Pemprov Jatim Inginkan APSAI Terbentuk Tahun Depan

MUS • Monday, 21 Dec 2020 - 11:50 WIB

Surabaya - Kepedulian Pemerintah Provinsi Jawa Timur (Pemprov Jatim) terhadap perlindungan anak bergayung sambut. Komitmen ini pun menuai realisasi pendirian Asosiasi Perusahaan Sahabat Anak Indonesia (APSAI) di Jawa Timur pada, Januari awal tahun 2021.

Kepastian tersebut terjawab melalui komitmen interpersonal collaboration yang dilakukan Pemprov Jatim dengan stakeholder dalam misi perlindungan anak. Keinginan ini sesuai yang dikatakan Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Kependudukan (DP3AK) Pemprov Jatim, Andriyanto, bahwa pemerintah tidak bisa berdiri sendiri.

“Sehingga semua stakeholder harus dipadukan menjadi satu kolaborasi besar,” tutur Andriyanto saat berbicara dalam webinar media tentang APSAI dan Peran Penting Kesejahteraan Anak Secara Integrasi, yang diselenggarakan Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Tulungagung didukung oleh UNICEF Indonesia, Minggu (20/12/2020).

Dikatakan, Pemprov Jatim memang menginginkan akselerasi dan percepatan dalam mewujudkan pendirian APSAI di Jatim. Sebenarnya, aku Andriyanto, bangunan gagasan ini sudah lama terbentuk, tinggal bagaimana mengaplikasikannya.

“Ini yang kami inginkan di Jatim. Kami tidak mau lagi hanya sekadar bicara, melainkan harus diimplemetasikan. Sektor swasta harus bisa menjadi mitra strategis pemerintah,” tandasnya.

Untuk itu, Andriyanto sangat mengapresiasi keberadaan APSAI yang dinilainya tetap mampu menjaga sikap independensinya. Ia meminta, segera dibentuk APSAI di Jatim, agar selanjutnya bisa membentuk APSAI di tingkat kabupaten maupun kota.

“Ini juga menjadi best practice dari LPA Tulungagung untuk bagaimana caranya membentuk APSAI di Jatim. Agar ke depan, kami juga bisa memberikan apresiasi ke kabupaten kota berdasarkan indikator atau klaster kabupaten maupun kota layak anak,” harap Andriyanto.

Diungkapkan, sepanjang tahun ini ada sekitar 1.870-an kasus kekerasan anak yang tercatat di Jawa Timur. Dari data kasus tersebut, sekitar 40% ada kaitannya dengan kekerasan seksual. “Ini yang perlu kerja sama semua pihak untuk mengatasinya,” ingat Kadis P3AK Jatim ini.

Respon positif juga dikatakan, Ketua APSAI Pusat Luhur Budijarso. Hanya saja, ia mengingatkan, upaya tersebut merupakan langkah kecil yang masih banyak tantangan ke depannya. “Tantangannya ada empat, yaitu terkait paradigma perusahaan, perluasan isu, lalu keterjangkauan dan yang keempat adalah keterbukaan,” ujar Luhur.

Seperti tantangan Paradigma misalnya, masih banyak perusahaan yang menurut Luhur belum memiliki paradigma, bahwa usaha mereka sebenarnya bisa dikaitkan dengan kepentingan anak. Lalu tantangan perluasan isu, kata Luhur, hanya perusahaan yang belum mampu mengimplementasikan policy, produk dan program mereka bagi kepentingan anak.

“Saat ini saja ada lebih dari 120 juta tenaga kerja yang semuanya memberi pengasuhan kepada anak-anaknya. Bagaimana isu sederhana ini mampu ditangkap oleh perusahaan? Sehingga mereka mengeluarkan kebijakan, produk hingga program yang pro anak dan memberi pengaruh positif kepada lini usahanya,” ulas Luhur.

Menurutnya, saat ini APSAI telah memiliki 1.200-an anggota dan tersebar di 40 kota/kabupaten di seluruh Indonesia, namun masih belum cukup menjadi penopang. Meski diakui belum memiliki data survei khusus, Luhur memperkirakan jumlah perusahaan di Indonesia yang sadar, menghormati serta memenuhi hak-hak anak dalam rantai kegiatan usahanya, jumlahnya tak lebih dari 5%.

“Contohnya, sebuah perusahaan bus yang awalnya enggan bergabung dengan APSAI, tapi kemudian mereka berterima kasih karena akhirnya mampu menerapkan pada produksi bus yang diklaim ramah anak,” ujarnya.

Selanjutnya, perusahaan tersebut memperoleh pesanan untuk memenuhi moda angkutan umum yang ramah anak. Ada pula perusahaan yang lantas memenuhi hak-hak anak dengan cara membangun ruang laktasi, ruang penitipan anak, dan pengasuhan anak. “Sampai dengan menyediakan pendampingan parenting kepada karyawannya,” tukas Luhur.

Sementara, Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jawa Timur Adik Dwi Putranto memandang, rencana pemerintah Jawa Timur mendirikan APSAI di Jatim patut disambut baik. Adik mengatakan, sinergi antara pengusaha dan pekerja ini sangat strategis dan harus dikomunikasikan.

“Sehingga keberadaan APSAI memang harus terus digaungkan dan dikenalkan. KADIN Jawa Timur siap untuk bergandengan tangan dengan APSAI dalam rangka mengenalkan dan mengimplementasikan hak-hak anak di setiap perusahaan,” yakin Adik.

Dalam rangka menjaga hak-hak anak ini, Adik juga mengingatkan, pemerintah daerah Jawa Timur khususnya, agar turut mengawasi secara ketat industri pariwisata di Jawa Timur dari ancaman kasus seks anak di industri pariwisata. Sebab, apabila sudah declare daerah wisata ramah anak, maka hindari temuan kasus terkait seks anak di industri pariwisata di daerah tersebut.

“Karena akan banyak wisatawan yang datang membawa keluarga mereka berwisata ke sana,” ingatnya.

Pada kesempatan sama, pengamat ekonomi Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Fithriyah mengungkapkan, ketenangan batin pekerja itu merupakan faktor pendukung tertinggi untuk meningkatkan produktivitas sebuah perusahaan. “Pekerja tidak akan lagi feeling guilty meninggalkan anak-anak di rumah ketika bekerja,” jelasnya.

Alasannya, jika sebuah perusahaan memproduksi produk ramah anak, maka akan sangat mungkin hal tersebut sebagai market driven yang cukup tinggi, yang justru menguntungkan perusahaan. Karena kondisi anak-anak saat ini sangat berbeda dengan anak-anak di masa sebelumnya.

“Apabila anak sejahtera, maka orang tua akan tenang bekerja. Apakah ini akan menguntungkan perusahaan? Ya. Karena ketenangan dan kenyamanan pekerja terjaga dan akan meningkatkan produktivitas kerja,” tutupnya. (Her)