FABA Dikeluarkan Dari Limbah B3, Ini Penjelasan Para Ahli

FAZ • Wednesday, 17 Mar 2021 - 07:42 WIB

Jakarta - Pemerintah menghapus Fly Ash dan Bottom Ash (FABA) atau limbah abu terbang dan abu dasar hasil proses pembakaran batubara, dari daftar limbah B3 alias bahan berbahaya dan beracun. Mengapa demikian? Berikut jawaban para ahli dalam Diskusi Polemik Radio MNC Trijaya, Selasa (18/3/2021).

Kepala Pusat Penelitian Metalurgi dan Material LIPI, Prof. Nurul Taufiqurochman menyatakan, secara umum komposisi FABA itu sama dengan tanah lempung. Di dalamnya terkandung banyak silika. Di mana silika di Jepang itu adalah pupuk sekunder yang dipakai untuk tanaman padi, kelapa sawit, dsb.

“Silica itu dari 35% sampai 60% bahkan kandungannya ya. Itu bagus makanya dipakai untuk remediasi untuk pupuk tanaman dan sebagainya. Kedua adalah alumina dan yang berikutnya lagi magnesium, ini bagus untuk tanaman. Ya magnesium, kemudian kalsium, yang sedikit-sedikit lagi besi, ya besi oksida tanah kita kan itu besi oksida. Dan yang kecil-kecil lagi ada malah fosfor, ada kalium, dan natrium, itu bagus untuk tanaman,” katanya.

Menurutnya, FABA dikatakan berbahaya jika jumlahnya melebihi ambang batas. Akan tetapi, itu masih jauh dari batas.

Sementara itu, akademisi sekaligus Peneliti FABA dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya Januarti Jaya Ekaputri mengatakan, penghapusan FABA dari B3 merupakan hadiah bagi Bangsa Indonesia, yang seharusnya dilakukan puluhan tahun lalu. Januarty menyebut, pihak berbahagia atas peraturan ini adalah orang yang betul-betul mendudukan, bahwa bahan tidak beracun memang tidak beracun. Bahan berbahaya, menurutnya, belum tentu beracun.

“Ini adalah hadiah terbesar buat Indonesia. Saya melihat dari kacamata bangsa dan negara ini, dari sisi infrastruktur. Dari sisi infrastruktur pembangunan jalan massif banget, kalau ini (FABA) bisa dimanfaatkan, alangkah hebatnya Indonesia,” jelas Januarty yang telah memetakan fly ash di seluruh Indonesia, di bawah koordinasi PLN, sehingga mengetahui sifat dan karakteristik FABA serta uji racunnya.

Pemegang gelar doktor teknik sipil ini mengungkapkan, FABA juga bisa menjadi pengurang semen. "Fly ash bisa menggantikan semen maksimum 50 persen tinggal diatur kemampuan dan karakter masing-masing. Kita harus berpikir lingkungan, bahwa ada alternatif lain, pengganti kapur sebagai bahan semen 100 persen. Bisa dijadikan bahan antibakar, sehingga bangunan tidak mudah terbakar, dan antikorosi, yang akan menimbulkan inovasi sebagai baru, seperti break water. FABA dalam jumlah banyak sebagai pelindung pantai di Indonesia," ungkapnya.

Hindari Mafia dan Harus Dikontrol

Pakar Kebijakan Publik Agus Pambagio juga berkomentar positif atas pencabutan FABA dari daftar limbah B3. Menurutnya, hal ini bisa mempersempit ruang gerak mafia yang “bermain” dalam pengelolaan limbah, sehingga berpotensi merugikan pengelola Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU).

“Tempat pengelolaan limbah itu seluruhnya ada di pulau Jawa. Jika PLTUnya ada di Papua atau Sulawesi maka harus diangkut ke pulau Jawa dengan menghabiskan ongkos yang banyak. Jika menimbun limbah terlalu lama, ada hukumannya seperti denda berkisar satu sampai tiga miliar rupiah, sehingga PLTU harus selalu mencari tanah kosong yang baru untuk limbah agar tidak tertimbun tinggi. Sementara untuk mengelola FABA dibutuhkan pembuatan dokumen Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) dengan biaya hingga 400 jutaan, di sinilah timbulnya praktik mafia,” ujar Agus.

Sedangkan dari sisi lingkungan, Dosen Teknik Lingkungan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga Nita Citrasari pun bersepakat, dalam penelitian memang tidak berdasar (FABA sebagai B3). "FABA memang kandungan logam beratnya pun di bawah batas dari yang diizinkan. Namun kekuatiran kami, 'nasi' banyak akan berbahaya, hati-hati tetap karena sudah mendekati 10 juta ton, kami dari lingkungan mefungsikan sebagai kontrol," ujar Nita.

Dia menjelaskan, dalam mengolah limbah harus menerapkan konsep 3R yaitu Reduce, Reuse dan Recycle. Masyarakat pun diharapkan menggunakan FABA dengan bijak, dan memasukannya kedalam sirkular ekonomi untuk meningkatkan kebijakan strategis nasional terkait Indonesia ke depannya. Indonesia dapat maju dengan mengolah limbah bersama dengan bijak.