Kemendikbud Pilih 359 Desa dalam Program Pemajuan Kebudayaan Desa.

AKM • Tuesday, 13 Apr 2021 - 18:28 WIB

Jakarta - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) meluncurkan program pemajuan kebudayaan desa. Pada tahun 2021 ini sebanyak 359 desa akan menjadi sasaran program.

Direktur Jenderal Kebudayaan Hilmar Farid mengatakan, program ini akan bekerja sama dengan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes-PDTT).

"359 desa yang jadi target," kata Dirjen Kebudayaan Kemendikbud, Hilmar Farid dalam Taklimat Media, Selasa, 13 April 2021.

Pada masa awal, 359 desa itu adalah yang terdekat dari kawasan cagar budaya, jalur rempah, taman nasional dan destinasi wisata. Selain itu aspek ketertinggalan dan berkembangnya desa juga menjadi pertimbangan.

Hilmar berharap, program ini kian menggali kebudayaan yang ada di desa. Sebab menurutnya desa merupakan akar dari seluruh budaya.

"Akarnya ini ada di desa. Jadi kebudayaan bukan sesuatu yang hidup di kota dan festival lalu hilang," terang Hilmar.

Kemudian program pemajuan kebudayaan desa ini juga bentuk pelestarian adat isitiadat. Esensi budaya yang murni, kata Hilmar, dapat terjaga dengan berjalannya program ini.

"Bahwa pelestarian adat tradisi budaya, sangat esensial dari desa itu sendiri. Bicara tentang desa ini pasti akan berkaitan dengan tradisi adat," tutupnya.

Disisi lain, Direktur Pengembangan dan Pemanfaatan Kebudayaan, Restu Gunawan mengatakan 359 desa ini dipilih berdasarkan sejumlah kriteria. 

“Beberapa kriteria tersebut antara lain adalah desa yang berada di sekitar cagar budaya nasional, desa yang berada di sekitar warisan budaya tak benda, desa di titik jalur rempah, dan desa tertinggal dan berkembang yang datanya berasal dari Kemendes-PDTT,” jelasnya.

Perwakilan komunitas Eksotika Desa, Panji menjelaskan program ini seperti melepas dahaga masyarakat desa untuk berbicara banyak tentang budaya di desanya. Program serupa, kata dia sudah dilakukan di kawasan situs manusia purba Sangiran dan menghadapi beberapa kendala.

“Awalnya, masyarakat merasa tidak yakin jika budaya yang ada di desa tersebut bisa diungkap kembali dan memberikan manfaat kepada mereka. Namun ketika masyarakat diberi kesempatan dan didampingi untuk mengenali budayanya sendiri, mereka merasa termotivasi,” jelasnya.