Nilai KUR Tanpa Jaminan Menjadi 100 juta, DPR :Sangat  Wajar Dilakukan

AKM • Friday, 7 May 2021 - 13:54 WIB

Jakarta -  Pemerintah menetapkan beberapa perubahan kebijakan Kredit Usaha Rakyat (KUR) salah satunya yaitu perubahan skema KUR tanpa jaminan yang awalnya tertinggi adalah 50 juta rupiah menjadi 100 juta rupiah.

Anggota Komisi XI DPR RI dari fraksi PKS, Anis Byarwati menyatakan sangat wajar dilakukan Pemerintah dalam kondisi pandemi yang belum juga berakhir, dan kebijakan ini juga menjadi salah satu upaya mendorong Pemulihan Ekonomi Nasional. 

Menurut Anis Skema KUR ini diharapkan menjadi motor penggerak pembiayaan yang utama di tengah lesunya penyaluran skema kredit yang lain. 

” Catatan OJK, penyaluran kredit usaha mikro dan kecil menengah (UMKM) akan terus tumbuh seiring dengan tingginya kebutuhan modal baru.  Saat ini tercatat lebih dari 65 juta UMKM yang tersebar di Indonesia. Dan porsi kredit UMKM baru mencapai 18,8% terhadap total kredit perbankan,” kata Anis di jakarta beberapa waktu lalu.

Anis yang menjabat sebagai wakil ketua Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR RI ini menilai bahwa memang sudah saatnya Pemerintah menambah dan merevisi kebijakan pelaksanaan KUR.

"Tentu saja ini penting dilakukan untuk memperjelas keberpihakan Pemerintah terhadap UMKM terutama untuk segmen mikro dan ultra mikro. Dan seharusnya kebijakan ini juga bisa menjadi motor penggerak untuk meningkatkan permintaan kredit ke depan,” ujarnya.

Namun demikian, Ketua DPP PKS Bidang Ekonomi dan Keuangan ini menyampaikan sejumlah catatannya. Pertama, perlu ditegaskan bahwa sektor UMKM memang mempunyai peran yang cukup signifikan dalam perekonomian, terlebih pada negara berkembang seperti Indonesia

Kedua, kondisi makro ekonomi Indonesia, seperti Gross Domestic Product (GDP) dan inflasi juga ikut mempengaruhi permintaan kredit UMKM. Untuk itu pemerintah berkewajiban menjaga pertumbuhan GDP, dan Bank Indonesia selaku otoritas moneter bertugas menjaga inflasi yang rendah dan stabil untuk meningkatkan permintaan kredit UMKM. 

Ketiga, sudah menjadi kewajiban Pemerintah untuk bisa menyediakan akses KUR yang semakin mudah bagi pelaku UMKM.

Keempat, harus ada kuota/ porsi yang jelas serta jaminan kemudahan akses pembiayaan khususnya untuk KUR mikro dan ultra mikro. Termasuk harus ada kuota khusus untuk pelaku usaha baru baik mikro atau ultra mikro yang belum pernah menerima atau mendapatkan fasilitas KUR  sebelumnya.

 “Ini juga harus menjadi perhatian khusus, terutama bagi pelaku usaha lama atau baru yang belum tersentuh pembiayaan perbankan,” tegas Anis.

Kelima, harus ada program pendampingan baik formal maupun informal untuk meningkatkan kualitas dan kapasitas penerima KUR. 

“Jangan sampai KUR ini justru banyak digunakan semata-mata untuk konsumtif dengan mengabaikan konsep produktivitas,” tambahnya.

Keenam, saat ini masih ada ketakutan di masyarakat karena pandemi belum bisa dikendalikan dengan baik oleh pemerintah. Dan masih ada banyak pembatasan sosial masyarakat sehingga ada memunculkan ketidakpercayaan diri pelaku usaha untuk mengambil kredit. Kondisi kesulitan ekonomi yang terjadi akibat pandemi di tengah masyarakat masih sangat jelas dan kondisi ini membutuhkan dorongan supaya masyarakat lebih confident bahwa pandemi ini akan segera berlalu. 

Ketujuh, harus ada komitmen yang jelas antara pemerintah dan perbankan agar bisa merealisasikan seluruh kuota yang telah diberikan. “Diperlukan langkah, mekanisme, strategi dan antisipasi yang tepat untuk bisa menyalurkan KUR secara cepat dan tepat sasaran,” tandasnya. 

Kedelapan, sejauh mana mitigasi risiko yang sudah dilakukan Pemerintah dengan adanya peningkatan skema KUR tanpa jaminan ini. 

“Karena dengan peningkatan penyaluran kredit tanpa jaminan, otomatis manajemen risiko kredit juga harus ditingkatkan,” pungkasnya.