Migrasi Televisi Analog Menuju Digital, Wujud Transformasi Digital Ke Arah Efektivitas Industri Penyiaran

ANP • Thursday, 14 Oct 2021 - 22:19 WIB

JAKARTA - Migrasi televisi analog menuju digital merupakan salah satu wujud transformasi digital dalam ruang lingkup tata kelola penyiaran di Indonesia. Demikian ditegaskan Direktur Operasi Sumber Daya Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo) Dwi Handoko saat menjadi narasumber dalam diskusi publik yang bertajuk “Kualitas Siaran di Era Siaran TV Digital”.

Dwi Handoko mengatasnamakan migrasi televisi analog menuju digital menjadi sebuah keniscayaan. Sebab, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah mencanangkan percepatan transformasi digital Indonesia yang ditegaskan dengan payung hukum terkait transformasi digital tertuang dalam Undang-Undang Cipta Kerja pasal 60A1.

"Dasar hukum transformasi digital dibangun atas dasar kondisi penyiaran di Indonesia. Dari segi infrastruktur penyiaran, Indonesia sangat tertinggal dalam proses digitalisasi penyiaran secara global. Padahal berbagai negara telah mematikan TV analog," ungkapnya.

Dwi menyebut International Telecommunication Union (ITU) dalam konferensi ITU 2006, telah memutuskan bahwa 119 negara ITU Region-1 telahmenuntaskan ASO paling lambat 2015. Demikian pula pada konferensi ITU 2007 dan 2012, pita spektrum frekuensi radio UHF (700 MHz) semula untuk televisi terestrial ditetapkan menjadi layanan mobile broadband. Sedangkan di tingkat regional terdapat Deklarasi Asean untuk menuntaskan ASO di 2020.

"Dalam konteks kualitas siaran sendiri, terdapat beberapa aspek yang harus dicapai, yakni regulasi, produksi, konsumsi, dan teknologi. Migrasi televisi analog menuju digital merupakan bagian dari salah satu aspek guna menunjang kualitas," tuturnya.

UU Ciptaker pasa 60A berbunyi; (1) Penyelenggaraan penyiaran dilaksanakan dengan mengikuti perkembangan teknologi termasuk migrasi penyiaran dari teknologi analog ke teknologi digital; (2) Migrasi penyiaran televisi terestrial dari teknologi analog ke teknologi digital sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan penghentian siaran analog (analog switch off) diselesaikan paling lambat 2 (dua) tahun sejak mulai berlakunya Undang-Undang ini yakni 14 November 2022; (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai migrasi penyiaran dari teknologi analog ke teknologi digital sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah siaran yang memadai dari aspek teknologi.

"Penggantian transmisi analog ke digital akan menciptakan efisiensi pemakaian spektrum frekuensi, mampu menghemat bandwidth, kebal terhadap gangguan atau noise dan dilengkapi sistem yang mampu memperbaiki kesalahan pengiriman data akibat gangguan noise yang disebut FEC (Forward Error Correction, red) sehingga informasi yang diterima utuh kembali (error free)," jelas Dwi.

Dengan demikian, lanjut dia, kualitas siaran televisi digital akan lebih optimal. Migrasi televisidapat meningkatkan efektivitas industri penyiaran. Digitalisasi televisi akan membuat frekuensi di 700 Mhz bisa ditata ulang dan dimanfaatkan untuk layanan lain seperti internet cepat. Pita frekuensi yang sebelumnya digunakan untuk siaran televisi tersebut dapat mendukung internet kecepatan tinggi. Untuk siaran digital sendiri dapat menggunakan frekuensi 112 Mhz.

"Peralihan siaran televisi analog ke digital membawa sejumlah manfaat. Salah satu manfaat yang dihadirkan dari teknologi siaran digital adalah diversifikasi konten siaran. Program penghentian siaran televisi analog akan mendorong keberagaman konten dari industri penyiaran dalam negeri," urainya.

Pembicara lainnya, Wakil Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, Mulyo Hadi Purnomo mengingatkan bahwa diversifikasi konten berpotensi memunculkan konten-konten edukatif, kreatif, dan variatif.

