M Qodari: Justru Ada Brutalisme Politik di AD/ART PD 2020

ANP • Monday, 15 Mar 2021 - 13:52 WIB

JAKARTA - Direktur Eksekutif Indo Barometer, M Qodari menilai ada tanda-tanda brutalitas politik dalam AD/ART Partai Demokrat (PD) 2020. AD/ART 2020 itu dinilai pertanda minimnya demokrasi di internal Partai Demokrat.

"Saya kira memang menarik AD/ART 2020 ini karena KLB misalnya itu bisa dilaksanakan atau setidaknya didukung 2/3 DPD, separuh DPC tapi harus disetujui ketua majelis tinggi, padahal dalam kongres majelis tinggi suaranya hanya 9, DPD 68, lalu DPC 514 kabupaten kota. Jadi yang berkuasa itu sesungguhnya siapa? Apa pemilik suara atau mayoritas suara atau ketua majelis tinggi? Kalau pak Bambang Widjojanto melihat ada brutalitas demokrasi atau fenomena yang namanya brutalitas demokrasi, jangan-jangan brutalitas demokrasi terjadi di dalam AD/ART Partai Demokrat tahun 2020," ujar Qodari, Sabtu (13/3/2021).

Qodari juga menilai ada perbedaan kekuasaan antara ketua umum di Partai Demokrat dengan ketua majelis tinggi di Partai Demokrat dalam AD/ART 2020 tersebut. Dia beranggapan ketua majelis tinggi memiliki kewenangan yang lebih tinggi.

"Lalu yang menariknya kongres memilih ketum seharusnya yang memiliki kekuasaan terbesar adalah ketum karena katakanlah dia yang mendapat mandat dari peserta kongres, tapi kalau kita lihat penjabarannya saya merasa wewenang majelis tinggi lebih banyak, lebih besar dan lebih strategis dari ketua umum, menariknya ketua majelis tinggi tidak dipilih oleh kongres 2020 karena di AD/ART itu ditulis bahwa ketua majelis tinggi merupakan ketua umum periode 2015 dan 2020 yang kita ketaui adalah Pak SBY," ucapnya.

Atas dasar itulah, Qodari menyimpulkan AD/ART 2020 Partai Demokrat menunjukan minimnya demokrasi di dalam internal Partai Demokrat.

"Jadi sebetulnya kalau bicara mengenai demokrasi ya, dan di dalam partai, maka saya melihat demokrasi di dalam partai Demokrat sebagaimana tercermain AD/ART 2020 ini sangat minimal," pungkasnya. (ANP)