Pandemi Bikin 220.000 Warga Bekasi Menganggur

MUS • Friday, 8 Oct 2021 - 10:29 WIB

Bekasi - Dinas Ketenagakerjaan Kabupaten Bekasi mencatat selama pandemi Covid-19 melanda wilayahnya, sebanyak 220.00 ribu warganya menganggur. Tingginya jumlah pengangguran ini berbanding terbalik dengan label Bekasi sebagai daerah dengan kawasan industri terbesar se-Asia Tenggara.

Kepala Dinas Ketenagakerjaan Kabupaten Bekasi, Suhup mengatakan, angka pengangguran itu merupakan hasil penghitungan pihaknya kemudian disandingkan dengan data milik Badan Pusat Statistik.

”Angka pengangguran di kita masih di angka 11,9 persen dari angkatan kerja. Sekitar 220.000-an orang. Relatif tetap angkanya meskipun naik selama pandemi,” katanya.

Di Kabupaten Bekasi terdapat 7.339 perusahaan yang masuk dalam kawasan industri maupun diluar Kawasan. Namun, banyaknya perusahaan rupanya tidak menjamin persoalan jumlah pengangguran dapat terselesaikan. Bukannya menurun, jumlah pengangguran ini justru meningkat signifikan.

BPS mencatat pada Agustus 2020, angka pengangguran di Kabupaten Bekasi menembus angka 11,54% dari angkatan kerja atau sebanyak 212.435 orang. Jumlah tersebut naik signifikan dibandingkan 2019 lalu yang mencapai angka 8,4% atau 158.958 orang. Kemudian tahun ini angka tersebut tak kunjung menurun.

Bahkan berpotensi bertambah seiring pandemi yang belum juga berakhir. Terlebih di beberapa sektor, pemutusan hubungan kerja masih terjadi. Tingginya pengangguran salah satunya disebabkan karena minimnya komitmen pemerintah daerah. Berbagai balai latihan kerja yang dibangun tidak mampu mencetak tenaga kerja yang sepenuhnya dibutuhkan oleh industri.

Tingginya pengangguran di Bekasi ini dibarengi dengan transmigrasi yang tidak terkendali. Banyak warga luar daerah yang bekerja di ribuan pabrik di Bekasi. Tidak berselang lama, pekerja itu akhirnya memiliki KTP Kabupaten Bekasi. Ditambah dampak pandemic Covid-19 ini membuat perusahaan kembang kempis.

Penjabat Bupati Bekasi Dani Ramdan mengakui pengangguran menjadi persoalan serius di wilayanya. Untuk itu, pemerintah setempat bakal mengumpulkan seluruh pengusaha besar dan pengelola kawasan dalam pembahasan pengangguran ini. Dani bakal menekankan alokasi minimal 30% pegawai di setiap perusahaan berasal dari warga lokal.

Ketentuan itu tertuang dalam Peraturan Bupati Bekasi No 09 tahun 2019 tentang perluasan kesempatan kerja.

”Hari ini (Jum’at) saya akan kumpul dengan seluruh pengusaha yang besar dan pengelola kawasan, saya ingin menagih yang 30 persen lokal tenaga kerja, tapi ingin kongkret lah gitu ya,” ucap dia.

Diakui Dani, regulasi yang mengatur kesempatan kerja bagi warga lokal itu tidak dimaksimalkan. Aturan tersebut hanya diterbitkan lalu disosialisasikan namun tidak ditindaklanjuti. Kendati perekonomian belum sepenuhnya pulih, namun komitmen mempekerjakan warga lokal tetap harus diperjuangkan.

Aktivis Federasi Perjuangan Buruh Indonesia, Herman Abdulrohman. Merebaknya kasus covid-19 menjadi faktor yang memberi dampak signifikan dalam gelombang PHK. Namun, pandemi rupanya bukan satu-satunya faktor yang mempengaruhi perusahaan mengurangi jumlah pegawai.

”Bukan factor pandemi juga, ada factor lain,” ucapnya.

Menurut dia, dari ratusan kasus PHK yang tercatat, tidak sedikit perusahaan yang ‘menunggangi’ pandemi demi menekan biaya pegawai. Dengan dalih pandemi, perusahaan mengurangi pegawai dengan memberhentikan para pegawai tetap yang bergaji tinggi. Namun, tidak berselang lama, perusahaan justru merekrut para pekerja baru dengan upah lebih murah.

”Ini bukan sekali dua kali terjadi. Jadi para karyawan lama itu banyak kerjanya gentian, misalnya seminggu cuma dua hari kerja. Otomatis karyawan walaupun pekerja tetap tapi gajinya dipotong karena jumlah masuk kerjanya yang sedikit. Karena terus seperti itu, perusahaan menawarkan pemberhentian dengan kompensasi, bukan pesangon,” katanya.