Polemik Regulasi EBT, Akademisi Ingatkan Terpenuhinya Keekonomian pada Target Bauran Energi

FAZ • Saturday, 4 Sep 2021 - 14:05 WIB

Jakarta - Narasi terkait target peningkatan bauran energi baru terbarukan (EBT) sebesar 23 persen pada 2025 disoroti Guru Besar Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Mukhtasor, yang mengandaikan dengan ekor cicak lepas.

"Dalam Peraturan Pemerintah No. 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional, tertulis tahun 2025, peran EBT paling sedikit 23 persen, sepanjang keekonomiannya terpenuhi. Bagian kalimat sepanjang ekonomi itu, terlepas, seperti cicak melepaskan ekornya. Masyarakat tidak mengenal tentang ekonomi yang terpenuhi itu," kata Mukhtasor dalam Diskusi "Polemik" Trijaya Network, Sabtu (4/9/2021).

Dalam kondisi perekonomian sedang turun akibat pandemi, maka emisi pun sedang turun.

"Tanpa itu pula dengan kajian yang ada, emisi yang terjadi sudah lebih rendah, sudah mencapai target, jadi jangan kuatir," tambah mantan Anggota Dewan Energi Nasional (2009-2014).

Terlebih jika nanti disahkannya rancangan Peraturan Presiden Tentang Pembelian Tenaga Listrik Energi Terbarukan Oleh PT Perusahaan Listrik Negara, yang mengatur feed-in tariff (harga pembelian yang diatur pemerintah).

"Laporan di dunia, tahun 2010 tender PLTS berkisar 20 sen per kwh, sepanjang 20 tahun sudah turun 4 sen, laporan internasional akan potensi turun. PLN laporannya bisa diakses publik, pengadaan PLTS tahun 2015 masih 24 sen per kwh, yang terbaru tinggal 5 sen per kwh. EBT itu turun. Jadi asumsi feed-in berlaku dulu, sekarang murah," jelas Mukhtasor.

Menurutnya, feed-in tariff juga sebenarnya bisa menumbuhkan industri dalam negeri, sehingga bisa diekspor.

"Kalau di Indonesia, industri tidak dikasih insentif yang setara supaya kompetitif, nanti uangnya amblas terus," ujarnya.

Mukhtasor pun mendesak pemerintah kembali pada strategi untuk memaksimalkan EBT dengan memperhatikan keekenomiannya, yang sering dihilangkan dalam pembahasan publik.

"Jangan sampai tangan pemerintah hanya 'concern' pada pengusaha, tetapi pasar sudah terbentuk bagus, harga turun jangan diganggu lagi. Itu penting," tegas Mukhtasor.

Menurutnya, pengusaha wajib didukung berilah insentif, dipersuasi berkontribusi bangun negara, dengan membangun kemampuan dalam negeri dan mengurangi impor.

"Itu kan yang diinginkan presiden, berpindah dari program konsumsi dan produksi, kementerian harus dukung Kemenperin, pasar yang tercipta di sektor energi, gunakan sebagai captive market menyerap produksi dalam negeri sehingga tumbuh, sebenarnya captive market cukup, tinggal sinergi saja," tutup Mukhtasor.