Jokowi Resmi Lantik Dewan Pengarah BRIN

FAZ • Thursday, 14 Oct 2021 - 19:01 WIB

Jakarta - Presiden Joko Widodo resmi melantik 10 anggota Dewan Pengarah Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), di Istana Negara, Jakarta, Rabu (13/10/2021).

Pelantikan yang dilakukan oleh Jokowi, menimbulkan pro dan kontra, karena ketua partai politik yang menjadi pemimpin dalam dewan pengarahan BRIN, selain itu pelantikan ini dinilai memiliki politisasi. Hal ini disampaikan oleh Guru Besar Universitas Islam Negeri, Prof. Dr. Azyumardi Azra, kepada Radio MNC Trijaya dalam program Trijaya Hot Topic Pagi, Kamis (14/10/2021).

“Oleh karena itu saya melihat, hanya ada 2 sampai 3 orang aja layak menjadi dewan pengarah, punya visi, pengalaman dalam bidang riset dan inovasi, yang lain tidak kayak di tempatnya lah masa wakilnya menteri keuangan,” ucap Azyumardi.

Pernyataan terkait punya komitmen kepada pancasila yang bisa membawa BRIN, dinilai terlalu melebih-lebihkan pancasila. Selain itu Azyumardi juga merasa tidak ada banyak harapan untuk dewan pengawasan yang baru melakukan riset dan membuat Indonesia menjadi maju dalam science dan teknologi. Ia juga menilai bahwa ada politisasi yang berjalan.

“Karena memang dia tidak harus melakukan riset karena dia tidak punya kapasitas melakukan riset, dewan pengarah itu hanya berapa orang yang mengerti riset, tapi ketua dan sekretarisnya tidak pernah riset, tapi mereka bisa membuat ketentuan-ketentuan atau kebijakan yang merugikan riset,” tutup Azyumardi.

Menanggapi hal itu, ketua BRIN, Laksana Tri Handoko, menyampaikan dengan tegas bahwa tidak ada politisasi yang berjalan.

“Justru ini tujuannya untuk memperkuat hubungan negara terhadap riset dan informasi, ini menjadi kunci keberhasilan kita untuk masa depan, bukan sisi akademisnya saja, ini perlu dukungan dari potensi-potensi negara dari berbagai aspek,” jelas Laksana.

Dengan adanya dewan pengarah BRIN, Laksana menilai ini merupakan sebuah dukungan yang selama ini dibutuhkan oleh BRIN, dimana mereka akan dibantu untuk dapat terhubung dengan politisi-politisi, akademis kampus, lembaga swadaya masyarakat. Laksono juga menegaskan bahwa tidak akan ada intervensi yang terjadi.

“Menurut saya itu berlebihan, ya karena kalau orang riset dan riset beneran, pasti tahu, riset tidak mungkin di intervensi, kebenaran yang menentukan komunitas dari akademisi bukan orang lain, karena riset kan unregulated, tapi berbasis kepada etika norma oleh komunitasnya,” ungkap Laksana.

Kedepannya, BRIN akan melakukan pertemuan internal secara berkala, memastikan setiap riset yang dilakukan dapat memberikan kemajuan kepada Indonesia. BRIN juga akan mendapatkan partisipasi publik swasta ke dalam, serta menjadi fasilitator pihak diluar pemerintah untuk melakukan riset.

“Fokus kepada intervensi teknologi untuk menambah nilai dari barang-barang yang kita jual. Nilainya tidak akan tinggi jika langsung di ekspor, termasuk seni budaya dan sebagainya, sehingga bisa diekspor jadi hal-hal seperti itu yang kita miliki, peningkatan nilai tanah sehingga apa yg kita punya bisa menambah nilai. Upaya jangka panjangnya ialah terjadi  kemandirian dalam penguasaan teknologi dan sebagainya,” tutup Laksana. (GRA)