Arahan KSP Moeldoko Bina Petani Garam Dipuji Aktivis Pemuda

ANP • Sunday, 11 Jul 2021 - 14:52 WIB

JAKARTA - Pembinaan kepada para petani garam tradisional untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas produk, mencerminkan tanggung jawab pemerintah di tengah masih besarnya ketergantungan Indonesia terhadap garam impor.  Di luar semua itu, pemerintah sudah saatnya mendorong dan mengawal pemberdayaan petani garam untuk lebih terbuka terhadap teknologi yang pada saatnya memungkinkan tercapainya swa sembada garam. 

Pernyataan tersebut disampaikan Ketua Dewan Pimpinan Pusat Komite Nasional Pemuda Indonesia (DPP KNPI), Varhan Abdul Azis, merespons dan mengapresiasi dorongan Kepala Staf Presiden Moeldoko, yang meminta pemerintah memastikan berjalannya pembinaan petani garam di daerah-daerah untuk memaksimalkan produksi garam rakyat. KSP Moeldoko dalam usulannya menyatakan keyakinan bahwa bila pembinaan tersebut dilakukan secara terarah dan berkesinambungan, pada saatnya Indonesia akan mampu menekan kebutuhan impor komoditas garam.

Dalam pernyataan yang dikirimkan melalui rilis pers tersebut, Varhan menegaskan, ide Moeldoko itu pasti datang dari jiwa seorang patriot yang sudah lama tersiksa melihat kenyataan ironis yang ada di depan mata. Bagaimana tidak, kata Varhan, Indonesia sebagai negara maritim yang memiliki luas laut 3,3 juta km2, dan garis pantai sekitar 100 ribu km, Indonesia masih saja termasuk pengimpor garam. 

“Dengan jumlah penduduk 276 juta jiwa dan tingkat pengangguran yang cukup tinggi, seharusnya ada arahan kuat dari pemerintah agar ada penambahan tenaga kerja ke sektor-sektor tertentu, terutama sector yang memiliki tingkat ketergantungan tinggi terhadap produk negara lain,” kata Varhan.  Komoditas garam termasuk dalam kriteria tersebut.  

Varhan juga mengutip tingginya kebutuhan garam yang dialami Indonesia. Data Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), kebutuhan garam nasional mencapai 4,6 juta ton per tahun. Kebutuhan itu tidak cukup dipasok produksi garam petani yang hanya sekitar 1,5 juta ton per tahun. Pada 2019 misalnya, total produksi garam nasional hanya mencatat 2,09 juta ton, yang terdiri dari 1,743 juta ton garam produksi rakyat dan 346,24 ton produksi PT Garam. Dengan produksi dalam negeri seperti itu, wajar bila tahun itu angka impor garam Indonesia bisa mencapai sekitar 3 juta ton. Angka alokasi impor garam 2020, misalnya, berada pada angka tersebut. 

“Jumlah itu meningkat dari impor garam 2017 yang mencapai 2,55 juta ton, dan pada 2018 yang mencapai 2,39 juta ton. Indonesia pun tidak hanya mengimpor garam industry sebagaimana yang selalu digembar-gemborkan, melainkan berbagai macam jenis garam, mulai dari garam meja (halus), rock salts, hingga garam dengan kadar NaCl yang tinggi,” kata Varhan.

Berkenaan dengan usulan KSP Moeldoko, bagi Varhan hal tersebut bisa menjadi momentum yang kuat untuk memperbarui kembali niat Indonesia untuk mencapai swa-sembada garam. 

“Momentumnya dapat, tinggal konsistensi dan keseriusan kita. Itu bisa diawali dengan pembinaan terhadap petani garam, sebagaimana diusulkan oleh KSP Doktor Moeldoko,” kata Varhan. 

Dalam pembinaan tersebut Varhan menekankan fokus untuk melakukan dua hal. Pertama melakukan inovasi pada teknologi produksi garam. Sebagaimana telah menjadi rahasia umum, produksi garam rakyat Indonesia umumnya masih dilakukan dengan cara-cara tradisional, yakni dengan penyinaran melalui sinar matahari (solar evaporation). Dengan singkatnya masa musim kemarau yang kadang hanya sekitar 3-4 bulan, cara tersebut tentu kurang efektif. Misalnya dibanding Australia, atau bahkan India yang mengalami masa kemarau jauh lebih panjang. Sudah begitu, para eksportir garam itu pun sudah lama tak lagi tergantung pada matahari karena sudah menggunakan teknologi yang menggantikan hal itu. 

“Saya bersyukur, Pak Moeldoko sudah menekankan pentingnya pembangunan washing plant (fasilitas pencucian garam) untuk industri-industri pengimpor garam,” kata Varhan. 

Washing plant adalah serangkaian mesin yang digunakan untuk mencuci dan memurnikan garam. Teknologi itu diperlukan untuk meningkatkan kualitas garam rakyat guna memenuhi kebutuhan industry yang terus meningkat. 

Bila dorongan untuk melakukan perubahan cara produksi dengan lebih baik, melalui peningkatan teknologi, Varhan berharap produktivitas per hectare tambak garam akan jauh di atas 90 ton sebagaimana saat ini.

“Mungkin berat untuk mencapai produktivitas 350 ton per hectare seperti Australia, tapi masak produktivitas kita bahkan masih jauh dari setengahnya,” kata Varhan. 

Sisi kedua, kata Varhan, adalah meningkatkan produksi via pengerahan tenaga kerja ke sector tersebut. Varhan menunjuk data bahwa selama ini terus terjadi penyusutan lahan tambak garam. Selama 2005-2019, data menunjukkan bahwa lahan tambak garam yang awalnya mencapai 33.625 ha, kini tinggal 27.048 ha. Dalam kurun waktu 14 tahun lahan garam telah menyusut 6.577 ha atau sekitar 20 persen! 

“Jadi ada program khusus untuk memakai tenaga kerja menganggur karena pandemi dan turunnya ekonomi, ke sector ini,” kata dia. Dengan bertambahnya angkatan kerja di sector tersebut, ia berharap akan ada kenaikan lahan tambak garam secara alamiah. 

Menurut Varhan, tenaga kerja di sector ini masih jarang, yakni hanya sekitar 20 ribu orang. Pengerahan tenaga kerja ke sector yang masih sangat menjanjikan itu akan mengurangi persoalan pengangguran secara signifikan. 

Yang paling penting, menurut Varhan, saat ini pemerintah telah menunjukkan kepedulian yang tinggi untuk mengatasi persoalan impor garam yang menahun tersebut. 

“Makanya saya katakan, usulan Pak Moeldoko untuk membina petani garam sebagai salah satu cara pengendalian impor, itu tak akan mungkin keluar tanpa ada jiwa patriot dalam dada beliau,” kata dia. (ANP)