Indonesia Harus Kembangkan Energi Baru Terbarukan

ANP • Friday, 19 Feb 2021 - 22:36 WIB

JAKARTA - Penguasaan dan pengembangan inovasi teknologi, merupakan isu yang sangat penting dan strategis, karena teknologi dewasa ini telah menyebabkan terjadinya transisi perekonomian dunia yang semula berbasiskan pada sumber daya, menjadi perekonomian yang berbasiskan pengetahuan, dimana pengetahuan dan teknologi menjadi faktor yang memberikan kontribusi signifikan dalam pertumbuhan dan kemandirian ekonomi. Kekuatan sebuah bangsa kemudian diukur dari kemampuan Iptek sebagai faktor primer ekonomi menggantikan modal, lahan dan energi untuk peningkatan daya saing.

Selain itu, energi merupakan komoditas strategis dan vital baik ditinjau dari segi ekonomi, politik, sosial, dan keamanan nasional. Sejarah membuktikan bahwa isu energi sangat erat kaitannya dengan ketahanan nasional suatu negara karena sekitar 70% konflik yang terjadi di dunia bersumber dari isu energi dan pangan.

“Oleh karena itulah maka kemandirian dan ketahanan energi sudah seharusnya menjadi salah satu kepentingan nasional utama Indonesia yang perlu terus diperjuangkan,” kata Ketua Aliansi Kebangsaan Pontjo Sutowo dalam Diskusi Serial Kebangsaan bertema Penguasaan dan Pengembangan Teknologi dalam Rangka Penguatan Sektor Energi dan Sumber Daya Alam, yang digelar secara virtual, Jumat (19/2/2021).

Menurutnya, ketahanan energi sangat ditentukan oleh empat aspek utama, yaitu availability, accessibility, affordability, dan acceptability. Untuk memenuhi aspek-aspek ketahanan energi tersebut, maka mewujudkan bauran energi (energy mix) nasional menjadi sangat penting agar tidak tergantung hanya kepada satu sumber energi saja untuk mencukupi kebutuhan di sektor transportasi, industri dan kelistrikan.

Ia menjelaskan eksploitasi secara terus menerus sumber energi fosil yang tidak dapat diperbaharui dapat menyebabkan sumber cadangan jenis energi ini suatu saat akan habis.

“Berbagai sumber menyatakan bahwa cadangan terbukti (proven reserve) minyak bumi diperkirakan akan habis kurang dari 10 tahun, dan batu bara hanya tersedia sampai kurang dari 28 tahun,” jelasnya.

Salah satu cara untuk mengurangi ketergantungan terhadap energi berbasis fosil dan untuk meningkatkan ketahanan energi nasional, lanjut Pontjo adalah dengan pemanfaatan sumber energi baru terbarukan (EBT) atau populer dengan sebutan energi hijau yaitu sumber energi yang dapat diperbaharui secara terus menerus sehingga keberadaannya di alam ini tidak akan habis. Selain itu, sumber energi terbarukan adalah sumber energi ramah lingkungan yang dapat memberikan kontribusi terhadap isu perubahan iklim dan pemanasan global.

Karenanya pemanfaatan EBT sudah seharusnya menjadi prioritas nasional untuk mengurangi ketergantungan negara pada energi fosil, dan pada saatnya akan mendukung peningkatan stabilitas ekonomi nasional, meningkatkan manfaat sosial dan lingkungan, serta memungkinkan Indonesia untuk memenuhi komitmen mitigasi perubahan iklim di bawah Paris Agreement. Untuk itu, pemerintah telah mentargetkan kontribusi EBT dalam bauran energi nasional mencapai 23% di tahun 2025 dan 31% pada tahun 2050, sebagaimana tertuang dalam Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) berdasarkan Peraturan Presiden RI No. 22 Tahun 2017.

Pontjo mengingatkan bahwa masih banyak tantangan yang harus kita hadapi dalam pengembangan EBT ini untuk meningkatkan share EBT dalam bauran energi nasional. Salah satu faktor kuncinya adalah adanya inovasi teknologi. Sebab mengembangkan EBT membutuhkan investasi dalam jumlah besar, namun dengan input teknologi, akan memungkinkan EBT menjadi lebih terjangkau dan lebih ekonomis.

Untuk meningkatkan efisiensi dalam pengembangan EBT, menurut Pontjo, selain meningkatkan penguasaan dan pemanfaatan inovasi teknologi, seharusnya juga berbasis potensi lokal (lokalitas), karena secara geografi dan sebaran potensi EBT Indonesia memang sangat beragam. Dengan demikian, maka setiap daerah dapat mengembangkan dan menggunakan energi terbarukan secara efektif dan efisien dengan jenis yang berbeda sesuai potensi setempat.

Diskusi Serial Kebangsaan bertema Penguasaan dan Pengembangan Teknologi dalam Rangka Penguatan Sektor Energi dan Sumber Daya Alam, yang digelar secara virtual, karena pengalaman negara-negara lain, lokomotif pengembangan ekonomi berbasis pengetahuan terletak pada dunia usaha atau korporasi yang menjadi ujung dari pengembangan, penggunaan, dan pemasaran inovasi-teknologi. Mengingat pengembangan sektor energi skalanya sangat besar dan membutuhkan investasi dalam jumlah besar pula, menurut hemat saya harus ada korporasi yang diberi tugas sebagai lead corporation yang menjadi motor dalam pengembangan sektor energi.

Selain itu, perlu juga ada rekayasa sosial (social engineering) untuk menarik para pengusaha ikut ambil bagian dalam pengembangan sektor energi sehingga jumlah dan kulaitas pengusaha-nya meningkat. Harus diakui, jumlah pengusaha Indonesia di sektor energi masih sangat kecil.

“Hal ini perlu saya kemukakan dalam kesempatan ini, karena saya meyakini bahwa inovasi teknologi dan gerakan ekonomi berbasis pengetahuan tidak mungkin akan berkembang tanpa dunia usaha,” jelas Pontjo.

Indonesia, termasuk salah satu negara yang sangat kaya akan sumber daya alam. Salah satunya adalah bahan baku nikel yang lagi booming karena trend perkembangan mobil listrik (electric vechical) yang sangat pesat. Potensi bahan baku nikel Indonesia disebut tidak akan habis hingga 200 tahun ke depan. Mengutip Data US Geological Survey (2019), dari 80 juta metrik ton cadangan nikel dunia, hampir 4 juta metrik ton tersimpan di Indonesia. Angka ini menempatkan Indonesia di peringkat ke-6 deposit nikel terbesar di dunia.

 

Diskusi Serial Kebangsaan yang digelar Aliansi Kebangsaan bekerjasama dengan Forum Rektor Indonesia, Akademi Ilmu Pengetahun Indonesia (AIPI), Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI), dan Media Kompas ini menghadirkan sejumlah narasumber yakni Archandra Tahar, Wakil Menteri ESDM 2016-2019, Tatang Hernas Soeryawidjaya, anggota Dewat Riset Nasional ITB dan lainnya. (ANP)