Tudingan ICW Sudutkan KSP Moeldoko Potensial Pecah Belah Bangsa

ANP • Sunday, 25 Jul 2021 - 13:05 WIB

JAKARTA - Menuduh seorang pejabat pemerintah yang tengah berjuang memberantas pandemi COVID-19 sebagai mencari keuntungan dan rente ekonomi,  tidak hanya mungkin membuat semangat pengabdian (altruism) masyarakat ikut ambruk. Lebih jauh, dalam kondisi kesedihan dan tragedy kemanusiaan saat ini, hal tersebut potensial memecah belah bangsa. 

Kedua hal tersebut menjadi bagian penting menurut pernyataan
Mujiono Koesnandar, Ketua BEM Universitas Muhammadiyah Jakarta yang kami terima hari ini. 

Menurut Mujiono, tuduhan ICW tersebut di tengah kondisi buruk pandemi COVID saat ini, bahkan sukar diterima akal sehat alias common sense masyarakat normal. 

“Apakah para bapak terhormat yang duduk di pimpinan ICW itu tak memikirkan ulang dampak tuduhan yang sangat mungkin membuat semangat para relawan pemberantasan COVID-19 serta pihak-pihak yang membaktikan diri dalam pemberasan pandemi menjadi ciut bahkan ambruk?,” kata Mujiono. Saya kira di situlah justru kita melihat kearifan seseorang atau pihak-pihak di masyarakat saat ini. Semakin sebuah pernyataan atau aksi dilakukan tanpa memikirkan dampak sampingannya, semakin gampang kita melihat kematangan dan kedewasaan seseorang di masyarakat.

Bila dipikirkan lebih jauh, kata Mujiono, persoalan bisa melebar dan berkembang liar manakala kita kita sadar bahwa sebuah fakta persoalan selalu akan dihadapi dengan dualism pro-kontra dalam masyarakat. Pada sisi itulah, kata dia, aka nada yang pro dengan serangan dan tuduhan ICW, sementara di sisi lain tidak mungkin pula tak ada yang mendukung Moeldoko, terutama pada sisi altruismenya memberantas pandemi COVID-19. 

“Dalam kondisi saat ini, sebagian besar orang akan lebih mungkin berbaik sangka kepada Moeldoko, dibanding harus berpikir negatif yang akan menghalangi niat Moeldoko berbuat baik. Apalagi faktanya sampai saat ini Moeldoko tak pernah menyebutkan merk dagang obat produksi PT Harsen yang dituduhkan itu. Yang disebutkan Moeldoko selalu nama genetic obat yang ternyata juga diproduksi BUMN obat, yakni PT Indofarma," kata Mujiono

Dari peluang terbelahnya warga bangsa antara kelompok pro dan kontra tersebut, kata Mujiono, sangat sulit dipahami bahwa para petinggi ICW tak mampu meneropong hal mudah itu ke depan. “Kecuali memang justru ada tendensi untuk memecah belah,” kata dia. 

Menurut dia, jika saja ada sedikit empati, orang-orang ICW pasti akan mendukung apa yang selama ini dilakukan Moeldoko dalam upaya memberantas pandemi COVID. Sebagaimana luas diberitakan media-media massa arus utama, Moeldoko rutin mengirimkan ribuan tablet ke berbagai daerah yang tengah mengalami lonjakan kasus COVID, seperti Kudus dan Semarang. Untuk itu Moeldoko menggunakan jalur HKTI yang diketuainya. Hasilnya, justru banyak di antara mereka yang terpapar COVID-19, kemudian sembuh dan bisa kembali beraktivitas normal. 

Sebagai aktivis mahasiswa, Mujiono juga mempertanyakan keberpihakan ICW terhadap kesengsaraan yang melilit rakyat banyak akibat pandemi COVID-19. Sudah menjadi rahasia umum bahwa semua orang di hampir semua sector usaha, secara ekonomi terdampak COVID. Rakyat kecil, para buruh harian, pedagang kaki lima, terutama mereka yang tidak hidup dari gaji bulanan, benar-benar terdampak dan hidup susah. 

“Bila tidak, mengapa mereka sampai minta agar PPKM yang jelas-jelas membantu pemberantasan pandemi dibatalkan? Itu karena secara ekonomi rakyat sudah terjepit. Kok ini sepertinya ICW maunya pandemi terus berlangsung dan memberatkan kehidupan rakyat?” kata dia. 

Di akhir pernyataannya Mujiono meminta agar kalangan ICW banyak-banyak membaca kisah-kisah sufi agar hati mereka lebih lembut, gampang berempati dan mendapatkan kehalusan hati manusiawi. 

“Cobalah banyak merenung, tafakur dan banyak baca kisah para sufi. Dalam khazanah sufi ada Sa’di Ghulistan yang bahkan mempertanyakan seseorang yang abai terhadap kesedihan sesama manusia,” kata Mujiono. 

Dalam khazanah sufisme, Sadi Ghulistan memang mempertanyakan hakikat kemanusiaan mereka yang mengabaikan kesusahan orang-orang di sekelilingnya.  “Jika kau tak peduli terhadap penderitaan sesama,” kata Sadi dalam tulisannya yang masyhur.

“Kau layak dipertanyakan sebagai manusia.” pungkas Mujiono. (ANP)