Isti Hidayati Raih Disertasi PhD Terbaik dari University of Groningen, Belanda

ANP • Sunday, 4 Jul 2021 - 09:22 WIB

JAKARTA — Disertasi Isti Hidayati yang berjudul ‘Understanding mobility inequality: A socio-spatial approach to analyse transport and land use in Southeast Asian metropolitan cities’ dinobatkan oleh Universitas Groningen sebagai penghargaan disertasi terbaik tahun 2020. Alumni UGM itu pun berhak mendapatkan hadiah sebesar € 7.500.

Penghargaan tersebut diberikan pada acara Summer Ceremony yang digelar Kamis (1/7/2021). Tujuan penyelenggaraan acara ini untuk memberikan transisi yang mulus dari ‘mahasiswa internasional’ menjadi alumni internasional.

Setiap tahunnya, lebih dari 1.000 mahasiswa internasional lulus dari Universitas Groningen. Karena itu, Upacara Musim Panas diselenggarakan sebagai acara perpisahan kepada semua siswa internasional yang lulus.

Pada acara ini selain diperkenalkan Duta Alumni Internasional juga disorot mengenai pentingnya menjadi alumni, dan mendorong alumni internasional untuk tetap berhubungan dengan almamater. Beberapa alumni berprestasi juga mendapatkan penghargaan pada acara ini.

Selain dinobatkan sebagai “disertasi terbaik”, Isti Hidayati juga menerima Wierenga-Rengerink Prize yang penyerahannya disiarkan secara langsung melalui kanal YouTube University of Groningen, malam ini.

Wierenga-Rengerink Prize mulai diberikan sejak tahun 2015 kepada mahasiswa PhD yang menurut juri telah menulis disertasi terbaik versi University of Groningen, Belanda.

Setiap fakultas menominasikan satu calon, memilih dari disertasi yang telah diberikan penghargaan cum laude oleh fakultas tersebut dan melalui proses seleksi ini, juri yang terdiri dari rektor dan mantan rektor University of Groningen, memilih pemenang akhir.

Keluarga Wierenga-Rengerink menyediakan hadiah berupa uang tunai melalui Ubbo Emmius Fund. Hadiah ini dapat digunakan untuk pengembangan pendidikan lanjutan.

Sebelumnya, penghargaan diberikan kepada Namkje Koudenburg (2014), Hanna van Loo (2015), Nigel Hamilton dan Jordi van Gestel (2016), Alain Dekker (2017), Michael Lerch (2018) dan Arpi Karapetian (2019).


Terinspirasi dari keprihatinan melihat kondisi transportasi
Sejak kuliah S1 di Universitas Gadjah Mada, dan juga saat kuliah S2 di Universität Stuttgart, Jerman, Isti sudah tertarik pada isu transportasi dan kesetaraan. Isti prihatin melihat kondisi transportasi di Indonesia yang semakin bergantung pada kendaraan pribadi, apalagi di Jogja.

“Saya bandingkan ketika saya masih sekolah, saya banyak menggunakan transportasi umum. Saat ini, banyak siswa yang memilih diantar menggunakan kendaraan pribadi, menggunakan ojek online, fasilitas antar-jemput, atau membawa kendaraan sendiri,” tuturnya.

Ia merasa pengalaman naik angkutan umum itu menarik, bisa bertemu banyak orang dan melihat aktivitas orang lain. Kalau lagi suntuk, bisa bertemu simbah-simbah yang selesai jualan di angkot dan bercerita bagaimana hasil jualan hari ini, itu sesuatu yang membuatnya senang.

Di sisi lain, ia juga pernah mengalami racism ketika travelling di luar negeri (karena ia berkerudung), yang ia pikir itu tidak adil. Ia membayangkan ada banyak orang yang juga mengalami racism dan pengalaman tersebut dapat menghalangi mereka bepergian.

“Di sini saya tertarik untuk lebih mendalami tentang pengalaman ketika melakukan perjalanan dan bahwa masing-masing individu tentunya punya pengalaman yang berbeda-beda,” lanjutnya.

Pada Desember 2020, Isti menyelesaikan sidang disertasi dengan predikat cum laude. Ia menulis disertasinya di bawah bimbingan promotor Prof. Claudia Yamu dan Prof. Ronald Holzacker serta supervisor Dr. Wendy Tan.

Isti berhasil mendapatkan gelar PhD dengan masa studi yang terhitung relatif cepat (1 Februari 2017 – 10 Desember 2020). Menurut Isti, ini dikarenakan supervisor dan promotor bisa bekerja secara paralel.


“Jadi, semisal saya bekerja dengan Wendy di paper A, pada saat yang sama saya juga menulis paper B dengan Claudia, sehingga kami bisa publish paper secara efisien, tidak menunggu paper A selesai baru lanjut ke paper B,” terangnya.

Dalam disertasinya, Isti menawarkan wawasan spasial sosial tentang ketimpangan mobilitas melalui studi kasus empiris di Jakarta dan Kuala Lumpur, sebagai contoh tipikal kota-kota besar di Asia Tenggara.

Kesimpulan yang ditarik adalah bahwa perbedaan kemampuan dalam melakukan mobilitas (mobility inequality) memberi pengaruh negatif bagi masyarakat marginal (umumnya perempuan, masyarakat berpenghasilan rendah, mereka dengan disabilitas).

Perbedaan kemampuan tersebut dipengaruhi oleh ruang terbangun, misalnya konfigurasi jalan, fungsi dan bentuk bangunan, dan praktik sosial, misalnya ketergantungan pada kendaraan pribadi.

“Sukanya saat melakukan penelitian ini adalah bertemu banyak orang yang membantu dan memiliki interest yang sama dengan saya, bisa belajar hal baru, misal jadi tahu gang-gang kecil di Jakarta dan Kuala Lumpur, tahu tempat jajanan enak, dan dapat pengalaman travelling.

Dukanya tentu saja stres ketika mengumpulkan data, misalnya data lupa tidak di-save, seharian tidak dapat responden, sudah jalan seharian tapi ternyata tidak terekam, dan pressure ketika menulis, misalnya seharian stuck, dapat kritikan pedas dari reviewer yang kadang bikin down.

Isti menambahkan dukungan dari supervisor dan teman-teman Universitas Groningen, juga dari perkumpulan pelajar Indonesia, serta keprofesionalitasan LPDP yang tidak pernah telat memberi uang beasiswa, ikut membantunya mengurangi stress, sehingga bisa mencapai prestasi ini.  

Dalam siaran persnya, Direktur Nuffic Neso Indonesia, Peter van Tuijl, mengucapkan selamat atas prestasi yang diraih oleh Isti Hidayati. Peter berharap semoga prestasi anak bangsa ini bisa menambah motivasi para pelajar Indonesia lainnya dalam bersaing di kancah internasional. (ANP)