Gerakan Pemanasan Penting, Sebelum Berolahraga

ANP • Wednesday, 6 Oct 2021 - 17:25 WIB

JAKARTA - Ada banyak orang berolahraga tidak mendahului dengan gerakan pemanasan. Padahal olahraga yang langsung ‘hajar’ ke gerakan yang berat sangat berpotensi menimbulkan trauma atau cedera.

Itu sebabnya, dr. Sapto Adji, Sp.OT (K), dokter spesialis orthopedic RS Premier Bintaro menyarankan gerakan pemanasan sebelum kita berolahraga. “Berolahraga itu ada ilmunya, tidak asal gerak. Nah pemanasan ini bagian dari ilmunya,” kata dr Sapto pada acara Talk to the Expert “Seputar Cedera Olahraga” yang digelar RS Premier Bintaro, Selasa (5/10/2021).

Gerakan pemanasan, lanjutnya harus dilakukan oleh siapapun sebelum berolahraga. “Jenis olahraga apa saja butuh pemanasan. Lari, bersepeda, jogging, senam, semua pakai pemanasan dahulu,” jelasnya.

Ia mengaku banyak menemukan orang-orang yang berolahraga tetapi tidak melakukan gerakan pemanasan terlebih dahulu. Kasus-kasus seperti ini dijumpai terutama pada mereka yang tidak memiliki rutinitas olahraga seperti orang-orang kantoran. “Jadi begitu mau olahraga, langsung pada gerakan yang berat,” tambahnya.

Berbeda dengan para atlet yang memang sudah memiliki program yang teratur. Mereka akan melakukan gerakan pemanasan terlebih dahulu sebelum memulai olahraganya.

Berolahraga tanpa disertai ilmu, kata dr Sapto dapat menimbulkan cedera atau trauma mulai dari tingkatan ringan, sedang hingga berat. Keluhan yang banyak dijumpai akibat olahraga tanpa pemanasan adalah nyeri di punggung, leher atau tulang persendian lainnya.

Cedera yang dialami saat olahraga bisa berdampak fatal, yang akan berpengaruh pada terbatasnya aktivitas fisik sehari-hari. Terlebih bila itu terjadi pada seorang atlet profesional, tentu akan menurunkan performa bertandingnya.

“Selain rasa nyeri, bengkak dan perubahan warna kulit, misalnya kemerahan atau kebiruan, juga pertanda bahwa kita mengalami cedera,” kata dr Sapto.

Pada kesempatan yang sama, dr. Jefri Sukmawan, Sp.OT (K), spesialis orthopedic RS Premier Bintaro mengingatkan pada kondisi nyeri sendi yang membuat seseorang sulit bergerak dan berlangsung dalam waktu lama, tentu harus diwaspadai. Bisa jadi, gangguan tersebut akibat proses radang yang terus menerus.

“Lama-lama ruang kapsul sendi akhirnya menyempit dan terjadi perlengketan yang disertai rasa nyeri,” jelas dr Jefri.

Diakui, gangguan ini tentu tidak serta merta terjadi begitu saja. Umumnya gangguan nyeri sendi berlangsung dalam beberapa fase. Pertama, merasakan pegal, berlanjut menjadi nyeri dalam beberapa minggu hingga bulan.

Fase berikutnya, sulit menggerakkan lengan atas sehingga terjadi keterbatasan gerak hampir ke segala arah, bahkan kesulitan menggaruk punggungnya. Kondisi ini bisa berlangsung berbulan-bulan bila tidak diterapi dengan tepat.

Fase akhir, gerakan bahu berangsur-angsur kembali. Namun karena dibutuhkan waktu lama (berbulan-bulan hingga menahun) untuk mencapai fase akhir, umumnya penderita berobat saat melalui fase pertama dan kedua.

Ia menyarankan begitu terasa tanda-tanda cedera, maka segeralah beristirahat. Dan jika keluhan tersebut terus berlanjut, sebaiknya segera berkonsultasi dengan dokter. Penanganan yang tepat dan lebih dini akan membuat cedera tidak berkepanjangan.  “Kalau ditangani dengan tepat, cedera bisa sembuh dan orang bisa berolahraga seperti sediakala,” tambahnya.

Sebagian besar kasus cedera olahraga bisa diatasi tanpa dioperasi. Yaitu dengan cara konservatif, seperti minum obat pereda radang, diikuti terapi fisik atau fisioterapi. Namun, dengan catatan jika berobat lebih awal.

Bila tidak kunjung pulih, dapat dibantu dengan terapi operatif. Untuk cedera pada bahu, misalnya, dengan melakukan shoulder manipulation dan teknik operasi minimally invasive seperti shoulder arthroscopy.

CEO RS Premier Bintaro dr Martha L Siahaan menyebut penanganan cedera harus dilakukan dengan benar agar proses pemulihan berjalan dengan baik. “Cedera yang tidak ditangani dengan tepat akan dapat memperburuk situasi dan memperparah cedera,” tutupnya. (ANP)