Program Sarjana Terapan, Hasilkan Sarjana yang Kompten Bagi Dunia Usaha dan Industri

AKM • Wednesday, 17 Feb 2021 - 05:33 WIB

Jakarta --  Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi (Dirjen Diksi) Kemendikbud,  Wikan Sakarinto menyatakan bahwa pada prinsipnya untuk meningkatkan (upgrade) D-3 menjadi sarjana terapan, harus dilakukan bersama DUDI dengan skema taut suai (link and match) 8 + i. 

“Di antaranya mencakup kurikulum yang disusun bersama dan berstandar DUDI; sertifikasi kompetensi guru, dosen, dan peserta didik yang sesuai standar dan kebutuhan DUDI; project based learning; menghadirkan ahli dari industri secara rutin untuk mengajar; dan seterusnya,”paparnya dalam webinar secara virtual, Selasa (16/2).

Adapun industri yang menjadi pengguna (user) lulusan, boleh berupa usaha mikro kecil menengah (UMKM), kecil, besar, maupun pemerintah daerah. Wikan menekankan bahwa kebersamaan harus dibangun antara PTV dan DUDI.

 “Paket menu link and match pada intinya adalah keterlibatan DUDI dalam semua aspek penyelenggaraan pendidikan vokasi. Kita “masak bersama” menu yang dibutuhkan industri,”ujar Wikan. 

Lebih lanjut, Wikan menjelaskan bahwa huruf “i” pada skema 8+i ini, dapat bermacam-macam. Misalnya, beasiswa/ikatan dinas dari industri, atau super tax deduction yang merupakan motor luar biasa bagi vokasi. 

“Kita sudah punya Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 128 Tahun 2019 tentang Pemberian Pengurangan Penghasilan Bruto atas Penyelenggaraan Kegiatan Praktik Kerja, Pemagangan, dan/atau Pembelajaran dalam rangka Pembinaan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Berbasis Kompetensi Tertentu; maka insentif pemotongan pajak ini adalah peluang besar bagi kampus vokasi meningkatkan D-3 menjadi sarjana terapan. Intinya, buatlah Program Sarjana Terapan, tapi lakukan bersama industri,”ungkapnya. 

Insentif bagi PTV dikatakan Wikan merupakan peringkat akreditasi dan  kelak saat lulus, mahasiswa tersebut bergelar Sarjana Terapan (S.Tr). 

“Kemungkinan akan tetap tergantung dari tingkat kesiapan, nama Program Studi Sarjana Terapan disesuaikan dengan nomenklatur, mahasiswa D-3 saat ini (existing) statusnya akan berubah menjadi mahasiswa D-4,”tambahnya 

Perguruan Tinggi Vokasi Harus Mampu Menjawab Tantangan Upgrading 

Menurut Dirjen Wikan, perubahan zaman harus mampu disikapi dengan adaptasi yang tinggi. Lulusan D-4 harus kompeten, baik secara kognitif, keterampilan nonteknis (soft skills), dan integritasnya. Hal Ini resep yang dinilainya harus ada dalam kurikulum D-4. Maka, pengembangan kurikulum harus berfokus pada karakter.

“Jangan hanya (berkutat) di keterampilan teknis (hard skills) saja karena yang dibutuhkan industri adalah pemimpin-pemimpin di lapangan,”tegas Wikan. 

Ia menekankan beberapa aspek keterampilan nonteknis (soft skills) yang dibutuhkan lulusan masa kini seperti kemampuan komunikasi, kepemimpinan, dan kerja sama. Ia pun memastikan bahwa proporsi pembelajaran vokasi tetap 60% praktek dan 40% teori. Oleh karena itu, Wikan mengimbau para pemimpin kampus vokasi untuk memastikan bahwa keluaran kampus tidak hanya makalah (paper) penelitian, melainkan produk nyata.

 “Namun, dari awal input-nya juga penting. Kalau tidak ada niat dan passion, menu D-4 seperti apapun tidak akan sukses. Maka, D-4 harus giat promosi, rebranding, dan edukasi kepada calon mahasiswa, orang tua, dan industri,”imbau Wikan. 

Wikan Sakarinto mendorong para pemimpin kampus vokasi “merancang” D-4 bersama industri selaku calon pengguna (user) lulusan. Dengan demikian, lulusan vokasi semakin dikenal karena perguruan tinggi turut mengedukasi masyarakat tentang pendidikan vokasi. Menurutnya, ketika semua politeknik dan kampus vokasi bergerak meningkatkan (upgrade) diploma tiga ke diploma empat maka industri akan menyadari dan tertarik.

“Ayo kita buat (vokasi) lebih baik, jangan hanya ingin membikin ijazah diploma empat atau ijazah S-1 Terapan. Saya harap, niat bapak dan ibu membuat D-4 bukan hanya untuk asal lulus atau berjualan prodi,”tutur Wikan. 

