Semakin Pudar, Musik Tradisi Nusantara Mendesak untuk Penguatan

AKM • Sunday, 29 Aug 2021 - 13:57 WIB

Jakarta - Seiring berjalannya waktu dan perkembangan alat musik modern membuat musik tradisi nusantara terus mengalami penurunan peminat  di masyarakat. Musisi Gilang Ramadham mengungkapkan ekspresi kesedihan mengenai kondisi instrumen musik tradisional Indonesia, yang beberapa diantaranya sudah punah. 

“Ini sangat mengkhawatirkan akan banyak anak -anak Indonesia yang tidak lagi dapat memainkan alat music seperti,Gamelan, Sasando, Kompang, Genggong, Panting, Saluang, Tifa, Kolintang, Tehyan, Rapa'i pase, Kendang dan memainkan Angklung juga Kacapi,” ujarnya dalam kegiatan Pra Kongres Pembentukan Lembaga Manajemen Kolektif Musik Tradisi Nusantara, Jumat (27/8/2021).

Gilang mengatakan jika permasalahan ini tidak ada solusi, maka satu generasl berikutnya Nasib alat music tradisional hanya tinggal sebuah nama.

“Tidak akan bisa berbicara musik tradisional Indonesia tanpa alat musiknya. Sejatinya Alat music tradisonal masih dibutuhkan untuk selalu ada dan diperjualbelikan secara umum dengan lebih optimal lagi tentu saja dengan tujuan pelestarian dan menaikan taraf hidup bagi pembuatnya,” tegasnya.

Gilang meminta harus ada sebuah gerakan untuk memperkenalkan alat music tradisional ke seluruh anak Indonesia bahkan kepada dunia. 

Gilang memgjarapkan melalui LMK Musik Tradisi Nusantara dapat menjadi solusi dari segara aspek dan akan dapat membuat produksi alat music tradisional lebih terjaga kesinambungannya. 

“Musik Tradisional merupakan kekayaan budaya dan identitas bangsa Indonesia sehingga Musik Tradisional dan alat musiknya menjadi sebuah warisan turun temurun yang wajib untuk dilestarikan,” pungkasnya.

Hal senada diungkapkan Budayawan dan Seniman Sumatera Barat  Edy Utama. Edi menyatakan musik tradisi Nusantara sudah sangat mendesak untuk diberikan penguatan dan upaya memajukannya sebagai bagian dari integral dari kebudayaan bangsa.

Edy mengaku sejak awal tahun 1980-an senang mendengar pertunjukan- pertunjukan musik tradisi di pelosok Minangkabau, seperti saluang dendang, dikie rebana, rebab, indang, gendang tambua, talempong, sijobang, dendang dalam pertunjukan randai dan berbagai jenis musik tradisi lainnya yang hidup dalam masyarakat Minangkabau.

“Saya  sering memprakarsai sejumlah even seperti alek nagari (pesta rakyat), dan menjadi inisiator dan kurator untuk dua festival musik, yaitu Sawahlunto International Musik Festival-SIMFes (2010- 2016), dan Padang Indian Ocean Music Festival-PIOMFest (2017-sekarang). Namun sejak 2020 terhenti karena pandemi Covid-19,”  ujarnya

Menurut Edy, meski banyak lagu-lagu musik tradisi Minangkabau yang diadopsi tetapi karakternya sudah jauh berbeda. Muncullah istilah talempong goyang, saluang dangdut dan lain sebagainya.

“Untuk menemukan pertunjukan musik tradisi Minangkabau yang sesuai dengan pakem dipakai seniman tradisi, kadang-kadang kita harus masuk lebih jauh lagi ke pelosok, dan itu bisa menghabiskan waktu berjam- jam,” lanjutnya.

Disisi lain, Direktur Paten, DTLST, dan Rahasia Dagang Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Dede Mia Yusanti mengungkapkan Alat musik tradisional dapat dilindungi kekayaan intelektualnya melalui paten.

“Apabila merujuk pada Pasal 4 dan 9 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten (UU Paten) maka alat musik dapat dilindungi melalui paten,” ungkapnya.

Dede menjelaskan bahwa untuk mendapatkan paten, ada tiga (3) persyaratan utama yang harus dipenuhi yaitu, Pertama, syaratnya harus baru. Kedua, memiliki langkah inventif. Ketiga, dapat diterapkan di dalam industri.

“Artinya, yang didaftarkan itu harus sesuatu yang belum ada sebelumnya, walaupun perbedaannya sedikit, tetapi dia harus berbeda dengan yang sudah ada,” kata Dede.

Menurut Dese alat tersebut jiga harus punya kelebihan. Yang namanya paten itu mencoba untuk memecahkan permasalahan di bidang teknologi. 

“Misalnya perubahan yang kita buat dari alat musik tradisional itu jadi lebih bagus atau lebih baik, lebih nyaring suaranya.” pungkasnya.