Sembako Kena Pajak, Stafsus Menkeu: Belum Dibahas DPR

MUS • Thursday, 10 Jun 2021 - 14:31 WIB

Jakarta – Perekonomian Indonesia belum juga pulih dari dampak pandemi Covid-19.  Namun pemerintah berencana memungut pajak pertambahan nilai (PPN) pada sembako, hasil pertambangan serta 11 kelompok jenis jasa, salah satunya jasa pendidikan. Kebijakan ini, masuk dalam draft rancangan undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

Menurut Staf Khusus Menteri Keuangan, Yustinus Prastowo, rancangan ini sebenarnya belum dibahas DPR. Karena itu, penerapannya diprediksi masih butuh waktu lama, mengingat perekonomian Indonesia belum pulih dari imbas pandemi.

“Mumpung masih pandemi ini menjadi kesempatan untuk kita mendiskusikan kembali kebijakan tersebut, agar setelah pandemi berakhir dan perekonomian sudah kembali pulih bisa diterapkan,” ungkap Yustinus dalam program Trijaya Hot Topic Pagi, Kamis (10/06/2021).

Yustinus mengatakan, masih terdapat banyak barang dan jasa di Indonesia yang tidak kena pajak jika dibandingkan dengan negara lain. Sehingga sulit dibedakan antara barang yang dikonsumsi kalangan atas dengan menengah ke bawah.

“Kita ambil contoh saja beras bulog. Beras tersebut tidak kena PPN. Tapi beras premium juga tidak kena PPN padahal daya belinya jauh berbeda. Kemudian, di bidang kesehatan, kalau operasi tahi lalat kecil tidak kena PPN. Sedangkan yang operasi plastik juga tidak kena PPN. Jadi terdapat distorsi di sini,” jelas Yustinus.

Momentumnya tak tepat

Sementara itu Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Ahmad Heri Firdaus menilai, meski realisasinya masih lama, tapi pengguliran wacana seperti ini tak tepat waktu.

“Dari segi waktu, isu ini tidak tepat karena dibahas saat ekonomi belum pulih. Daya beli masyarakat masih rendah, dikhawatirkan masyarakat akan susah pulih lagi,” ungkapnya. (Ann)