Dewan APRDI Ajak Masyarakat Pahami Reksa Dana Terproteksi

MUS • Wednesday, 19 May 2021 - 12:45 WIB


Jakarta - Akhir-akhir ini banyak pihak yang mendiskusikan dan  menyampaikan pendapatnya tentang sebuah surat utang korporasi yang sedang bermasalah dan menjadi underlying/aset dasar Reksa Dana Terproteksi (RDT) yang dikelola oleh Manajer Investasi.

Beberapa pihak menyampaikan, RDT sesuai dengan namanya akan memberikan proteksi atas nilai investasi dan imbal hasilnya, sehingga tidak ada risiko default/gagal bayar.

Bahkan ada yang mengatakan bahwa RDT adalah produk aman tanpa risiko karena jika aset dasarnya bermasalah maka Manajer Investasilah yang bertanggung jawab atas pengembalian pokok dan imbal hasilnya.

Untuk menanggapi berbagai pernyataan tersebut Dewan APRDI bermaksud meluruskan pemahaman atas RDT sesuai dengan peraturan-peraturan yang berlaku.

Mengambil referensi dari laman sikapiuangmu.ojk.go.id disebutkan bahwa “Reksa Dana Terproteksi adalah jenis Reksa Dana yang akan memproteksi 100% pokok investasi investor pada saat jatuh tempo.

Reksa Dana ini memiliki jangka waktu investasi yang telah ditentukan sebelumnya oleh Manajer Investasi, namun dapat dicairkan sebelum jatuh tempo tanpa jaminan adanya proteksi akan pokok investasi.

Berbeda dengan Reksa Dana Terbuka dan Reksa Dana Indeks, Reksa Dana Terproteksi memiliki masa penawaran sehingga investor hanya dapat membeli Reksa Dana ini pada saat tertentu saja. Terkait manfaat, risiko, kewajiban, serta cara membeli Reksa Dana Terproteksi relatif sama dengan produk atau jenis Reksa Dana lainnya.

Dari kutipan tersebut dapat dijelaskan bahwa RDT memberikan proteksi nilai investasi awal pada tanggal jatuh tempo yang ditetapkan Manajer Investasi. Nilai proteksi tersebut dicapai melalui  mekanisme investasi, dimana minimum 70% aset RDT harus diinvestasikan pada efek hutang dengan peringkat layak investasi sehingga dapat menghasilkan nilai proteksi atas pokok pada tanggal jatuh tempo.

Dengan kata lain tidak ada penjaminan atas pokok investasi oleh Manajer Investasi.

Karena nilai proteksi dicapai melalui mekanisme investasi, maka benefit dan risiko yang melekat pada aset dasar RDT sepenuhnya akan menjadi benefit dan resiko investor RDT. Termasuk dalam hal ini adalah resiko default/gagal bayar penerbit efek hutang.

Kondisi yang berlaku sama dengan 
jenis reksa dana lainnya. Dalam kondisi terjadi penurunan peringkat atau terjadi default/gagal bayar atas efek hutang aset dasar RDT, maka sebagai bentuk fiduciary duty Manajer Investasi wajib melakukan langkah-langkah terbaik yang diperlukan untuk menjaga keamanan dana investor.

Caranya bermacam-macam. Bisa dalam bentuk penggantian portfolio, melakukan negosiasi dengan penerbit efek hutang, melakukan restrukturisasi, dan lain-lain. Langkah yang ditempuh ini wajib dikomunikasikan dengan baik kepada investor RDT.

Prihatmo Hari Mulyanto, Ketua Presidium Dewan APRDI menegaskan, Reksa Dana Terproteksi bukan berarti bebas risiko. Resiko yang melekat pada aset dasarnya tetap harus dihadapi oleh investor RDT. Oleh karena itu investor dihimbau untuk mempelajari dan mengkritisi Prospektus dan Dokumen Keterbukaan Produk yang disiapkan oleh Manajer Investasi sebelum memutuskan membeli RDT tersebut.

"Untuk meminimalkan resiko pelajari dulu Prospektus dan Dokumen keterbukaan Produk yang disiapkan Manajer Investasi," ujar Prihatmo Hari Mulyanto.

Sementara itu Direktur Eksekutif Dewan APRDI Mauldy Rouf Makmur menyampaikan, APRDI menghimbau kepada para investor RDT yang aset dasarnya berpotensi mengalami gagal bayar/default untuk berkomunikasi dengan baik kepada Manajer Investasinya. Menanyakan langkah-langkah apa yang akan dilakukan oleh Manajer Investasi.

Mauldy Rouf Makmur juga menghimbau masyarakat luas agar menyampaikan informasi terkait RDT sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, serta common practice di industri. Serta menghindari untuk menyampaikan pendapat dan opini pribadi yang tidak sesuai, yang pada  akhirnya dapat menimbukan kerancuan informasi pada masyarakat luas.

"Sampaikan informasi RDT sesuai dengan aturan perundang-undangan dan bukan opini pribadi yang tidak sesuai dan bisa menimbulkan kerancuan informasi," pungkas Mauldy Rouf Makmur. (Her)