Perpres RAN-PE Dinilai Sebagai I'tikad Baik Perangi Terorisme

ANP • Saturday, 10 Apr 2021 - 17:05 WIB

JAKARTA - Wakil Direktur Imparsial Ardi Manto Adiputro menilai Peraturan Presiden Republik Indonesia (Perpres) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme (RAN PE) Tahun 2020-2024 merupakan i'tikad baik pemerintah dalam rangka memberantas terorisme di Indonesia.

"RAN PE ini merupakan kebijakan yang berupaya koordinasi antar pemangku kepentingan di Indonesia untuk memerangi terorisme," katanya dalam Seminar Publik bertajuk, Indonesia di Tengah Tantangan Terorisme di kawasan Setiabudi, Jakarta Selatan, Sabtu (10/4/2021).

"Dan itu niatnya sudah baik," tegasnya.

Ardi mengakui, strategi pemberantasan terorisme di Indonesia sebelumnya tidak terkoordinasi dengan baik. Sebab itu, RAN PE hadir untuk memperbaikinya.

"Memang sebelumnya memang tidak ada koordinasi yang baik. RAN PE ini lahir untuk menjembatani atau menginstitusionalisasi," ujarnya.

Di forum yang sama, Pengamat politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Adi Prayitno berpendapat perlunya pelibatan masyarakat dalam penanganan terorisme di Indonesia. Bahkan, jika perlu dimasukkan sebagai materi wajib sekolah.

"Jalan panjang terorisme ini menjadi PR buat kita semua, bukan saja terorisme ini ditangani oleh polisi, TNI maupun Jokowi," kata dia.

Hal senada juga disampaikan Dosen President University Muhammad AS Hikam. Ia menambahkan, selain masyarakat sipil, keterlibatan kelompok tokoh agama juga tak kalah penting. Karena dengan peran mereka, setidaknya masyarakat bisa tercerahkan pemahamannya dan dibimbing secara spiritual dengan baik.

“Peran deradikalisasi dengan keterlibatan kelompok agama sangatlah penting, bukan hanya kelompok agama tertentu tetapi semua kelompok agama harus terlibat dalam peran deradikalisasi, karena mereka ini kan bisa masuk kemana aja dengan berbagai macam cara,” jelasnya.

“Ini yang perlu dikembangkan karena saya yakin RAN PE ini sangat luar biasa," tukasnya.

Sementara pengamat terorisme Noor Huda Ismail lebih menekankan pada penerapan RAN PE. Ia berharap agar regulasi tersebut tidak dijadikan sebagai alat politik yang justru dapat melahirkan musuh baru.

"Sebelum RAN PE ini di jalankan, saya dan kawan-kawan sudah membuat kelompok untuk menangkal paham terorismen ini. RAN PE sudah bagus karena membuka ruang ruang kompromi baik offline maupun online," tuturnya. 

"Tantangan implementasi RAN PE yakni ego sektoral dan dalam implementasi antar lembaga negara, sehingga RAN PE tidak mejadi alat politik  kepentingan yang melahirkan musuh baru," pungkasnya. (ANP)