Pakar Hukum Dorong KPK Periksa Pejabat Kemendes Dugaan Perkara Jual Beli Jabatan

ANP • Monday, 11 Oct 2021 - 21:52 WIB

JAKARTA - Pakar Hukum Pidana Pidana Universitas Al Azhar Indonesia Suparji Ahmad mendorong Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) turun tangan menyelidiki dugaan kasus jual beli jabatan di lingkungan Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT). Termasuk memeriksa pejabat Kemendes yang diduga mengetahui dugaan rasuah tersebut.

Suparji mengatakan saatnya KPK tunjukkan taringnya membongkar praktik rasuh di tingkap kementerin bukan level kepala daerah.

"Agar terang benderang dan tidak menimbulkan fitnah perlu dilakukan pemeriksaan (pejabat Kemendes)," 

Suparji menegaskan praktik-praktik jual beli jabatan, apalagi di tingkat Kementerian tidak boleh terjadi. Para  pejabat yang mengisi sejumlah posisi penting baik eselon III hingga eselon harus yang mumpuni bukan karena duit.

Penunjukan para pejabat itu harus dilakukan secara objektif berdasarkan merit system bukan atas dasar kedekatan personal apalagi uang. Karena itu, Suparji, aparat penegak hukum khususnya KPK segera turun dan memeriksa para pihak terkait. 

"Dengan mengedepankan asas praduga tidak bersalah orang-orang yang diduga terlibat perlu diperiksa," pinta Suparji. 

Sebelumnya , Komunitas Cinta Bangsa (KCB) meminta KPK usut dugaan jual beli jabatan di Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT).

Koordinator KCB Ainur Ridha meminta KPK mengungkap dugaan kasus jual beli jabatan. Dalam kasus tersebut ini, KCB meminta KPK memanggil oknum stafus di Kemendes.
“KPK tak boleh membiarkan kasus jual beli jabatan ini. Jika dibiarkan, bibit-bibit baru perilaku korup akan tumbuh. KPK harus berantas para oknum tersebut sampai ke akar-akarnya,” tegas Ridha.

Dugaan jual beli jabatan menyeruak ke publik setelah sejumlah pejabat Kementerian Desa membuka itu kepada salah satu media nasional. 
Enam petinggi di Kementerian menyebutkan, angka yang diminta staf ini bervariasi, yaitu Rp 1-3 miliar untuk menjadi direktur jenderal atau pejabat eselon I, Rp 500 juta-1 miliar buat direktur atau eselon II, dan Rp 250-500 juta untuk eselon III--kini sudah dihapus. 

Atas dugaan kasus ini, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggi, dan Transmigrasi Abdul Halim Iskandar mengaku mendengar informasi soal jual-beli jabatan di kementeriannya. Dia mengklaim telah memeriksa kabar tersebut.

"Saya cek satu per satu. Enggak ada itu," kata Menteri Desa yang juga politikus Partai Kebangkitan Bangsa tersebut dalam wawancara khusus dengan Tempo pada Jumat, 9 April lalu. (ANP)