Industri Hasil Tembakau Jadi Warisan Bangsa, Prof Hikmahanto: Tak Perlu Ratifikasi FCTC

FAZ • Thursday, 9 Sep 2021 - 15:47 WIB

Jakarta - Industri hasil tembakau (IHT) sudah menjadi warisan di tanah air salah satunya adalah rokok. Meski ada masalah kesehatan yang ditimbulkan, pakar hukum internasional Prof. Hikmahanto Juwana menegaskan, pemerintah tidak perlu meratifikasi Konvensi Kerangka Kerja Pengendalian Tembakau (FCTC), seperti yang didesak sejumlah pihak.

"IHT di Indonesia tidak bisa dilihat dari kesehatan semata, tetapi juga perindustrian, perdagangan, tenaga kerja, bidang UMKM, pertanian, dan masih banyak lagi," kata Hikmahanto dalam Diskusi "Bedah Proses Legislasi Industri Hasil Tembakau" di Radio Trijaya, Kamis (9/9/2021).

Menurutnya, besarnya jumlah perokok aktif, cukai yang disumbangkan, kontribusi pada perekonomian nasional termasuk lapangan kerja, juga harus menjadi pertimbangan. "Kita gak mau jadi konsumen, pangsa pasar tembakau, tetapi kita hanya jadi konsumen, padahal banyak yang menyandarkan pada industri hasil tembakau," tegas Rektor Universitas Jendral Ahmad Yani tersebut.

Sebuah negara besar bukan lagi diukur karena militernya, tetapi harus bisa melakukan penetrasi terhadap produk dan teknologinya di berbagai negara. Berbagai negara harus dianggap sebagai konsumen.

"Zaman sekarang ujungnya yang diperebutkan adalah pangsa pasar. Sudah tidak lagi perebutan wilayah atau pengaruh," tambahnya.

Ketergantungan pada pasokan dari luar negeri juga dikuatirkan meningkat jika pemerintah masuk dalam perjanjian internasional tata niaga FCTC tersebut.

"Saya tidak merokok, saya tahu ada konsekuensi kesehatan, tetapi tidak boleh ada masalah kesehatan, lalu industrinya diberangus," jelas Hikmahanto, yang juga menyebut kekuatiran pada penyelundupan, produk ilegal, maupun barang lain seperti rokok elektrik.

Hikmahanto pun menyebut, pemerintah dengan kedaulatannya sebenarnya, telah menerbitkan PP 109/2012 yang memastikan kesehatan dalam IHT diperhatikan, serta memastikan tidak ada perokok dibawah umur. PP tersebut dianggapnya sudah baik mengatur secara seimbang antara concern kesehatan, IHT, perekonomian nasional, dan terbukanya lapangan kerja

"Banyak negara yang ingin mengambil pangsa pasar Indonesia, sampai hari ini Amerika Serikat bukan peserta ratifikasi FCTC, tetapi kok Indonesia dipaksa-paksa ikut," tutup Hikmahanto.