Perlu Konsistensi Kemdikbud Dalam Penyusunan Regulasi

ANP • Saturday, 17 Apr 2021 - 21:11 WIB

JAKARTA - Menanggapi akan direvisinya PP No. 57/2021 dengan segera, Ketua Lembaga Kajian Kebijakan Pendidikan NU Circle, Bambang Pharmasetiawan, sangat mengapresiasi kecepatan tanggap dari Mendikbud beserta jajarannya.

Namun dermikian menurutnya, yang perlu dicermati ada empat hal. Pertama apakah revisi tersebut sudah mengakomodir harapan publik, yaitu Pendidikan Pancasila dan Bahasa Indonesia ada dalam revisi PP tersebut, yang mencakup pendidikan dasar, menengah, dan tinggi.

"Tidak kurang sedikit pun. Sehingga harus dikawal terus sampai benar-benar disahkan. Jika ada yang mengatakan bahwa kedua mata pelajaran itu tidak ada dalam UU Sisdiknas maka itu tidak selamanya benar. Bahasa Indonesia adalah penjelasan bahwa Bahasa yang dimaksud di UU adalah Bahasa Indonesia, karena juga merupakan alat perjuangan untuk bersatu. Bukan sekedar bahasa saja. Sedangkan Pancasila, kita tidak perlu meributkan lagi karena itu adalah ideologi," ujarnya.

Kedua apakah hanya ini saja permasalahan yang ada pada PP tersebut, jika ada maka pada revisi ini adalah kesempatan dari Kemendikbud untuk menyempurnakan PP tersebut sehingga tidak menimbulkan kegaduhan-kegaduhan kembali. Ketiga apakah ada kaitannya antara PP ini dengan Peta Jalan Pendidikan yang sedang disusun. Jika ada maka inilah kesempatan bagi Kemendikbud untuk merevisi peta jalan tersebut agar kegaduhan tidak pindah ke situ ketika dibahas. Keempat adalah karena revisi UU No.20/2003 Sisdiknas merupakan inisiatif pemerintah, dan dalam hal ini adalah ranah Kemendikbud, maka harus dipercepat dan jangan ditunda lagi agar tuntas segala permasalahan yang ada dalam bidang pendidikan.

"Apa lagi kita semua tahu bahwa banyak pasal-pasalnya yang sudah dibatalkan MK. Itu adalah empat pekerjaan rumah yang harus segera diselesaikan oleh Kemendikbud. Tidak boleh ditunda lagi," tambahnya.

Sementara itu, Pengamat pendidikan dari Perkumpulan Keluarga Besar Tamansiswa, Ki Darmaningtyas mengatakan, bahwa Pasal 2 ayat (2) PP No. 57/2021 ini mengatur bahwa lingkup standar nasional pendidikan yang diatur dalam PP ini mencakup pendidikan usia dini formal, pendidikan dasar, menengah, dan pendidikan tinggi. Pada konsideran juga dicantumkan UU No. 12/2012 tentang Pendidikan Tinggi (PT). Artinya, pasal-pasal yang diatur dalam PP ini mestinya merujuk pada substansi yang ada dalam pasal-pasal UU Sisdiknas dan UU PT. Menurutnya, dibutuhkan konsistensi dari Kemdikbud dalam penyusunan regulasi sektor pendidikan. Kalau tidak mau bertentangan dengan UU Sisdiknas, ya sebaiknya jangan bertentangan dengan UU PT.

"Siapa pun mengetahui bahwa PP itu merupakan turunan dari UU dan menjadi dasar pelaksanaan UU. Sekolah-sekolah dan kampus pertama-tama akan melihat PP sebagai dasar implementasinya. Kalau PP nya mengatakan bahwa Pendidikan Pancasila dan Bahasa Indonesia bukan merupakan mata pelajaran dan mata kuliah wajib di sekolah dan  PT, itu yang akan mereka laksanakan," ujarnya.

Untuk itu, sangat tidak elok bila setiap kebijakan yang dikeluarkan oleh Kemdikbud dan menimbulkan kontroversi di masyarakat kemudian diakhiri dengan klarifikasi oleh Mendikbud Nadiem Makarim.

"Ini mencerminkan bahwa proses penyusunan regulasi maupun kebijakan di Kemdikbud sangat buruk, lantaran sangat tertutup sehingga kurang mendapat masukan dari publik yang lebih luas," ujar Ki Darmaningtyas.

Sementara Kepala Bidang Pendidikan NU Circle, Sururi Aziz mengatakan, apakah Pancasila dan Bahasa Indonesia hanya akan diwajibkan di pendidikan tinggi? Bagaimana dengan pendidikan dasar dan menengah yang dalam UU no. 20/2003 tentang Sisdiknas saja tidak tercantum secara eksplisit? Jadi revisi UU Sisdiknas sudah merupakan sebuah keharusan.

"Perjuangan mengubah UU Sisdiknas yang sudah diinisiasi berbagai pihak harus diwujudkan segera. Saat ini sudah mendapatkan momentum yang baik untuk segera maju mendesak ekskutif dan parlemen untuk segera memulai pembahasannya," tambahnya. (ANP)