RUU KUP Harus Mengarah pada Kebijakan Perpajakan yang Berkeadilan

MUS • Tuesday, 28 Sep 2021 - 18:24 WIB

Jakarta - Fraksi PKS DPR RI menyelenggarakan konferensi pers mengenai Rancangan Undang-Undang Ketentuan (RUU KUP), Selasa (28/9) di Jakarta. Fraksi PKS menyampaikan penjelasan tentang poin-point penting yang diperjuangkan FPKS dalam RUU KUP.

“RUU KUP ini adalah upaya pemerintah untuk mengharmonisasi ketentuan perpajakan yang sudah ada sebelumnya. RUU ini bisa dikatakan mirip dengan Omnibus Law, hanya saja dia berkaitan dengan masalah perpajakan,“ ujar Ecky Awal Mucharram, Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI Bidang Ekonomi dan Keuangan mewakili sikap resmi Fraksi PKS. 

Fraksi PKS menolak beberapa ketentuan baru perpajakan dalam RUU KUP. Sebagai contoh, adanya rencana kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) bertahap sebesar 11% di 2022, dan 12 % di tahun berikutnya. Di sisi lain, pajak penghasilan (PPh) untuk Badan/Perusahaan akan dikurangi dari 25% menjadi 20%. 

BACA JUGA: PKS: Pemerintah Tidak Transparan Soal Alih Kelola Blok Wabu

Menurut Ecky, kebijakan ini sangat tidak adil karena akan melemahkan daya beli masyarakat dan mengganggu pemulihan ekonomi. 

"Konsumsi rumah tangga masih menjadi penopang pertumbuhan ekonomi Indonesia. Kenaikan PPn ini akan melemahkan daya beli masyarakat dan akhirnya menganggu pemulihan ekonomi. Di sisi lain, beban pajak perusahaan malah dikurangi, bagi kami ini tidak adil,” jelas Ecky yang juga Anggota Komisi XI DPR RI.

Fraksi PKS juga menolak skema pengenaan PPN pada sejumlah barang atau jasa yang berkaitan dengan sembako, pendidikan, kesehatan, pelayanan sosial dan pelayanan keagamaan. Menurut Fraksi PKS pengenaan pajak terhadap barang/jasa tersebut sama sekali tidak adil karena barang/jasa tersebut adalah hak konstitusional bagi seluruh rakyat Indonesia yang dijamin oleh UUD 1945 dan perundang undangan.

Hal yang sama juga berlaku pada rencana perluasan cukai, dimana pemerintah akan mengenakan cukai pada produk plastik, minuman berpemanis dan soda. Menurut Fraksi PKS, skema perluasan cukai tersebut harus ditolak karena pada akhirnya menambah beban rakyat. Apalagi ditengah pandemi saat ini.

Fraksi PKS tetap akan memperjuangkan kebijakan pajak yang berkeadilan dalam RUU KUP. Sebagai contoh meningkatkan batas Penghasilan Tidak Kenapa Pajak (PTKP) dari penduduk berpenghasilan 4,5 juta rupiah menjadi 8 juta rupiah. 

PKS juga mengusulkan dan memperjuangkan pemberlakuan penghasilan usaha/omset tidak kena pajak (OTKP) dari wajib pajak Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Besaran OTKP untuk UMKM sebesar Rp. 1 milyar setahun. Artinya Wajib Pajak UMKM yang omsetnya dibawah 1 M, tidak dikenakan pajak.

“Bagi kami, ini benar-benar menyentuh masyarakat kecil, mendorong konsumsi dan pertumbuhan ekonomi, serta memudahkan pengusaha UMKM untuk berkembang” ujar Ecky 

Ecky menegaskan Fraksi PKS mendukung kebijakan Sustainable Development Goals (SDG) antara lain dengan upaya menurunkan tingkat emisi melalui usulan pajak karbon kepada perusahaan yang tidak ramah lingkungan. Namun menolak pemberlakuan untuk Wajib Pajak Orang Pribadinya.

"Mengingat saat ini Indonesia masih dalam masa pemulihan ekonomi sehingga pajak karbon jangan sampai semakin dirasakan terutama oleh perorangan yang akan berdampak pada daya beli masyarakat," pungkasnya.