Aksi Damai, Peternak Rakyat Mandiri Tuntut Kementan Benahi Sengkarut Perunggasan

MUS • Tuesday, 4 May 2021 - 14:50 WIB
Demo peternak beberapa waktu lalu

Jakarta – Ratusan peternak unggas rakyat yang tergabung dalam PPRN (Paguyuban Peternak Rakyat Nusantara), meminta Kementerian Pertanian RI (Kementan) untuk segera memperbaiki sengkarut persoalan unggas yang tidak kunjung usai.

Permintaan yang disampaikan melalui aksi damai ini sebagai bentuk ekspresi peternak rakyat mandiri yang kondisinya semakin terpuruk. Betapa tidak, harga sarana pokok produksi seperti pakan, DOC (Day Old Chicken) dan lainnya sangat tinggi. Di sisi lain, harga jual ayam broiler dan telur cenderung murah. 

Kondisi itu yang menyebabkan Peternak rakyat mengalami kerugian yang sangat besar. Sejak tahun 2018 hingga 2020 lalu ribuan peternak mengalami kerugian dengan taksiran Rp5,4 triliun.

“Aksi unjuk rasa ini sebagai bentuk kekesalan kami terhadap Kementan yang tidak pernah memerdulikan peternak rakyat. Kementan membiarkan peternak rakyat bangkrut dan membiarkan para integrator semakin jaya,” ungkap Ketua PPRN, Alvino Antonio saat menyampaikan orasi di depan Komplek Kementerian Pertanian, Ragunan, Jakarta (4/5).

Alvino mengungkapkan, Kementan kerap kali berpihak pada integrator raksasa perunggasan. Faktanya, baru-baru ini Kementan memangkas 20,5 juta ekor DOC Final Stocks dengan dalih menjaga kestabilan harga perunggasan. Bahkan, Kementan menargetkan memusnahkan 288 juta DOC tahun ini. Akibatnya akan terjadi kelangkaan DOC dan ratusan peternak unggas terancam tidak mendapatkan DOC. 

“Kondisi kami semakin tertekan. Harga DOC pasti naik. Para integrator raksasa pasti memprioritaskan Internal Farm dan kemitraannya,” ungkap Alvino.

Padahal, lanjut Alvino, Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No.32/2017 Tentang Penyediaan, Peredaran dan Pengawasan Ayam Ras dan Telur Konsumsi mengamanatkan alokasi 50% DOC untuk peternak unggas mandiri. Kemudian, baru-baru ini juga terjadi kenaikan pada pakan ayam hingga 30 persen yang mengikuti kenaikan harga ayam di bulan puasa.

“Saat nanti kami panen, harga sudah turun. Inilah akibatnya apabila Pemerintah membiarkan ‘mekanisme pasar’ yang menguasai ekosistem bisnis perunggasan. Kami peternak ayam rakyat yang merasakan dampak kerugian yang paling besar. Karena bukan kami yang menentukan mekanisme pasar perunggasan,” pungkas Alvino.