India dan Cina, Jawara Pemanfaatan FABA. Indonesia?

FAZ • Thursday, 15 Apr 2021 - 09:12 WIB

Jakarta - Rasio pemanfaatan Fly Ash and Bottom Ash (FABA) di India dan China sangat tinggi sekali dibandingkan Indonesia.

India memiliki produksi FABA 20 x lebih banyak dari produksi FABA di Indonesia tahun 2019, memiliki tingkat pemanfaatan 77 persen.

Sedang di China pada tahun 2015, memiliki produksi 60 x lebih banyak dari produksi FABA di Indonesia tahun 2019. Tingkat pemanfaatannya mencapai 70 persen.

Menurut Antonius R. Artono, DPP Bidang Diversifikasi Energi, Effensiensi, K3 dan Lingkungan, Masyarakat Ketenagalistrikan Indonesia (MKI), India dan Indonesia nyaris memiliki karakteristik yang sama. Baik jumlah penduduknya maupun kebutuhan listriknya.

“Mereka membuat regulasi dalam radius 300 km dari lokasi PLTU. Tidak boleh semen itu dipakai, harus FABA sehingga rasio pemanfaatan FABA presentasinya tinggi sekali,” kata Antonius dalam webinar bertajuk “Optimalisasi Pemanfaatan FABA Sumber PLTU untuk Kesejahteraan Masyarakat” pada Rabu (14/4/2021).

Strategi pemanfaatan FABA pun, disana juga digunakan untuk daerah setempat, yaitu di mana lokasi PLTU itu berada.

“Karena itu tidak memerlukan transportasi antar pulau melalui laut,” ujarnya.

Sementara itu di Indonesia, rasio pemanfaatan FABA, lanjut Antonius, masih kurang dari 10 persen. Jamak diketahui bahwa jumlah produksi batubara di dalam negeri antara 5-8 juta ton per tahun.

Mengapa? Karena FABA sebelum ini masih dikategorikan termasuk limbah B3 selain hanya untuk pemanfaatannya secara terbatas serta untuk penelitian.

“Sangat sedikit sekali pemanfaatannya di luar itu,” katanya.

Menurut Antonius, di Australia, Kanada, atau negara-negara Eropa, dan Jepang, USA pemanfaatan FABA sudah dilakukan sejak 10 tahun lalu.

“Pemanfaatannya pun sudah sangat tinggi sekali. Jepang, Korea, dan India yang batubaranya impor dari Indonesia, pemanfaatan FABA nya juga tinggi," ungkap Antonius.

Sementara Agus Puji Prasetyono, Anggota Dewan Energi Nasional, saat memberikan keynote speech,  mengatakan, potensi pemanfaatan Faba atau abu hasil pembakaran batubara di PLTU atau industri sangat besar dan menjanjikan. 

Kini, batubara menjadi sumber energi utama khususnya d PLTU di Tanah Air.

"Faba bukan masuk kategori B3. Dan bisa dijadikan bahan campuran semen, bahan bangunan,  konblok, dan lainnya. Faba sesuai PP No.22/2021  tidak termasuk limbah B3," kata Agus Puji

Menurutnya, konsumsi batubara di Indonesia sekitar 151 juta ton per tahun. Emas hitam itu paling banyak digunakan untuk PLTU serta beberapa industri seperti semen dan lain di Tanah Air. 

Bisa dibayangkan, berapa besarnya Faba yang dihasilkan di Indonesia dan bisa diolah kembali. Faba bisa diolah menjadi aneka produk baru bernilai ekonomi tinggi.

"Ini tantangan bagi kita semua, khususnya pelaku industri terkait, termasuk UMKM yang makin banyak dan kreatif," ujarnya

Yang pasti, menurut Agus Puki, dari Faba yang dihasilkan industri di Indonesia,  memberi peluang  utnuk pemberdayaan UMKM nasional. Mereka bisa ikut mengolah dan memberdayakan Faba menjadi aset bernilai ekonomi tinggi.

Pengalaman membuktikan, abu batubara itu bisa diolah menjadi bahan campurna semen, batubata, konblok dan lainnya.

"Proses ini akan sangat membantu, karena limbah dari proses industri langsung diolah dan dimanfaatkan menjadi komoditas bernilai ekonomi tinggi," jelas Agus Puji.

Menurut perhitungan DEN, dari industri pengolah Faba, bisa mendorong penciptaan lapangan kerja baru sampai 566.000 orang lebih. Sedang nilai tambah yang bisa dihasilkan mencapai kisaran Rp4,1 triliun per tahun.

"Ini potensi ekonomi yang sangat besar dan menjanjikan di tengah kondisi pandemi yang beku berakhir," kilah Agus Puji.

Antonius R Aryono dari MKI menambahkan dari potensi Faba yang dihasilkan di Indonesia antara 5 juta ton sampai 7 juta ton, baru sekitar 10% yang bisa dimanfaatkan.

"Ke depan bisa lebih dioptimalkan lagi, sekaligus menarik bagi investor untuk terjun langsung ke bisnis masih terbuka luas ini,"  kata dia.

Menurut Antonius, secara ilmiah, Faba aman dan bisa digunakan untuk bahan baku industri di Indonesia. Oleh karenanya, perlu regulasi yang jelas dan pro pada investor termasuk kemauan memberdayakan UMKM lokal terutama di sektar industri dan PLTU penghasil Faba.

Pengalaman saat menjadi Direktur Operasi PT Indonesia Power dan melakukan studi banding ke Korea Selatan,  disana pemanfaatan Faba dilakukan secara afektif dan efisien.

"Industri pengolahan Faba dibangun di dekat PLTU (PLTU Buyong Korsel, setara dengan PLTU Suralaya di Indonesia). Dengan begitu, tak membutuhkan biaya dan transportasi besar. Sedang bahan baku terus mengalih dari PLTU dan bisa diolah menjadi berbagai bahan baku kontruksi di Korsel," kata Antonius.

"Cara-cara seperti Korsel ini,  menurut MKI akan sangat tepat dibangun di Indonesia. Apalagi jika PLTU itu dibangun di mulut tambang, maka otomatis akan menjadi kluster industri terpadu yang bisa memberikan nilai tambah besar untuk bangsa dan negara,"  jelas Antonius.

Kendati begitu, papar dia, pemanfaatan Faba harus tetap menggunakan produk iptek yang baik dan ramah lingkungan.

"Bila perlu, mulai pemanfaatan batubara dilakukan dengan teknologi ramah lingkungan."

"Dan Faba yang dihasilkan diolah menjadi produk lain yang bernilai tinggi dengan teknologi baik dan ramah lingkungan. Dengan begitu, penggunaan batubata dan Faba yang dihasilkan bukan lagi momok yang menakutkan. Tapi sebaliknya menjadi aset ekonomi yang bernilai tinggi," tegas Antonius.