Peringatan Hari Anak Nasional, HNW: Jangan Hanya Seremonial, Kuatkan Keberpihakan pada Anak

MUS • Saturday, 24 Jul 2021 - 09:37 WIB

Jakarta - Anggota DPR-RI Komisi VIII sekaligus Wakil Ketua MPR-RI Hidayat Nur Wahid turut memperingati Hari Anak Nasional pada 23 Juli dan mengingatkan agar peringatannya tidak hanya seremonial, tapi agar Negara dan Pemerintahan Presiden Joko Widodo meningkatkan keberpihakan pada anak Indonesia.

Diantaranya, lanjut Hidayat, melalui penguatan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), baik status dan kewenangan agar setara dengan Kementerian lain seperti Kementerian Pemuda dan Olahraga, juga dengan menambahkan anggaran untuk KemenPPPA.

HNW mengaku prihatin atas minimnya kewenangan dan anggaran yang diterima oleh KemenPPPA, di tengah banyaknya masalah yang menimpa anak Indonesia, baik sebelum pandemi maupun di masa pandemi covid-19.

“Pada RAPBN 2022 misalnya, KemenPPPA hanya menerima pagu indikatif sebesar Rp 252 Miliar, konsisten mengalami penurunan dari anggaran tahun 2021 sebesar Rp 264,9 Miliar dan tahun 2020 sebesar Rp 273 Miliar. Dari peta anggaran yang terus berkurang ini saja menandakan belum adanya keseriusan berpihak kepada nasib Anak-anak Indonesia. Peningkatan keberpihakan kepada anak itu sangat penting, karena kondisi Anak-anak Indonesia yang adalah generasi penerus kehidupan Bangsa sangatlah memprihatinkan,” urai pria yang akrab disapa HNW.

Apalagi, kata HNW, dimasa pandemi covid-19 dimana anak Indonesia dilaporkan menjadi korban besar, baik secara tak langsung karena terdampaknya orang tua mereka oleh covid-19, maupun secara langsung, yang menurut laporan IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia) tingkat kematian anak-anak di Indonesia akibat covid-19 pernah menduduki rangking tertinggi di dunia.

“Kita peringati Hari Anak Nasional 2021 dengan mendorong Pemerintah agar lebih konkret berpihak kepada Anak-anak Indonesia, dan lebih berempati dalam merespons permasalahan yang menimpa anak di Indonesia, apalagi di tengah wabah covid-19. Untuk itu Pemerintah antara lain meningkatkan status, kewenangan, dan anggaran untuk Kementerian yang secara khusus diadakan untuk Anak-anak yaitu Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA). Jangan malah terus-terusan dipangkas yang membuat kewenangannya tak efektif bisa dilaksanakan, dan perlindungan terhadap perbaikan kondisi Anak Indonesia juga tak bisa diwujudkan,” disampaikan Hidayat dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (23/07).

Wakil Ketua Majelis Syura PKS ini menjelaskan, setidaknya ada enam masalah yang dialami anak-anak di Indonesia. Berdasarkan Profil Anak Indonesia tahun 2020, 11,77% anak hidup di bawah garis kemiskinan, 14% anak belum memiliki akta kelahiran, rata-rata lama sekolah anak masih di bawah 9 tahun, angka stunting sebesar 27,67%, 4,82% anak tidak tinggal dengan orang tuanya, dan angka partisipasi kasar PAUD yang sangat rendah di angka 41,8%.

“Indeks Perlindungan Anak Indonesia juga rendah di angka 66,26 dari 100, menandakan masih sangat banyak anak yang tidak terlindungi dari berbagai bentuk kekerasan. Angka prevalensi kekerasan pada anak juga tinggi mencapai 61%, artinya 6 dari 10 anak di Indonesia pernah mengalami kekerasan, di mana kekerasan terbanyak adalah kekerasan seksual,” pungkasnya.

Selain ancaman tersebut, HNW menambahkan, anak-anak Indonesia juga rentan tertular covid-19, dimana 1 dari 8 kasus konfirmasi Covid-19 terjadi pada anak-anak, dengan tingkat kematian mencapai 3% – 5%.

“Oleh karena itu perlu keberpihakan serius dari Pemerintah antara lain melalui Penguatan kewenangan, peran dan anggaran bagi KemenPPPA, dan peningkatan jenis dan cakupan program untuk mengatasi berbagai persoalan pada anak tersebut,” ujarnya.

Sayangnya, Politisi yang akrab disapa HNW ini menjelaskan, capaian program untuk anak di Indonesia masih belum maksimal. Misalnya, Kabupaten/Kota Layak Anak di Indonesia baru berjumlah 247 atau sebesar 48% dari seluruh Kab/Kota, itu pun sebagian besar baru berada di level terbawah dalam kategori layak anak.

Dalam memerangi kekerasan anak, Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) baru menjangkau 29 provinsi dan 124 Kabupaten/Kota. UPTD PPA di Kab/Kota yang telah terbentuk pun mengalami keterbatasan dalam hal SDM Profesional serta sarana dan prasarana.

Anggaran Pemenuhan Hak Anak, Perlindungan Khusus Anak, dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia yang hanya sebesar Rp 60 Miliar setahun tentu tidak akan cukup untuk meningkatkan secara agresif cakupan program-program tersebut.

“Oleh karena itu, sudah sejak lama, saya sampaikan usulan dalam Raker antara Komisi VIII DPR dengan Menteri PPPA, untuk meningkatkan status, kewenangan dan anggaran bagi KemenPPPA. Sebagaimana kembali kami sangat mendukung usulan KemenPPPA yang juga sudah disampaikan ke Komisi VIII DPR-RI (3/6/2021) terkait tambahan anggaran sebesar Rp 24 Miliar dan DAK Non Fisik sebesar Rp 128,2 Miliar dalam rangka semakin meningkatkan perlindungan terhadap anak-anak di Indonesia. Tapi sayangnya, kenaikan anggaran yang belum memadai untuk menyelesaikan permasalahan Anak Indonesia itupun belum juga disetujui oleh Pemerintah.

Semoga momentum peringatan Hari Anak Nasional tahun ini, dengan memahami banyaknya masalah yang mendera Anak-anak Indonesia seperti disebut di atas, bisa mendorong Presiden dan Menteri Keuangan untuk mewujudkan keberpihakan yang kongkret dengan dukungan mewujudkan usulan penguatan kewenangan dan anggaran untuk KemenPPPA tersebut,” pungkasnya.