Sembako Bakal Kena PPN 12%, Berikut Daftar Lengkapnya

Vir • Thursday, 10 Jun 2021 - 11:31 WIB

JAKARTA - Bahan makanan atau sembako berupa beras hingga telur bakal dikenai Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Rencana ini dirumuskan dalam RUU Ketentuan Umum Perpajakan, yang di dalamnya ada tiga opsi tarif pengenaan PPn salah satunya pada barang kebutuhan pokok.

Tarif PPN umum diusulkan sebesar 12%. Kemudian dikenakan tarif rendah sesuai dengan skema multitarif yakni sebesar 5% yang dilegalisasi melalui penerbitan Peraturan Pemerintah. Selanjutnya menggunakan tarif PPN final sebesar 1%.

Pemerintah menggarisbawahi, penerapan tarif PPN final menjadi alternatif untuk memudahkan pengusaha kecil dan menengah. Adapun, batasan omzet pengusaha kena pajak saat ini sebesar Rp4,8 miliar per tahun.

Rencana pengenaan PPN terhadap bahan pokok merupakan pertama kalinya dilakukan pemerintah. Dalam Pasal 4A ayat 2 huruf b UU No. 42/2009 tentang Perubahan Ketiga Atas UU No. 8/1983 tentang PPN Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, pemerintah telah menetapkan 11 bahan pokok yang tidak dikenakan PPN.

Dengan demikian, barang kebutuhan pokok tidak terbatas pada 11 jenis saja. Sembako itu adalah beras, gabah, jagung, sagu, kedelai, garam, daging, telur, susu, buah-buahan, dan sayur-sayuran. Demikian dikutip dari Solopos, Kamis (10/6/2021).

Rencana pajak sembako ini pun menuai komentar dari berbagai pihak. Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mardani Ali Sera menyebut rencana pemerintah untuk menjadikan bahan pokok sebagai objek pajak sebagai sebuah langkah panik.

“Ini langkah panik pemerintah melihat utang yang menggunung dan pemerimaan pajak yang menurun. Mestinya di masa pandemi pemerintah bisa bekerja lebih cerdas tidak dengan menaikkan pajak, apalagi terhadap kebutuhan pokok, tapi memperkuat industrialisasi dengan menggunakan energi terbarukan,” cuitnya melalui akun Twitter @MardaniAliSera.

Lebih lanjut, dia menilai rencana tersebut merupakan dampak dari investasi yang tidak startegis pada infrastruktur yakni tidak didukung dengan pembangunan zona industri dan memperkuat inovasi teknologi.

“Sekali lagi ini langkah panik yang bisa makin membenamkan ekonomi Indonesia,” cuitnya kemudian.

Sementara itu, Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo mengatakan, wacana tersebut tengah digodok dengan meminta masukan dari banyak pihak.

“Tapi kok sembako dipajaki? Pemerintah kalap butuh duit ya?Kembali ke awal, nggak ada yg tak butuh uang, apalagi akibat hantaman pandemi. Tapi dipastikan pemerintah tak akan membabi buta. Konyol kalau pemulihan ekonomi yg diperjuangkan mati2an justru dibunuh sendiri. Mustahil!” cuitnya melalui akun Twitternya.

Lebih lanjut, mantan Direktur Eksekutif CITA itu juga menyampaikan bahwa upaya optimalisasi penerimaan pajak tersebut juga menjadi fokus negara-negara lain yang juga perekonomiannya terdampak buruk pandemi Covid-19.

Prastowo menyebut setidaknya 15 negara yang menyesuaikan skema tarif PPN untuk membiayai penanganan pagebluk. Bahkan, sambungnya, Amerika Serikat dan Inggris sebagai dua negara yang juga berencana menaikkan tarif PPN untuk sustainibilitas.

“Kita lakukan kajian dan benchmarking. Belajar dari pengalaman dan tren negara lain. Yang gagal ditinggal, yang baik dipetik. Ini ringkasan datanya: 24 negara tarif PPN-nya di atas 20%, 104 negara 11-20%, selebihnya beragam 10% ke bawah. Lalu Indonesia bagaimana melihat ini?” cuitnya kemudian. (Vir)