Pengamat Hukum: Partai Demokrat Versi KLB Dapat Disahkan Kemenkumham

ANP • Monday, 22 Mar 2021 - 09:09 WIB

JAKARTA - Di tengah kisruh dua Partai Demokrat yang ada, yakni PD versi AHY dan PD versi KLB Deli Serdang yang diketuai Moeldoko, wajar bila publik bertanya-tanya PD versi mana yang akan bertahan dan mewarnai perpolitikan nasional ke depan. Dalam kondisi penuh kabut pertanyaan itu, seorang ahli hukum menyatakan keyakinannya bahwa PD versi KLB layak untuk disahkan.

Menurut Direktur Kajian Hukum Academic Training Legal System (ATLAS), Miartiko Gea, peluang PD versi KLB yang tengah mengajukan permohonan pengesahan personalia kepengurusan baru Partai Demokrat hasil Kongres Luar Biasa di Deli Serdang memiliki peluang besar untuk disahkan atau dikukuhkan sebagai pengurus yang sah oleh Kementerian Hukum dan HAM. 

Ada beberapa pertimbangan yang menjadikan hasil KLB tersebut layak untuk disahkan menurut Miartiko yang juga koordinator nasional Sipil Peduli Demokrasi (Kornas PD) tersebut.

Menurut Miartiko, negara menginginkan dalam setiap kehidupan partai politik tumbuh kehidupan demokrasi  yang menjunjung tinggi kedaulatan kader atau pemilik hak suara, sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 15 Ayat (1) UU No. 2/2008. Klausul itu berbunyi, "Kedaulatan Partai Politik berada dalam tangan anggota yang dilaksanakan menurut AD/ART dan Peraturan Perundang- Undangan yang berlaku”. 

Pertanyaan dalam soal ini, apakah partai Demokrat hasil Kongres Jakarta Tahun 2020 mengembangkan atau menumbuhkan semangat kehidupan demokrasi atau tidak? Apakah kongres tahun 2020 di Jakarta sudah sesuai dengan UU Partai Politik dan konstitusi partai atau tidak? 

“Untuk menjawab pertanyaan tersebut, dapat kita lihat dari beberapa klaim KLB bahwa ternyata kongres Partai Demokrat tahun 2020 di Jakarta tidak berjalan sesuai mekanisme hukum organisasi dan Konstitusi partai,” ujarnya.  

Miartiko menunjuk bahwa berbagai forum  Jhony Allen Marbun (Sekretaris Jenderal Partai Demokrat KLB Deli Serdang) menjelaskan bahwa Kongres Partai Demokrat Tahun 2020 di Jakarta tidak sesuai dengan mekanisme organisasi atau konstitusi partai. 

Ada hal-hal yang bertentangan dengan UU Partai Politik dan AD/ART Partai yang terjadi dalam kongres tersebut. Misalnya, menurut dia, tidak adanya pembahasan dan pengesahan jadwal acara, padahal pengesahan jadwal acara sebagai syarat agar kongres berjalan baik dan lancer. Selain itu tidak ada pula pembahasan tata tertib kongres yang seharusnya membahas dan mengatur syarat-syarat pencalonan ketua umum. 

Beberapa yang tak dilakukan juga adalah tidak adanya sidang-sidang komisi, tidak ada draf AD/ART, apalagi dibahas dan disahkan dalam arena Kongres, tidak ada laporan pertanggung jawaban Ketua Umum periode 2015-2020, serta AD/ART Tahun 2020 sangat membatasi kewenangan dan menghilangkan fungsi Mahkamah Partai.

“Jadi, terlihat jelas bahwa kehidupan demokrasi di dalam internal PD versi AHY telah dikangkangi, dan hak-hak kader yang memiliki kedaulatan dan hak suara di kebiri demi kepentingan klan SBY,” kata Miartiko.

Pengangkangan dan pengebirian hak-hak kader untuk membahas dan AD/ART di forum kongres tahun 2020 menurut Miartiko sangat bertentangan dengan pasal 5 ayat (2) UU No. 2 Tahun 2011 yang berbunyi: “Perubahan AD dan ART sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan hasil forum tertinggi pengambilan keputusan Partai Politik”. 

“Artinya, pasal ini menghendaki bahwa setiap perubahan AD/ART partai politik harus dilakukan di dalam forum tertinggi partai yaitu Kongres atau Kongres Luar Biasa,” kata dia. 

Merujuk pada penjelasan tersebut, Miartiko sangat yakin bahwa Kongres Partai Demokrat tahun 2020 yang menghasilkan kepengurusan dengan ketua umum AHY adalah cacat hukum. 

“Apalagi hal itu sangat bertentangan dengan Pasal 30 UU No.2/2008 yang berbunyi, “Partai Politik berwenang membentuk dan menetapkan peraturan dan atau keputusan Partai Politik berdasarkan AD dan ART serta tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. 

Menurut Miartiko, seharusnya segala produk Kongres Partai Demokrat Tahun 2020 di Jakarta cacat dan harus dibatalkan demi hukum.

Miartiko lebih jauh menjelaskan, jika sebuah partai politik seluruh kekuasaannya dipegang oleh person-person atau keluarga tertentu, maka elit tersebut akan sangat superior sehingga sangat mungkin cenderung membangun tirani keluarga dengan membuat AD/ART yang tampak melindungi kepemilikan partai di bawah, dalam hal ini,  klan SBY. 

“Hal itu tentu saja sangat bertentangan dengan spirit UU No. 2 Tahun 2011 tentang perubahan UU No. Tahun 2008 Pasal 10 ayat (1) yakni, mengembangkan kehidupan demokrasi berdasarkan Pancasila dengan menjunjung tinggi kedaulatan rakyat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia”,” terangnya. 

Sementara, kata Miartiko, spirit Partai Demokrat pada saat digagas oleh para pendiri bertujuan agar menjadi partai terbuka, humanis, nasionalis religius dan bukan menjadi partai keluarga atau oligarki, terkhusus untuk kepentingan klan SBY. 

“Dan bukankah hal ini yang menjadi salah satu alasan kuat KLB Deli Serdang dilaksanakan oleh kader-kader progresif, yang meminta Moeldoko untuk menakhodai partai berlambang bintang mercy itu agar kembali pada khitahnya sebagai  partai yang demokratis, terbuka, humanis dan religius,” kata Miartiko.

Atas dasar itulah, menurut Miartiko, dirinya yakin PD versi KLB yang telah akan diterima dan disahkan Kemenkumham. Miartiko merujuk adanya klausul pada Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.HH-15.AH.11.01 Tahun 2020 Tentang Pengesahan Perubahan Susunan Kepengurusan DPP Partai Demokrat Masa Bakti 2020-2025 yang ditetapkan tanggal 27 Juli 2020, yakni poin kelima tentang “Apabila di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan dalam Keputusan ini, akan diadakan perbaikan sebagai mana mestinya.” 

“Klausul itu memungkinkan Kemenkumham menganulir keputusan tersebut,” kata dia. 

Berkenaan dengan reaksi berupa perlawanan dari PD versi AHY, Miartiko yakin hal itu akan terjadi. Bahkan mungkin saja kubu AHY akan melakukan gugatan di PTUN. 

“Saya kira biarlah proses hukum yang berjalan, dan masing-masing berjuang untuk meyakinkan Majelis Hakim selama proses persidangan,” pungkasnya. (ANP)