Kamrussamad: Penerimaan Baru bagj Negara Haruslah Berkeadilan

AKM • Wednesday, 16 Jun 2021 - 22:43 WIB

Jakarta - Pendapatan negara yang sebagian besar berasal dari penerimaan pajak menjadi perhatian agar dikelola dengan baik terutama. Anggota MPR RI Fraksi Partai Gerindra Ir. H. Kamrussammad, S.T. M.Si mengatakan, paradigma untuk menyusun, menciptakan sumber-sumber penerimaan baru bagi negara, haruslah berkeadilan.

"Itu prinsip dasar berkeadilan, maka kita lihat data terakhir penerimaan 5 tahun terakhir dari sektor perpajakan. Kalau pendekatannya sektoral misalnya, maka ada tiga sektor penerimaan pajak yang dalam 5 tahun terakhir ini itu relatif stabil," kata Kamarussamad dalam diskusi MPR RI yang mengangkat tema Pendapatan Negara dan Keadilan Sosial di Media Center Gedung Parlemen Jakarta, Rabu (16/6)

Samad menjelaskan, pertama industri pengolahan, kedua adalah perdagangan, ketiga adalah jasa keuangan. Tiga ini tumbuh, kalau industri pengolahan di atas rata-ratanya 25%, lalu kemudian perdagangan di atas 20%, kemudian industri keuangan, jasa keuangan itu tumbuh di atas 10%, dalam 5 tahun terakhir ini.

“Kalau dihubungkan dengan Rencana 
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), memuat arah kebijakan keuangan daerah, strategi RPJMN tahun 2020-2024, sebetulnya sudah jelas panduan dalam arah kebijakan pembangunan nasional untuk 5 tahun ini, kaitan dengan industri pengolahan misalnya, di RPJMN sudah ditentukan koridor pembangunan industri pengolahan yang berbasis sumber daya alam,” tuturnya.

Samad yang juga anggota Komisi 11 DPR menjelaskan minerba,  koridornya ada di Sulawesi, ada di Maluku,  ada di Papua dan sebagian di Kalimantan. Jadi di RPJMN sudah jelas ditentukan koridor untuk pembangunan industri pengolahan.

“Bahkan ditentukan dengan jelas di kabupaten Konawe misalnya ada pembangunan smelter karena bahan baku yang tersedia adalah Nikel, di kabupaten Luwuk timur misalnya ditentukan karena bahan bakunya nikel, di Halmahera ditentukan smelter pengolahan untuk nikel karena bahan bakunya ada nikel dan seterusnya. Kalau kita potret data BPS kuartal pertama tahun ini, Papua, Papua Barat, Maluku, Maluku Utara, Sulawesi itu sudah tumbuh positif," ulasnya.

Ekonominya di kuartal pertama, kata Kamarussamad mengapa demikian? Karena ada dua faktor. Pertama industri pengolahan di sana dan kedua perdagangan otomatis deman sidenya terbuka maka mau tidak mau suplay side juga ikut terangkat, itu yang kemudian tumbuh positif di kuartal pertama ini.

“Harusnya sektor penerimaan perpajakan, datanya sudah jelas, paradigma pengalaman dalam realisasi penerimaan berasal dari tiga sektor, yang perlu ditingkatkan adalah penerimaan di sektor jasa keuangan,” tegasnya.

Samad menambahkan jika  lihat transaksi hari ini, selama covid di bursa efek Indonesia itu sudah kembali normal di atas 10 triliun per day, hanya turun sedikit beberapa waktu di awal tahun 2020, setelah itu normal kembali. Artinya industri keuangan kita tidak begitu terpengaruh, dengan keadaan covid ini.

"Jadi saudara-saudara sekalian, kalaupun nanti pemerintah, tanpa bermaksud ber andai-andai, ingin mengajukan kemudian pajak sembako kita akan tanya, PMK 116 tahun 2017, di saat ekonomi kita tumbuh positif, sektor riil bekerja, bergerak,  pengangguran relatif terkendali,  kemiskinan terkontrol, kita jelas mengatakan kebutuhan yang menjadi sangat diperlukan masyarakat tidak dikenakan pajak  itu ada di PMK nomor 116 2017," paparnya.

Kalau kemudian itu mau diatur di tingkat undang-undang, maka kata Kamarussamad  harus melihat lagi kondisi ekonomi,  tapi melihat rasa keadilan masyarakat yang sekarang ini dan kita lihat konsumsi rumah tangga, salah satu komponen terbesar dalam sumbangan PDB, maka tidak sepatutnya pajak-pajak sembako itu dikenakan di tengah ekonomi, di tengah kelesuan, di tengah demanside belum terbuka.

"Pajak pendidikan, dalam rasio penerimaan pajak pendidikan berdasarkan sektor di lima tahun terakhir ini,  itu tidak pernah diatas 1%,  itu artinya tidak signifikan,  sumber penerimaan negara dari sektor itu. Jadi tidak sepatutnya dijadikan objek baru yang profesor Eni tadi sampaikan. Postulat berpikir, perluasan objek pajak dan postulat berpikir perubahan struktur tarif, ini  yang harus kita jaga bersama, supaya jangan sampai mencederai rasa keadilan masyarakat,” pungkasnya.