PBNU Tolak Perpres Investasi Miras, Pengamat: Berpotensi Tarik Modal Asing

MUS • Tuesday, 2 Mar 2021 - 08:29 WIB

Jakarta - Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU) secara tegas mengungkapkan alasannya tidak menyetujui pemerintah yang mengeluarkan industri minuman keras (miras) dari daftar negatif investasi.

Pemerintah telah menandatangani Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 10 tahun 2021 tanggal 2 Februari tahun 2021, yang mencakup lengkap dengan lampiran-lampiran nomor urutan 31 perihal bidang usaha industri minuman keras beralkohol.

Dalam hal ini persyaratan penanaman modal baru dapat dilakukan pada 4 provinsi yaitu NTT, Bali, Sulawesi Utara, dan Papua, dengan memperhatikan budaya dan kearifan setempat. Penanaman modal di luar provinsi tersebut dapat ditetapkan oleh Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal berdasarkan usulan Gubernur.

“Begitu pula bidang usaha nomor urut 32, industri minuman mengandung alkohol, anggur, dan bidang usaha nomor 33 tentang bidang usaha industri minuman mengandung malt. Persyaratannya sama dengan bidang usaha nomor 31,” ujar Ketua PBNU, KH Marsudi Syuhud dalam Trijaya Hot Topic Pagi MNC Trijaya, Senin (1/3/2021).

Hal tersebut menjadi perhatian banyak kalangan, bukan hanya para kiai yang bergabung di Majelis Ulama Indonesia (MUI) ataupun kiai yang ada di NU. Menurut Marsudi, pada tahun 2013, PBNU sudah menyampaikan dengan tegas menolak investasi minuman keras dibebaskan. Ketika itu pemerintah baru berencana mengeluarkan industri minuman keras dari daftar negatif investasi.

Marsudi mengatakan, bahwa NU tetap tidak setuju akan Perpres tersebut karena hukumnya haram. “Betapapun hal tersebut ada manfaatnya untuk ekonomi namun lebih besar mudharatnya daripada manfaatnya bagi manusia,” tegas Marsudi.

Sesuai dengan kearifan lokal

Menurut Pengamat Kebijakan Publik, Agus Pambagio, perpres No. 10/2021 berpotensi menarik masuknya modal asing. Perpres tersebut dinilai sudah sesuai dengan kearifan lokal, terutama di wilayah yang mendapatkan kedatangan wisatawan mancanegara dalam jumlah besar.

"Perpres ini sudah sesuai dengan kearifan lokal, dan melibatkan tenaga kerja yang banyak juga. Seperti Sababay Winery di Bali. Itu sudah kelas dunia. Kalau ditutup para karyawan di situ mau kerja apa,” katanya.

Agus menambahkan, jika penjualan miras tidak diperbolehkan untuk empat provinsi itu, tetap saja miras tidak akan hilang dari Indonesia. Kalau pemerintah menghilangkan peraturan tersebut, maka pemerintah harus bisa menggantikan lapangan pekerjaan. (FAN)