Selanjutnya, kepada para pimpinan PTV agar tidak hanya berfokus pada kompetisi keterampilan teknis (hard skills) saja. Namun, pada aspek kognitif dan keterampilan nonteknis (soft skills) mahasiswa, sehingga mereka memiliki kemampuan yang memang dibutuhkan DUDI. “Mindset hanya hard skills mohon ditinggalkan. Kita sudah ketinggalan zaman, kita terkotak di masa lalu, bahwa vokasi bikin tukang itu salah. Vokasi bikin pemimpin, kreator, inovator. Kita menghasilkan ahli dengan level tinggi, desainer yang solutif di dunia nyata. Makanya, nanti kurikulum semester satu di D-4 itu benar-benar penguatan soft skills dan hard skills yang seimbang,”tuturnya.  

Perbedaan utama D-4 dan S-1 adalah porsi praktik yang lebih besar ketimbang teori, walaupun kedua jalur tersebut mewajibkan peserta didik merampungkan 144 sistem kredit semester (SKS). Wikan mengakui, bahwa lulusan D-4 memiliki kelebihan yaitu perolehan project protfolio, serta pengasahan keterampilan nonteknis (soft skills) dan keterampilan teknis (hard skills) yang kuat, selain ijazah dan transkrip.

“Dalam piramida dunia kerja, D-4 lebih banyak dibutuhkan daripada S-1. Namun, D-4 dan S-1 sama labelnya dalam KKNI yaitu level 6 KKNI,”ucap Wikan mengingatkan. 

Sementara itu, Anggota Tim Pakar Pengembangan Kelembagaan Vokasi Suhendrik Hanwar menjelaskan bahwa jika PTV diberikan izin meningkatkan program D-3 menjadi D-4, maka diharapkan ke depan akreditasi prodi D-3 dan D-4 akan sama. Selanjutnya, PTV yang mengajukan peningkatan akan dievaluasi kelayakannya oleh Ditjen Diksi. Kemudian, apabila sudah memenuhi syarat, Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT) akan melakukan pengawasan (surveillance). 

“Keuntungan program ini adalah peringkat akreditasi boleh jadi tetap, apabila prodi yang diusulkan peringkat akreditasinya A, dan kalau memenuhi syarat, D-4-nya berakreditasi A. Kalau ada yang di bawah itu, akan disesuaikan oleh BAN-PT dalam waktu tertentu, agar akreditasinya dapat sama dengan prodi sebelumnya. Kita tetap berharap, antara akreditasi D-3 dengan D-4 sama,”tutur Suhendrik. 

Senada dengan itu, hadir dari perwakilan industri, Presiden Direktur PT Astra Graphia Tbk., Hendrix Pramana menyatakan bahwa industri membutuhkan talenta-talenta yang sesuai dengan inti bisnis.

“Contohnya, perusahaan kami yang bergerak di bidang teknologi informasi,”kata Hendrix. Astra Graphia Tbk. merupakan anak perusahaan PT Astra Internasional yang 77% sahamnya dimiliki Astra Internasional dengan 33 cabang operasi dan 93 poin layanan dari Sabang hingga Merauke. 

“Dalam mencari talenta, kami melihat tiga hal, yaitu hard skills atau kemampuan terkait industri spesifik tersebut. Dalam dunia IT, kami membutuhkan orang yang menguasai kecerdasan buatan, pembelajaran mesin (machine learning), komputasi awan (cloud computing), dan sebagainya. Pengetahuan ini dibutuhkan untuk mendukung peran teknologi informasi di perusahaan, tetapi itu tidak cukup,”kata Hendrix. 

Menurutnya, pada era 4.0 ini semakin dibutuhkan talenta-talenta dengan penguasaan keterampilan nonteknis (soft skills) mumpuni seperti kemampuan memecahkan masalah yang kompleks dan berpikir kritis untuk menjawab tantangan serta memberikan solusi kepada pelanggan. Talenta yang inovatif, kreatif, komunikatif, dan kolaboratif sangat dibutuhkan sebagai project manager, konsultan, dan insinyur. Selain itu, mereka juga harus memiliki jiwa kepemimpinan dan kemampuan mengelola dinamika kelompok, khususnya di bidang teknologi informasi dibutuhkan kolaborasi dengan berbagai pihak. 

Peningkatan program studi D-3 menjadi sarjana terapan harus memenuhi beberapa syarat, di antaranya adalah PTV memiliki Program D-3 terakreditasi minimal peringkat B atau baik sekali serta memiliki kebutuhan dunia usaha dan dunia industri (DUDI). Selain itu, PTV juga wajib memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh Ditjen Diksi, seperti mempersiapkan kerja sama dengan DUDI, mempersiapkan sumber daya manusia (SDM) yang mumpuni, kurikulum yang kolaboratif dengan DUDI, serta regulasi akademik yang mendukung. Peningkatan D-3 menjadi sarjana terapan bersifat opsional (tidak wajib) dan disesuaikan dengan kebutuhan link and supermatch dengan DUDI. (AKM)