Dahulukan Pasien COVID-19 Bergejala Berat dan Sedang untuk Dirawat di Rumah Sakit

FAZ • Friday, 25 Jun 2021 - 19:24 WIB

Jakarta - Tren peningkatan kasus COVID-19 dalam beberapa minggu terakhir juga meningkatkan keterisian tempat tidur rumah sakit di berbagai daerah. Karena itu, Koordinator Tim Pakar dan Juru Bicara Satgas Penanganan COVID-19 Prof. Wiku Adisasmito mengungkapkan perlunya manajemen yang baik terkait distribusi pasien COVID-19 yang tepat berdasarkan gejala sehingga keterisian tempat tidur di rumah sakit dapat terkendali. 

“Tidak semua pasien COVID-19 harus ke rumah sakit untuk mendapat penanganan lanjut. Pasien dengan gejala berat dan sedang yang berhak didahulukan untuk mendapatkan penanganan, baik isolasi maupun perawatan intensif di rumah sakit”ungkap Wiku.  

Menurut data global dari WHO, mayoritas pasien COVID-19 di dunia bergejala ringan hingga sedang dengan persentase sama, masing-masing 40 persen. Karena itu, kesuksesan dalam manajemen pelayanan kesehatan yang baik ini bukan hanya terkait dengan masalah operasional rumah sakit. Namun juga terkait dengan peran besar masyarakat serta fasilitas kesehatan di tingkat komunitas. 

Lebih lanjut, Satgas menjelaskan sebaiknya isolasi dilakukan terpusat di lokasi-lokasi yang layak agar pelaksanaannya terpantau dengan baik. Pemerintah daerah melalui dinas kesehatan setempat bertanggung jawab menyediakan fasilitas isolasi terpusat.

Fasilitas yang disediakan pun harus layak dan menarik minat masyarakat memanfaatkan fasilitas yang disediakan.   Satgas memahami kemampuan setiap daerah yang berbeda. Karena itu, masyarakat yang masih kekurangan fasilitas isolasi terpusat dapat ikut serta membantu upaya pengendalian COVID-19  secara  berjenjang  dengan  berinisiatif  melakukan  isolasi  mandiri  baik  di  rumah, tempat  kos,  hotel,  atau  apartemen.  

“Pemerintah  mendukung  upaya  ini  dengan  catatan  masyarakat  berkomitmen  menjalankan prosedur  isolasi  mandiri  dengan  baik  di  bawah  pengawasan  puskesmas  yang  merupakan bagian  dari  posko,”ujar  Wiku.  

Satgas  kembali  menekankan  bahwa  isolasi  mandiri  berbeda  dengan  karantina  mandiri. Karantina  dilakukan  oleh  mereka  yang  sehat  atau  tidak  memiliki  gejala  namun  memiliki  kontak erat  dengan  kasus  positif  atau  baru  saja  melakukan  aktivitas  berisiko  tinggi.

Sedangkan  isolasi harus dilakukan  mereka  yang  sudah  jelas  menunjukkan  gejala  serupa COVID-19  maupun orang positif  COVID-19  berdasarkan  hasil  diagnostik.  

Bagi  masyarakat  yang  memutuskan  melakukan  isolasi  mandiri  maka  harus  melakukan persiapan  dan  mengikuti  prosedur  sesuai  dengan  pedoman  yang  dianjurkan  seperti  yang  telah berstandar  nasional  dan  mengacu  kepada  WHO. 

Ada  beberapa  hal  yang  harus  dilakukan mereka  yang  positif  selama  isolasi  mandiri  seperti  istirahat  cukup,  konsumsi  multivitamin,  dan berolahraga.  

Selain  itu,  untuk  meminimalisir  penularan  kepada  anggota  keluarga  lain,  pastikan  terdapat ruangan  terpisah  antara  individu  yang  melakukan  isolasi  dengan  penghuni  lainnya  sehingga dapat  mengurangi  peluang  penularan.  Penting  juga  segera  menghubungi  tenaga kesehatan  jika terjadi  gejala  memburuk.  

Terakhir,  Satgas    mengingatkan  agar  masyarakat  tidak  panik  dan  tidak  buru-buru  ke  rumah sakit  bila  mendapati  hasil  tes  PCR  yang  mereka  lakukan  positif.  Maksimalkan  dahulu  sumber daya masyarakat  dengan  upaya preventif  optimal  melalui  posko.  

“Bila  rasio  tenaga  kesehatan  untuk  mengawasi  jumlah  masyarakat  yang  melakukan  isolasi mandiri  secara  terpusat  belum  mencukupi,  maka  relawan  kesehatan  harus  ditambah  untuk memastikan  pelayanan  yang  prima.  Tindakan  bijak  kolektif  ini  dapat  membantu  mengurangi beban  fasilitas  kesehatan  sekaligus  tenaga  kesehatan  yang  senantiasa  mencurahkan tenaganya untuk  menyelamatkan  banyak nyawa,”ujar  Wiku.