Hampir Punah, Balai Bahasa Provinsi Riau Lakukan Revitalisasi Bahasa Melayu Akit

AKM • Sunday, 10 Oct 2021 - 04:07 WIB

Jakarta - Dengan berjalannya waktu eksistensi bahasa daerah semakin melemah di tengah-tengah terpaan gelombang globalisasi yang menyerang secara dahsyat dan masif. Berbagai hasil penelitian tentang bahasa daerah menyimpulkan bahwa bahasa-bahasa daerah di berbagai tempat sudah sekarat, bahkan hampir punah. Kepunahan tersebut terlihat dari semakin terpinggirkannya penggunaan bahasa daerah dan penyempitan wilayah pemakaiannya,

Balai Bahasa Provinsi Riau mengungkapkan  salah satu bahasa daerah di Provinsi Riau yang ditengarai mengalami pengurangan penutur dan penyempitan wilayah pemakaian ialah bahasa Melayu Akit.

Suku Akit atau suku Akik merupakan salah satu suku asli yang mendiami wilayah Provinsi Riau. Suku Akit merupakan salah satu sub-suku Melayu (Proto Melayu) yang mendiami wilayah Pulau Rupat, Pulau Padang ( Sungai Labu,Kudap, Dedap, Selat Akar, Bagan Melibur, Kunsit), Pulau Merbau (Cemaning, Ketapang, Renak Dungun), Pulau Tebing tinggi (Tanjung Peranap, Aer mabuk,Kundur, Lalang, Sesap, Batin Suir), Pulau Rangsang (Api-api, Linau Kuning, Bungur-Kuala Parit, Sonde,Sungai Rangsang, Tanjung sari, Sokop, Mereng, Bandaraya, Banau, Sipije), dan Pulau Mendol.

“Suku ini telah lama mendiami pulau ini sebelum suku-suku lainnya menjadikan pulau ini sebagai tempat tinggal. Mata pencarian suku Akit ialah berburu dan melaut. Suku Akit menggunakan bahasa Melayu dialek Akit (selanjutnya disebut bahasa Akit) yang memiliki jumlah penutur yang tersebar di beberapa wilayah,” ujar Kepala Balai Bahasa Provinai Riau, M. Muis dalam keterangan tertulis yang diterima MNCTrijaya.com, Jakarta, Minggu (10/10). 

M. Muis mengatakan meskipun terjadi percampuran dengan etnik lain dan  aliran kepercayaan, Buddha, Islam, dan Kristen. bahasa Akit masih digunakan oleh orang Akit. 

“Akan tetapi, sebagai produk budaya yang bersifat fleksibel dan dinamis, bahasa juga mengalami “pergeseran” kondisi kebahasaan,”  tuturnya.

Dalam laporannya, untuk  mengurangi terjadi pergeseran bahasa, Balai Bahasa Provinsi Riau melakukan revitalisasi guna  meningkatkan atau paling tidak mempertahankan daya hidup bahasa Akit

“Mendapatkan kembali hubungan bahasa dan sastra daerah suku Akit dengan cara-cara penutur mempertahankannya; membangun kembali tradisi komunitas bahasa dan sastra Akit; menemukan fungsi baru dari sebuah bahasa dan sastra suku Akit; dan menghadirkan generasi baru dari penutur bahasa dan sastra suku Akit,”  jelas M. Muis.

Dalam proses  revitalisasi  Balai Bahasa melibatkan pemangku kepentingan sangat signifikan dalam kegiatan revitalisasi bahasa. 

“Kegiatan revitalisasi bahasa Akit di Desa Hutan Panjang melibatkan pemangku kepentingan yang memiliki pengaruh besar dalam kehidupan suku Akit. pemimpin adat dan pemerintah daerah. Pada masyarakat tradisional, pemimpin adat dan pemerintah daerah bersinergi dalam memajukan daerah,” kata  M.Muis

​Berdasarkan hasil kegiatan revitalisasi bahasa Akit di Desa Hutan Panjang, Balai Bahasa Provinsi Riau akan menindaklanjuti dengan  menjalin kerja sama dan membuat kesepakatan dengan pemuka adat untuk terus melakukan pelindungan bahasa dan sastra daerah dengan upaya pembinaan dan pentransmisian kepada generasi muda. 

“Komunitas seni yang sudah ada harus dijaga eksistensi dan aktivitasnya untuk menjamin keberlangsungan dan keberlanjutan revitalisasi bahasa dan sastra,”  jelas M. Muis

Langkah  berikutnya adalah dengan membuat nota komitmen bersama  pemerintah daerah untuk aktif dan konsisten melakukan pelindungan bahasa daerah.  Balai Bahasa Provisins Riau  bersama  pemimpin adat melakukan penyusunan buku yang berisikan konten adat dan tradisi yang dapat dijadikan sebagai referensi bagi generasi muda dalam mempelajari bahasa daerah (pidato adat, nyanyian rakyat, cerita rakyat, lelucon, dan lain-lain dalam bahasa Akit).

“Balai Bahasa juga akan membina komunitas suku Akit dengan memberikan masukan, motivasi, informasi, dan saran-saran untuk meningkatkan aktivitas dan kreativitas. Pembinaan dapat dilakukan melalui media atau turun ke lapangan.,” terangnya.

Langkah yang terakhir adalah dengan mempublikasikan suku Akit Hutan Panjang melalui artikel ilmiah yang diterbitkan pada jurnal nasional/internasional atau mempresentasikan dalam seminar nasional/internasional. 

“Balai Bahasa Provinsia akan melakukan publikasi dengan penulisan esai dan artikel berita pada media massa cetak dan media sosial,” tandas M. Muis.