Penyelesaian Batas Wilayah dengan Malaysia, TNI Jamin tak ada Bagian Indonesia yang Hilang

MUS • Monday, 14 Jun 2021 - 17:37 WIB

Jakarta - Penyelesaian masalah batas darat atau Outstanding Boundary Problems (OBP) Indonesia-Malaysia di Kalimantan Utara, menuju perkembangan yang menggembirakan. Bukan perkara mudah, karena persoalan ini sebenarnya sudah dibicarakan sejak lama.

Direktur Topografi TNI Angkatan Darat, Brigadir Jenderal TNI Asep Edi Rosidin, mengatakan, pada tahun 1973 Indonesia dan Malaysia sepakat bahwa batas antara kedua negara mengacu pada prinsip hukum internasional Uti Possidettis Juris. Artinya, mengikuti batas negara yang disepakati oleh penjajah terdahulu, yakni batas daerah yang dikuasai Inggris dan Belanda

“Ada tiga dokumen utama yang menjadi referensi kesepakatan ini. Yaitu konvensi 1891 tentang batas kekuasaan Inggris – Belanda, kemudian agreement 1915 yang mengatur batas daerah Kalimantan Utara atau Kalimantan Timur dengan Sabah Malaysia sekarang, dan agreement 1928 yang mengatur perbatasan Kalbar dengan Serawak,” kata Asep dalam wawancara khusus bersama MNC Trijaya FM, Senin (14/7).

Asep mengatakan, ketentuan ini telah diadopsi dalam nota kesepahaman atau MoU tahun 1973, yang di dalamnya mengatur prosedur survei penegasan atau pematokan batas di lapangan.

“Itu dilaksanakan sejak 1975 sampai 2001. Kurang lebih selama 26 tahun terpasang pilar-pilar batas yang jumlahnya 20.300 sekian, dengan jarak antara 25 sampai 200 meter. Sangat rapat. Nah ada beberapa segmen yang belum sepakat waktu itu, dalam arti pematokannya masih tertunda. Inilah disebut penyelesaian Outstanding Boundary Problem atau OBP,” lanjut Asep.

Ketidaksepakatan ini terjadi karena isi perjanjian yang agak rumit, sehingga butuh waktu untuk memahaminya.

“Tapi alhamdulillah kedua negara punya niat baik untuk menyelesaikan masalah ini, sampai akhirnya dibentuklah Joint Working Group (JWG) OBP. JWG ini melaksanakan meeting 1-3 kali setahun mulai 2012. Akhirnya pada meeting ke-10 ada kesepakatan soal lima OBP di sektor timur Kaltara,” jelas Asep.

Kelima segmen OBP tersebut berada di Sumantipal dan segmen C500-C600, Pulau Sebatik, Sinapad dan segment B2700-B3100.

“Jadi sebenarnya sekarang itu OBP sudah tidak ada, karena semua sudah disepakati.  Tinggal sekarang proses demarkasi atau pemasangan pilarnya,” ucap Asep.

Dari lima OBP tersebut, dua diantaranya sudah selesai hingga penandatanganan MoU, yakni di Simantipal dan segmen C500-600.

“Kemudian yang sudah didemarkasi tapi belum MoU di Sebatik. Yang mau didemarkasi ada di segmen B2700-B3100, terutama OBP Sinapad,” tambahnya.

Menurut Asep, kesepakatan ini tercapai karena kedua negara mau berdiskusi dengan professional, akademis, rasional, dan akuntabel.

Lalu pertanyaan pentingnya, adakah wilayah Indonesia yang hilang karena kesepakatan ini?

“Sebenarnya dalam penyelesaian ini tidak ada wilayah yang hilang. Karena sejak awal kan batasnya memang belum ada. Baru mau ditegaskan, jadi tidak ada yang hilang,” jamin Asep.

Ia juga memastikan masyarakat yang mendiami wilayah sekitar OBP dapat menerima kesepakatan yang dibuat pemerintah kedua negara. Salah satunya karena sosialisasi yang terus dilakukan jajaran pemerintahan, terutama Kementerian Dalam Negeri. (MUS)