Sampah Plastik Jadi BBM di Pulau Pramuka Kepulauan Seribu

AKM • Thursday, 27 May 2021 - 13:45 WIB

Jakarta - Indonesia sangat berkomitmen untuk mengurangi timbulan sampah plastik. Dalam 15 tahun terakhir Indonesia menghadapi tantangan besar dalam sampah plastik karena jumlah dan fraksi sampah plastik terus meningkat yang sebagian besar dihasilkan dari barang-barang plastik sekali pakai seperti kantong plastik, kemasan plastik fleksibel (sachet dan pouch), sedotan plastik, dan wadah busa plastik (styrofoam). Pada tahun 2005 fraksi sampah plastik sebesar 11%, namun saat ini fraksi tersebut meningkat signifikan menjadi 15,7-18,5%.

Pemerintah Indonesia telah menyusun 5 strategi dan rencana aksi pengurangan sampah plastik dalam jangka panjang yang terdiri dari: (1) meningkatkan gerakan nasional untuk mengelola sampah secara komprehensif dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan dan didukung oleh regulasi yang kuat serta pelaksanaannya di tingkat nasional dan daerah; (2) melaksanakan pengelolaan sampah baik di darat maupun di laut dengan intensitas tinggi, peningkatan teknologi serta inisiatif dan partisipasi masyarakat; (3) meningkatkan pengelolaan sampah plastik, termasuk pencemaran sampah plastik di laut dari kegiatan perikanan, transportasi, tempat dan kegiatan wisata, serta dari permukiman, khususnya di kawasan pesisir; (4) memperkuat pembangunan kapasitas kelembagaan dan keuangan, pengawasan dan penegakan hukum; dan (5) penelitian dan pengembangan, untuk mendorong inovasi dan meningkatkan teknologi.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melalui Pusat Kajian Kebijakan Strategis (Pusjakstra) meninjau langsung salah satu contoh aktivitas masyarakat di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu yang memanfaatkan teknologi untuk mengolah sampah plastik dan mengubahnya menjadi Energi Baru Terbarukan (EBT) berupa Bahan Bakar Minyak (BBM) Solar. Bertempat di Aula Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah III, Taman Nasional Kepulauan Seribu, Kepala Pusat Kajian Kebijakan Strategis KLHK, Herry Subagiadi berdiskusi dengan masyarakat penggiat lingkungan dari komunitas Rumah Literasi Hijau.

Herry menyampaikan bahwa, kedatangannya ke Pulau Pramuka ini untuk melihat langsung dan mendengar cerita pemanfaatan sampah plastik menjadi BBM. Dirinya berharap dari kegiatan ini dapat memberikan manfaat bagi nelayan dan kedepannya dapat menghasilkan listrik di pulau-pulau lain di Kepulauan Seribu. "Saya harap kegiatan di Pulau Pramuka ini dapat direplikasi di tempat lain, dari diskusi ini, kami berharap ada tindak lanjut yang akan kami kaji di kantor untuk mewujudkan pemanfaatan sampah plastik menjadi EBT di tempat lain," ungkap Herry.

Hjh. Mariyah, seorang guru dan inisiator Rumah Literasi Hijau, menjelaskan bahwa dirinya sejak tahun 2009 telah berkegiatan dan mengajak masyarakat untuk turut serta menjaga lingkungan. Kemudian, sejak 2 tahun terkahir, RLH mendapatkan bantuan alat mesin Pirolisis yang dapat mengubah sampah plastik menjadi Bahan Bakar Minyak (BBM) berupa solar. 

Teknologi ini menurut Hjh. Mariyah sangat sederhana, dan memungkinkan orang awam untuk cepat mempelajarinya. Teknologi Pirolisis ini juga tidak perlu listrik yang besar dan tempat yang luas, sehingga limbah plastik dapat dikelola bahkan menjadi manfaat. "Hasil uji lab yang kami lakukan sebanyak 3 kali di 2 laboratorium berbeda, hasilnya adalah BBM yang dihasilkan relatif stabil dan bisa mengoperasikan mesin 2 tak seperti chainsaw," ungkap Hjh. Mariyah.

Menurut Pertamina, Pirolisis adalah proses dekomposisi suatu bahan pada suhu tinggi yang berlangsung tanpa adanya udara atau dengan udara terbatas. Proses dekomposisi pada pirolisis ini juga sering disebut dengan devolatilisasi. Pirolisis atau bisa di sebut thermolisis adalah proses dekomposisi kimia dengan menggunakan pemanasan tanpa kehadiran oksigen. 

Proses pirolisis menghasilkan produk berupa bahan bakar padat yaitu karbon, cairan berupa campuran tar dan beberapa zat lainnya. Produk lain adalah gas berupa karbon dioksida (CO2), metana (CH4) dan beberapa gas yang memiliki kandungan kecil. Hasil pirolisis berupa tiga jenis produk yaitu padatan (charcoal/arang), gas (fuel gas) dan cairan (bio-oil).

Setelah melakukan diskusi terkait pemanfaatan sampah plastik menjadi EBT, pada kunjungan kerjaydi Kepulauan Seribu, Herry juga melakukan penanaman Mangrove di Pulau Karya (25/5/2021). Sebanyak 210 bibit Mangrove dibagi dalam 3 kelompok tanam.

Herry menginginkan Mangrove yang ditanam kali ini dapat terpelihara dan tumbuh dengan baik. "Kami berharap, bermula dari hal kecil ini dapat memicu pihak-pihak lain untuk melakukan hal yang sama dengan kami, yaitu ikut menanam Mangrove di tempat yang sama untuk melengkapi pantai di Pulau Karya," harap Herry.

Mangrove memiliki manfaat yang besar dalam ekosistem pesisir laut. Fungsi ekologi mangrove juga sangat penting untuk habitat dan berkembang biak biota laut. Melimpahnya ikan dan satwa laut lainnya dari ekosistem mangrove yang baik, akan mendatangkan pendapatan tambahan bagi para nelayan. 

Mangrove juga berfungsi sebagai pemecah gelombang laut yang akan mencegah abrasi pantai dan intrusi air laut. Fakta penting lainnya dari mangrove adalah dapat menyerap karbon dalam jumlah besar. Luas 1 Ha hutan mangrove dapat menyerap 1.000 ton lebih karbon, lebih banyak daripada hutan alam biasa.