Ruang Rindu dan Mitigasi Bencana jadi Bahan Utama Forum Anak

MUS • Saturday, 22 May 2021 - 15:00 WIB

Surabaya - Selama. masa pandemi COVID-19 jumlah kekerasan anak terus saja terjadi. Untuk melakukan upaya pencegahan, forum anak se-Jawa Timur bertemu untuk membentuk agen informasi bagi teman sebayanya.

Mereka pun melontarkan berbagai ide dan gagasan untuk diterapkan di kabupaten/kota masing-masing. Sehingga mampu menjadi agen penggerak bagi teman sebayanya, termasuk kelompok rentan.

Para perwakilan anak ini pun belajar tentang Ruang Rindu yang sudah berjalan di Kabupaten Banyuwangi. Di sana, penanganan korban kekerasan anak dilakukan sejak dini dan pendampingan yang terstruktur.

"Ada psikolog serta penanganan sosial yang dilakukan pada anak-anak," kata Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandan dalam Bimtek Konvensi Hak Anak bagi fasilitator dan forum anak di Jatim.

Ia melanjutkan, hak anak juga terus diberikan dan dikawal dengan baik. Mulai dari memastikan anak memiliki akta kelahiran sampai membentuk duta anti perkawinan anak.

"Kami juga memastikan anak-anak tercukup kebutuhan gizinya. Biaya sekolahnya sampai operasional sekolah mereka," ungkapnya.

Ruang Rindu, katanya,  merupakan integrasi dari sejumlah program di Banyuwangi yang melakukan fungsi perlindungan dan pemberdayaan pada perempuan dan anak. Mulai dari Banyuwangi Children Center (BCC) dan Pusat Pelayanan Terpadu dan Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A), termasuk Bengkel Sakinah untuk program pemberdayaan perempuan.

"Kalau dulu kan jalan sendiri, parsial, sekarang kami integrasikan program-program ini. Semua yang terlibat di dalamnya, mulai dari relawan BCC, P2TP2A, hingga aparat penegak hukum kerja bareng," kata Ipuk.

Layanan ini, lanjutnya, tidak hanya layanan medis, hukum, dan psikososial dan rehabilitasi sosial, namun juga dilengkapi dengan pemberdayaan ekonomi. Bahkan, pihaknya melengkapinya dengan ruang penguatan perempuan untuk melawan radikalisme yang telah menjadikan kaum perempuan sebagai garda terdepan pelaku terorisme.

Sejumlah program telah disiapkan pemkab untuk pemberdayaan perempuan korban kekerasan, mulai bantuan alat usaha produktif, warung naik kelas, hingga fasilitasi izin usaha mikro. 

"Pendampingan medis, hukum, psikososial terus kami lakukan. Sejalan dengan itu, mereka kami bantu dengan berbagai program pemberdayaan agar bisa mandiri," kata Ipuk.

Sekretaris Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jatim Erwin Indra Widjaja menuturkan, anak-anak kerap menjadi korban bencana. Mitigasi sejak dini menjadi kebutuhan mendesak bagi anak-anak. 

"Apalagi di Jatim ini menjadi supermarket bencana. Berbagai daerah memiliki karakteristik yang berbeda-beda," kata Erwin.

Ia melanjutkan, anak-anak menjadi influencer bagi teman sebayanya. Mereka bisa mengajak orang tuanya untuk paham mitigasi bencana. "Sehingga risiko bencana bisa ditekan ketika banyak pihak paham bencana," jelasnya.

Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Kependudukan (DP3AK) Jawa Timur (Jatim) Andriyanto menuturkan, konvensi hak anak diterjemahkan dengan ragam dan suara anak yang harus bisa didengar. Mereka merasakan perubahan dan bisa menjadi harapan untuk generasi penerus.

"Ide dan gagasan anak bisa menjadi sistem yang bagus untuk mencegah kekerasan anak serta memastikan mereka memperoleh hak-haknya," ujarnya. (Her)