Terkait Perpres BRIN, PKS Minta Presiden Jokowi Tegur Menkumham dan Menpan-RB

MUS • Wednesday, 31 Mar 2021 - 13:20 WIB

Jakarta - Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto, meminta Presiden Joko Widodo menegur Menteri Hukum dan HAM RI dan Menteri PAN-RB RI karena tidak hadir memenuhi undangan Pimpinan DPR RI untuk Rapat Kerja (Raker) Gabungan bersama Menteri Riset dan Teknologi/ Kepala BRIN (Badan Riset dan Inovasi Nasional) membahas Perpres BRIN.

Padahal agenda raker dinilai sangat penting karena akan membahas kelanjutan Perpres BRIN yang sudah ditandatangani Presiden sejak 31 Maret 2020, namun belum diundangkan hingga sekarang.

"Dari beberapa kali Raker Komisi VII DPR RI dengan Menristek, diketahui bahwa macetnya Perpres ini ada di Kemenkumham, karena tidak diundangkan.

Kalau Presiden membiarkan kedua Menteri tersebut, maka publik akan menilai Presiden sendiri yang tidak berkehendak atas pembentukan BRIN," demikian disampaikan Mulyanto saat raker antara Komisi VII DPR RI dan Menristek RI, Selasa 30 Maret 2021, yang tetap dilaksanakan tanpa Menteri PAN-RB dan Menteri Hukum dan HAM.

PKS menilai manajemen Pemerintahan Jokowi tidak solid dan lemah. Kalau Pemerintah solid, tentunya soal administratif seperti ini dapat segera diselesaikan. Tidak molor hampir 2 tahun sejak dilantiknya Kabinet Jokowi Jilid Kedua.

Mulyanto heran, Presiden seperti disandera anak buahnya terkait pengundangan Perpres BRIN ini. Pasalnya, perpres yang sudah diberi nomor dan ditandangani oleh Presiden Jokowi, ternyata tertahan di Kemenkumham. Tidak diundangkan untuk masuk ke dalam Lembar Negara Republik Indonesia (LNRI).

Akibat ketidakjelasan kelembagaan Iptek yang ada, maka otomatis tidak ada pejabat resmi definitif di Kemenristek/BRIN. Begitu juga implementasi program dan serapan anggaran yang rendah. Belum lagi nanti saat diperiksa BPK.

"Ini logika dasar dalam birokrasi, yakni soal delivery system pembangunan. Kalau regulasinya (Perpres) belum ada, maka kelembagaan menjadi tidak jelas dasar hukumnya. 

Kalau sudah demikian, maka tidak ada pejabat yang dapat dilantik secara sah.  Pejabat pelaksana, tidak mendapat tunjangan dan fasilitas normal. Akibatnya, implementasi program dan realisasi anggaran tidak ada jaminan dapat terlaksana dengan baik," imbuh Mulyanto.

Mulyanto juga minta Pemerintah memperhatikan nasib para peneliti, yang kehilangan “rumah”, namun rumah barunya belum juga dibentuk.  Nasib mereka terkatung-katung karena unit kerja penelitian mereka sebagian sudah dihapus dan mereka diminta untuk sementara pindah ke unit kerja lain yang non-penelitian, sambil menunggu terbentuknya BRIN, sebagai lembaga induk penelitian.

“Seharusnya Presiden Jokowi dapat menyelesaikan masalah manajemen yang amburadul ini. Karena inikan murni wilayah eksekutif.

Jangan menimbulkan kesan Pemerintah tidak solid dengan kualitas manajemen rendah, yang menjadi preseden buruk dalam pembangunan Iptek nasional," pungkas Mulyanto.

Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI Bidang Industri dan Pembangunan itu mempertanyakan komitmen Pemerintah atas janji akan mengembangkan inovasi sebagai motor dan engine of growth bagi pertumbuhan ekonomi dan daya saing bangsa.

"Tapi nyatanya, Presiden disandera anak buahnya. Ini mengherankan," tandas Mulyanto.

Seperti diketahui BRIN diamanatkan dalam UU No. 11 tahun 2019 tentang Sistem Nasional Iptek, dimana diatur ketentuan pada Pasal Pasal 48 ayat (1) Untuk menjalankan Penelitian, Pengembangan, Pengkajian, dan Penerapan, serta Invensi dan Inovasi yang terintegrasi dibentuk badan riset dan inovasi nasional. (2) Badan riset dan inovasi nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk oleh Presiden. (3) Ketentuan mengenai badan riset dan inovasi nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Presiden.

Sampai hari ini bentuk struktur kelembagaan BRIN masih belum jelas.  Ini sudah lewat hampir dua tahun sejak kabinet dibentuk untuk memenuhi amanat UU No. 11/2019 tentang Sistem Nasional Iptek.  Ini tidak lazim.  Anggarannya tersedia, namun kelembagaan dan SDM-nya masih belum jelas. (Jak)