SPKS Rokan Hulu Desak Pemerintah Revisi UU No 33 Tahun 2004

MUS • Thursday, 21 Jan 2021 - 13:18 WIB

Rokan Hulu - Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) Kabupaten Rokan Hulu mendesak Pemerintah untuk segera merevisi UU No. 33 Tahun 2004 tentang “Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah”. Hal ini dikarenakan belum masuknya Dana Bagi Hasil (DBH) sektor Perkebunan Kelapa Sawit baik dalam DBH Pajak maupun DBH Sumber Daya Alam.

Oleh karena itu perlu dilakukan Revisi UU No. 33 Tahun 2004 tersebut sebagaimana halnya pengaturan terhadap DBH sektor migas. Jika pemerintah tidak merevisi, maka ada beberapa provinsi yang tidak sepenuhnya bisa menikmati hasil alamnya, di antaranya Provinsi Riau, Sumut, Kalbar, Kalteng, Sumsel, dll.

Berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian RI Nomor  833 Tahun 2019, tentang Penetapan Luas Tutupan Kelapa Sawit Tahun 2019, dari 26 Provinsi yang memiliki potensi perkebunan kelapa sawit, Provinsi Riau merupakan provinsi yang memiliki perkebunan sawit paling luas, dengan luas 3.387.206 Ha atau 20,68 % dari total luas perkebunan sawit di Indonesia.

Diikuti oleh Provinsi Sumatera Utara 2.079.027 Ha atau 12,69 %,  di posisi ketiga Provinsi Kalimantan Barat sebanyak 1.807.602 Ha atau 11,03 %, disusul Provinsi Kalimantan Tengah seluas 1.778.702 Ha atau 10,86%, dan di posisi ke 5 yaitu Provinsi Sumatera Selatan dengan luas 1.468.468 Ha atau 8,96%.

"Itu lah lima provinsi yang memiliki perkebunan sawit yang luas. Melihat dari potensi daerah penghasil sawit ini sungguh sangat kita sayangkan, tidak berbanding lurus dengan kondisi riil provinsi tersebut. Provinsi Riau contohnya masih banyak kita temukan sarana infrastruktur dasar masyarakat yang tidak memadai dan bahkan jauh dari layak, di antaranya infrastruktur jalan dan jembatan, seperti jalan lintas Sontang-Duri, jalan Lintas Rokan Hulu-Pekanbaru via Petapahan yang mana kedua ruas jalan ini merupakan jalan lintas hilir-mudik atau lalu lintas tempat keluarnya truk pengangkut CPO menuju Pelabuhan Dumai. Hal ini kami pikir bertentangan dengan Pancasila, tepatnya sila ke lima yaitu Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia," jelas Yusro Fadly, Ketua SPKS Rokan Hulu, Kamis (21/1/2021).

Yusro juga menyinggung soal DBH (Dana Bagi Hasil) Sektor Perkebunan khususnya Perkebunan Sawit, yang mana saat ini sektor Perkebunan Sawit merupakan penyumbang terbesar devisa negara selain beberapa sektor yang lain di antaranya Migas, Pariwisata, Perhotelan dll.

Ia mendorong pemerintah segera merevisi UU Nomor 33 Tahun 2004, karena dinilai tidak berpihak kepada daerah yang memiliki perkebunan sawit.

"Supaya pemerintah dapat memasukkan sektor ini ke dalam Dana Bagi Hasil (DBH), karena menurut saya sektor Perkebunan Kelapa Sawit belum masuk kepada DBH baik itu DBH Pajak maupun DBH Sumber Daya Alam. Untuk DBH Pajak yang ada saat ini hanya DBH Pajak Penghasilan, Pajak Bumi dan Bangunan serta Pajak Cukai Hasil Tembakau saja. Sementara di sektor DBH Sumber Daya Alam yang ada saat ini hanya sebatas  (1) Minyak Bumi dan Gas Bumi, (2) Pertambangan Mineral dan Batu Bara, (3) Kehutanan, (4) Perikanan, dan (5) Panas Bumi.

"Kami berharap dengan direvisinya UU Nomor 33 tahun 2004 ini pemerintah bisa memasukkan DBH Perkebunan Kelapa Sawit, baik itu di sektor Pajak Ekspor CPO maupun DBH Sumber Daya Alam Sektor Perkebunan Kelapa Sawit, sehingga daerah yang memiliki perkebunan sawit yang luas bisa dengan maksimal melakukan pembangunan di daerahnya tersebut," jelas Yusro.

Selain merevisi UU Nomor 33 Tahun 2004, kata Yusro, pemerintah juga bisa melakukan langkah alternatif lain yaitu dengan membuat Perpres terkait dengan DBH sektor perkebunan sawit ini.

"Kami berharap juga provinsi yang memiliki perkebunan sawit yang luas bisa sama-sama menyuarakan serta kompak didalam hal perjuangan ini. Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) siap menjadi garda terdepan untuk memperjuangkan ini, karena kami saat ini memang konsen di daerah-daerah penghasil sawit di antaranya di Pulau Sumatera dan Pulau Kalimantan," tutup Yusro. (Mus)