Lambatnya Penanganan Isolasi Mandiri di Rumah, Shelter di Kelurahan jadi Solusi

MUS • Thursday, 29 Jul 2021 - 19:52 WIB

Jakarta – Tingginya angka BOR di sejumlah rumah sakit Indonesia membuat para pasien yang memiliki gejala ringan dan sedang harus melakukan isolasi mandiri (isoman). Kurangnya pemantauan dari dinas kesehatan dan lambatnya penanganan, menyebabkan banyak pasien meninggal dunia saat menjalani isoman di rumah. 

Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki kenaikan kasus terkonfirmasi positif secara signifikan. Relawan Satgas Covid-19 Kulon Progo, Markus Eko Widodo menyebutkan terdapat sekitar 300 sampai 400 pasien dan 230 diantaranya melakukan isolasi mandiri di rumah masing-masing.

“Disini tidak ada shelter terpadu, secara geografis juga jauh dari rumah sakit. Banyak yang melakukan isoman karena kelurahan tidak mengayomi untuk membentuk shelter,” ungkap Markus Eko Widodo, pada Trijaya Hot Topic Petang, Kamis (29/07/2021)

Ketua Bidang Komunikasi Publik Satgas Covid-19, Hery Trianto menyampaikan, perlu ada peran penting dari perangkat pemerintahan terkecil untuk memantau atau memastikan keadaan pasien isolasi mandiri. 

“Pentingnya peran komunikasi terkecil untuk memantau pasien isoman dan memastikan keadaan mereka, mengingat virus varian baru sangat cepat membuat keadaan pasien makin memburuk. Begitu melihat pasien sudah kritis baru dipaksa dirawat,” kata Hery.

Hery menyarankan untuk melakukan sosialisasi bahaya Covid-19 kepada masyarakat desa yang menyangkal adanya pandemi Covid-19 serta memperkental gotong royong antar warga untuk membantu membuat shelter dan keluarga yang terdampak Covid-19. 

Supriyanto, koordinator Shelter Covid-19 Kelurahaan Sumbermulyo, Bantul DIY menambahkan perlu kesinambungan dan kesepahaman dari tingkat paling bawah dan masyarakat, untuk sama-sama melawan covid-19. Dengan modal itu, desa Sumbermulyo telah berhasil membentuk shelter di setiap pedukuhan dari dana swadaya masyarakat. Kini di tiap pedukuhan telah berdiri 2 hingga 6 shelter isoman. (Ann)