Keluarga, Titik Awal Penentu Kualitas Bangsa

ANP • Monday, 21 Dec 2020 - 21:20 WIB

JAKARTA - Keluarga merupakan fondasi terpenting dalam  pembentukan karakter manusia. Bahkan keluarga bisa menjadi titik awal penentu kualitas bangsa. Di sisi lain, membangun keluarga bukan hal mudah. Namun juga bukan sesuatu yang  sulit. Memang,  belum ada sekokah khusus di bidang ini. Tapi keluarga sebagai unit terkecil dari suatu bangsa memiliki peran sangat penting dalam kemajuan suatu bangsa.

Demikian benang merah yang mengemuka dari talk show interaktif dengan tema  "Membangun Keluarga Berkualitas",  di Jakarta, yang disiarkan secara virtual Senin  (21/12/2020).

Talk Show ini diselenggarakan oleh BKKBN. Berkaitan dengan itu, ada dua hal penting yang ditegaskan Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Prof. Dr. Muhajir Effendy MAP, ketika tampil sebagai pembicara kunci pada talk show interaktif tersebut.

"Dua hal yang harus menjadi perhatian bersama, yakni masalah kemiskinan dan kebodohan. Dua hal ini harus diperangi, terutama dalam keluarga," tandas Muhajir pada acara yang dihadiri jajaran Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait dan BKKBN, serta pihak-pihak terkait.

Muhajir mengatakan ketika bangsa ini bicara tentang negara, persoalan keluarga tidak bisa dilepaskan.

"Kita tidak bisa lepas dari keluarga. Kalau keluarga bagus, asumsinya bangsa akan bagus. Begitu pula sebaliknya," ujar Muhajir. 

Untuk itu, Menko PMK memandang bahwa membangun keluarga harus dimulai melalui sejumlah pendekatan. Yaitu,  pendidikan bagaimana cara  berkeluarga, pendidikan tentang pranikah, hingga pola asuh anak. "Harus didesain sebaik mungkin pola-pola pendidikan  itu karena dijadikan dasar untuk membangun keluarga," ujar Muhajir.

Ia menilai bahwa BKKBN adalah lembaga yang memiliki posisi strategis dalam membangun Indonesia dari  sisi keluarga. Dia juga menilai strategis sederet inovasi program yang diluncurkan  BKKBN.  Termasuk peluncuran Indeks Pembangunan Keluarga (iBangga).

"Saya  memberi apresiasi  tinggi kepada BKKBN yang  telah menetapkan iBangga. Dengan begitu  pembangunan manusia akan lebih terukur dari sisi pembangunan keluarga," tutur Muhajir, seraya menambahkan bahwa indeks itu akan bersinergi dengan antara lain Indeks Revolusi Mental, Indeks Pendidikan, hingga Indeks Kemiskinan  dalam membangun bangsa.

Menurutnya, iBangga sangat dibutuhkan saat ini dalam upaya pemerintah menekan laju angka stunting, SDM yang belum terlalu kompetitif dan belum memiliki kemampuan memadai hingga angka kematian ibu dan bayi  yang masih tinggi. "Menurut riset, angkatan kerja Indonesia  saat ini 54 persen adalah mantan stunting," klaim Muhajir.  

Sementara itu Kepala BKKBN Dr. dr. Hasto Wardoyo Sp.OG (K), mengatakan bahwa iBangga diluncurkan oleh BKKBN karena lembaga ini menilai bahwa keluarga  sebagai  unit analisis terkecil dalam masyarakat perlu diketahui secara mikro.

"Untuk pembangunan kita bicara secara makro sehingga tidak menyentuh hal-hal mikro keluarga. Seperti apa  problem keluarga. Maka, kita tidak bisa memberi treatment yang tepat. Perlu mendiagnosis keluarga sebelum dilakukan treatment. Untuk itulah iBangga kami luncurkan," jelas Hasto.

Menurut Hasto, iBangga berbeda dengan  Indek Pembangunan Manusia (IPM). Melalui iBangga, masing-masing  keluarga bisa dipotret secara mikro, untuk kemudian dikelompokkan dalam  indeks dengan  unsur Tenteram, Mandiri, Bahagia. Ketiganya itu menjadi indeks iBangga. Dengan iBangga, potret keluarga menjadi lebih jelas. Masing-masing keluarga terdata dengan jelas dari banyak sisi. Termasuk adakah kasus KDRT, bagaimana ibadahnya, apakah sempat rekreasi.

"Tahun 2021 kita akan lakukan pendataan dengan mendatangi 77 juta keluarga. Masing-masing  keluarga kita potret. Apakah ada kasus KDRT, apakah ibadah bagus, apa sempat rekreasi. Indikator yang ada untuk lihat apakah keluarga  itu tenteram, mandiri, bahagia," urai Hasto dengan berharap pembangunan nasional yang dikembangkan berbasis keluarga. Intervensi terhadap keluarga penting mengingat Indonesia tengah memasuki jendela peluang bonus demografi.

"Stunting, putus sekolah, angka kematian ibu dan bayi yang tinggi, kawin muda,  ciri-ciri ini tidak bisa petik bonus demografi yang akan menghasilkan bonus kesejahteraan," ujar guru iBangga, julukan untuk Kepala BKKBN ini.

Pada bagian lain penjelasannya, Hasto mengatakan bahwa tantangan terbesar bangsa Indonesia saat ini berbeda dengan sebelumnya. Hal ini karena BKKBN berada pada  era di mana  generasi muda saat ini  berbeda ekosistem dengan para orang tuanya. Padahal, generasi ini cukup berpengaruh pada keberlangsungan pembangunan Indonesia di masa depan karena jumlahnya cukup banyak, mencapai  64 juta. Mereka ini generasi yang akan membentuk keluarga.

"Kita (para orang tua) agak tergagap dalam mentransformasikan nilai-nilai  luhur keluarga. Untuk itu, pola pewarisan perlu dicari bentuk yang tepat. Karena saat ini  belum ada bentuk yang formulasinya tepat," terang Hasto.

Tugas itu memang menjadi tanggungjawab BKKBN. "BKKBN punya pekerjaan rumah karena menjalankan 8 Fungsi Keluarga. Untuk itu, kami membangun kerjasama dengan perguruan tinggi  dan pakar untuk mencari pola itu," sambung Hasto Wardoyo.

Selain itu, BKKBN juga telah membangun dan  mengembangkan program agar lebih terhubung dengan remaja. "Strateginya kita bikin teman sebaya. Contoh dengan meluncurkan tagline 'Hidup Berencana Itu Keren'. Biar BKKBN terhubung dengan milenial," jelas Hasto.

Dalam acara itu tampil juga sebagai pembicara  Dr. Rose Mini, psikolog/pakar parenting; dan Dr. Hamdani, Staf Ahli Mendagri. (ANP)