Pentingnya Informasi Geospasial, Dari Pembangunan Nasional, Pengembangan Pariwisata Hingga Mitigasi Bencana

FAZ • Thursday, 14 Oct 2021 - 14:22 WIB

Jakarta - Informasi Geospasial (IG) merupakan informasi aspek keruangan yang menunjukkan lokasi, letak, dan posisi suatu objek atau kejadian yang berada di bawah, pada, atau di atas permukaan bumi yang dinyatakan dalam sistem koordinat tertentu.

Badan Informasi Geospasial (BIG) sebagai lembaga pemerintahan yang bertanggung jawab atas informasi geospasial, dengan mandat Undang-Undang Cipta Kerja diharapkan dapat berperan yang lebih strategis dalam menyediakan informasi geospasial dasar yang lengkap, berkualitas dan mudah untuk diakses.

BIG ditantang untuk mampu menyediakan Informasi Geospasial Dasar sebagai acuan nasional. Tujuan yang hendak dicapai, diantaranya untuk menghindari adanya kekeliruan, kesalahan, dan tumpang tindih informasi yang berakibat pada ketidakpastian hukum, inefisiensi anggaran dan inefektifitas informasi.

"Dengan adanya peta dasar ini nanti kepala daerah, temen-temen di daerah bisa paham kondisi daerah mereka, sehingga saat merencanakan, mereka bisa merencanakan lebih baik lagi, sekarang mindset yang perencanaan THIS ya, tematik holistik integratif spasial. Jadi harus diliat tuh efek spasialnya seperti apa, aspek ruangnya seperti apa, apalagi programnya pak Jokowi sekarang kan pemerataan pembangunan di daerah, ini butuh data spasial," ungkap Deputi Bidang Informasi Geospasial Dasar Badan Inforrmasi Geospasial Mohamad Arief Syafi'i dalam wawancara dengan MNC Trijaya FM di Jakarta (12/10/2021).

Arief menambahkan nantinya peta dapat memberikan gambaran mendalam tentang pemanfaatan ruang, bahkan bisa menjadi acuan pembangunan wisata berkelanjutan. Di dalamnya juga tersaji informasi lokasi rawan bencana dan akses rute evakuasi di setiap daerah tujuan wisata.

"Ya, semua kegiatan. Untuk wisata, pariwisata misalnya kondisinya maritim, pantai, infrastruktur disitu udah ada belum, jalan ataukah apa, untuk bencana misalkan, mana daerah yang rawan banjir, rawan longsor, rawan tsunami, kalau terjadi tsunami airnya sampai mana sih, ini kan butuh peta, butuh DEM (Digital Elevation Model) butuh model elivasi digital, ini menggambarkan topografi atau naik turunya permukaan bumi, sehingga bisa ketahuan tuh kalau misalkan tsunami tingginya sekian daerah mana yang tergenang, kalau ada peringatan tsunami, masyarakat yang tinggal di daerah yang tergenang ini harus lari kemana? Titik terdekat, jalur evakuasinya titik aman untuk kumpul itu dimana?," tambahnya.

Dalam hal mitigasi bencana Badan Informasi Geospasial memiliki 260 stasiun pasang surut canggih yang berfungsi untuk mengukur elevasi muka air serta dilengkapi sensor Global Positioning System (GPS) yang berfungsi mengukur posisi pergerakan tanah.

"BIG mensupport stasiun pasang surut, jadi sekarang kita ada 260 stasiun pasang surut, memantau naik turunya muka air laut. Tersebar diseluruh Indonesia dan kebanyakn didaerah-daerah potensi tsunami. Sebetulnya untuk keperluan referensi tinggi (air laut), tapi datanya bisa dibuat BMKG untuk memonitoring itu (deteksi dini tsunami), jadi kalau ada gempa misalkan, apakah itu terjadi tsunami atau tidak, kan BMKG bisa membuat estimasi dalam sekian menit, oh ini berpotensi tsunami," terangnya.

Pihaknya pun optimis percepatan penyelenggaraan peta rupabumi skala 1:5000 dapat selesai pada tahun 2024.

"InsyaAllah tercapai kalo kita bisa segera mulai dan dengan teknologi yang ada sekarang jadi mungkin ya, kita udah ngitung kok kapasitasnya seperti apa kemudian, memang tidak kelas satu semua untuk yang kota besar kelas satu, kemudian yang dua mungkin bertahap misalkan kelas dua dulu nah nanti mana yang butuh," tandasnya.