Menko PMK: Penanganan Stunting Harus Per Kasus By Name By Address

ANP • Thursday, 18 Mar 2021 - 23:54 WIB

Nias - Stunting masih menjadi momok dan persoalan serius yang harus kita tangani. Secara nasional angka prevalensi stunting saat ini masih di angka 27,6 persen, bahkan di beberapa daerah seperti di Pulau Nias masih diatas 40 persen. Sementara pemerintah telah menargetkan di tahun 2024 prevalensi stunting di angka 14 persen.

Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Muhadjir Effendy mengatakan, masalah edukasi dan sosialisasi pada masyarakat pentingnya menjaga anak-anaknya jangan sampai stunting masih kurang hal ini harus mendapat penekanan, kemudian koordinasi dan sinkronisasi antar kementerian lembaga terkait dan pemerintah daerah belum utuh dan harus lebih kompak. Jelas Muhadjir Effendy pada kunjungan kerja di Pulau Nias, Rabu (17/03/2021) 

Selain itu juga penanganan stunting harus per kasus tidak berdasarkan angka tapi by name by address siapa yang stunting harus ditelusuri ditangani secara berkelanjutan sampai tuntas betul-betul keluar dari status stuntingnya

"Menangani stunting tidak bisa sendiri-sendiri harus kerjasama lintas sektor, saya harus memastikan Kementerian Lembaga di dibawah bisa saling dukung dan kerjasama tidak boleh bekerja sendiri. Maka saya berkunjung ke daerah untuk memastikan hal tersebut," tegas Muhadjir Effendy.

Turut hadir dalam kunjungan kerja Menko PMK di Pulau Nias, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Gusti Ayu Bintang Puspayoga, Deputi Bidang Pengendalian Penduduk BKKBN, Dwi Listyawardani, perwakilan Kementerian Kesehatan, Kementerian Sosial, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, BNPB.

BKKBN Akan Terus Edukasi Masyarakat Hindari Empat Terlalu

Deputi Bidang Pengendalian Penduduk BKKBN, Dwi Listyawardani mengungkapkan, Dari hasil kunjungan di Pulau Nias kita temukan kasus stunting terjadi karena pemahaman masyarakat untuk  menghindari empat terlalu dan kemauan untuk ikut Program Keluarga Berencana (KB) masih kurang.

"Kita harus terus mengedukasi masyarakat terkait bagimana merencanakan keluarga atau memiliki anak dengan pemahaman untuk menghindari empat terlalu (4T) yaitu Terlalu Muda, Terlalu Tua, Terlalu Dekat dan Terlalu Banyak. Karena terbukti berpengaruh pada risiko lahirnya anak-anak stunting. 

Lebih lanjut Dwi Listyawardani menjelaskan, terlalu muda Ibu hamil pertama usia kurang dari 21 Tahun secara fisik kondisi rahim dan panggul belum berkembang secara optimal. Terlalu tua ibu hamil pertama pada usia diatas 35 Tahun dapat meningkatkan risiko kematian pada ibu dan bayinya.

Terlalu dekat  jarak antara kehamilan pertama dengan berikutnya kurang dari 2 Tahun yang menyebabkan dapat menghambat proses persalinan seperti gangguan kekuatan kontraksi, kelainan letak, dan posisi janin. 

Terlalu banyak anak, ibu pernah hamil dan melahirkan lebih dari 2 kali yang menyebabkan dapat menghambat proses persalinan, seperti gangguan kontraksi, kelainan letak dan posisi janin, perdarahan pasca persalinan.

"Pemahaman pola reproduksi sehat inilah yang harus kita edukasikan pada masyarakat, intervensi hal tersebut semua akan menjadi bagian tidak terpisahkan dari kampanye pencegahan stunting. Kampanye menghindari empat terlalu (4T) salah satunya melalui Kampung KB (Keluarga Berkualitas)," jelas Dwi Listyawardani.

"Setiap Kementerian Lembaga yang terkait penanganan stunting telah memiliki langkah intervensi, namun dibutuhkan kerjasama agar manfaatnya bisa maksimal hingga ke tingkat keluarga. Penyatuan harus dikawal, program yang akan diterapkan adalah melalui pendampingan, apakah keluarga yang rentan stunting ini mendapatkan intervensi atau tidak," pungkas Dwi Listyawardani. (ANP)