pengalaman tsunami di Aceh, kampung-kampung dengan  kondisi mangrove yang bagus, kerusakan bangunan dan infrastruktur serta korban jiwa sangat kecil, namun daerah-daerah yang mangrovenya dibuka seluruhnya untuk tambak, justru kehancurannya sangat besar. Jadi sebetulnya mangrove ini sebagai buffer zone atau zona penyangga apabila terjadi gelombang tsunami.

Hadir dalam rangkaian kegiatan kunker Wamen LHK tersebut di Flores yaitu anggota DPR RI, Julie Sutrisno Laiskodat, Kepala Badan Litbang KLHK, Kepala Balai Besar KSDA NTT, Bupati Ngada, Bapak Bupati Nagekeo, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kehutanan Provinsi NTT, Kepala Dinas SKPD Kabupaten Ngada, Dandim Ngada, Kepala UPT LHK Provinsi NTT, Camat Riung, Kepala Desa Nangamese, Tokoh Masyarakat se Kecamatan Riung serta Direktur Yayasan Bambu Lestari. 

Rangkaian kegiatan Wakil Menteri LHK selama di Flores yaitu Pertemuan dengan Kelompok Masyarakat Pembibit Bambu di Labuan Bajo, Peninjauan sistem Hutan Bambu Lestari, Penanaman Pohon Bambu dan Tanaman Sela di Hutan Bambu Turetogo, Mataloko, peninjauan dan simulasi pengolahan Bambu menjadi strip, stick dan pelet, mengunjungi potensi Wisata Bahari pulau-pulau di TWAL Tujuh Belas Pulau, Pulau Ontoloe, Pulau Rutong, Pulau Tembang, Pulau Tiga, Pulau Tembaga, kunjungan ke lokasi kegiatan PEN Mangrove di Lengkosambi Timur, dan peninjauan lokasi Agroforestry Bambu Kebun Rakyat. (AKM)