"Itu sangat bermanfaat bagi kelompok masyarakat yang memiliki keterbatasan akses tontonan atau televisi menjadi satu-satunya akses tontonan," katanya.

Dampak lainnya, kata Mulyo, yang ditimbulkan adalah pertumbuhan industri penyiaran, termasuk industri penyiaran lokal. Jika selama ini pelaku industri penyiaran hanya tumbuh di kota-kota besar, penghentian siaran analog berpotensi menumbuhkan ekosistem penyiaran baru di tingkat lokal atau daerah. Hal itu tidak hanya dari rumah produksi, akan tetapi mencakup pembuat konten hingga sumber daya manusia penopang industri penyiaran.

"Selain manfaat yang akan diterima, terdapat tantangan utama terkait dampak keberagaman konten, yakni pengawasan penyiaran," tuturnya.

Mulyo menegaskan, keberagaman isi siaran yang dihasilkan dari siaran televisi digital membutuhkan pengawasan yang lebih massif daripada sebelumnya. Hal itu harus dilakukan sebagai upaya untuk menjamin kualitas konten siaran. Potensi keragaman konten yang ditimbulkan dari program Migrasi TV Digital harus diimbangi dengan sistem dan kebijakan pengawasan yang terstruktur.

"Nantinya, sistem pengawasan penyiaran di era siaran TV Digital tersebut dapat memanfaatkan partisipasi publik. Potensi keragaman tersebut harus diikuti dengan peningkatan kemampuan literasi masyarakat (memilih dan memilah informasi, red)," tegas Mulyo.

Berdasarkan alasan tersebut, lanjut dia, perlu dibangun langkah strategis dalam komunikasi publik terkait pesan dan tujuan dari kebijakan ASO tahap pertama. Pesan dan informasi tersebut harus disampaikan secara efektif dan optimal kepada masyarakat. Salah satu strategi komunikasi publik yang dibangun untuk menyampaikan pesan yakni melalui Webinar.

"Informasi terkait migrasi TV digital harus disebarluaskan kepada masyarakat. Urgensi pelaksanaan agenda sosialisasi ini diharapkan mampu membangun pemahaman, kesadaran, dan partisipasi publik bagi seluruh masyarakat, khususnya di wilayah perbatasan," tutur Mulyo.

Mulyo Hadi juga menyatakan salah satu tugas dari KPI dalam masa penerapan digitalisasi ini adalah memastikan eksistensi televisi lokal.

"Kita meminta pada televisi lokal agar jangan menunggu. Karena kalau menunggu pasti akan tersisih. Harus dilihat kondisi ini, sebagai peluang bagi televisi lokal untuk hadir tak hanya di satu wilayah layanan," ungkapnya.

Kalau dulu, untuk mengembangkan wilayah layanan terhambat oleh batasan frekuensi analog. Sementara saat ini, hambatan ini bisa diselesaikan dengan mengembangkan kerja sama penyelenggara.

"Caranya harus dipikirkan, untuk mengembangkannya. Karena dalam PP sendiri disebutkan bisa bersiaran lokal atau regional maupun nasional. Yang penting dua yang pertama itu saja dulu, dengan melakukan penjajagan kerja sama diantara mereka" jelas Mulyo Hadi.

Dia kembali menekankan yang tak kalah pentingnya adalah dengan meningkatkan kualitas dan kreativitas SDM dalam menyambut migrasi ini.

"Jangan hanya puas dengan kualitas dalam skala lokal dan regional saja. Yang diharapkan adalah kualitas setingkat nasional sehingga akan membuka peluang kerja sama dengan televisi jaringan. Karena konten yang dibuat bagus sehingga akan tercipta simbiosis mutualisme yang produktif," tandasnya.

Terkait pengawasan terhadap kinerja dan mekanisme perpindahan ke televisi digital, Mulyo Hadi kembali menyebutkan KPI akan menggunakan Artificial Intelligent (AI).

"Dan yang paling penting adalah keterlibatan aktif masyarakat untuk memantau dan melaporkan tayangan-tayangan yang memiliki potensi pelanggaran. Siapa saja boleh. Laporkan saja, nanti akan kami analisa dan kaji untuk memutuskan apakah ada terjadi pelanggaran atau tidak," tegas Mulyo.

Di ruang webinar yang sama, Komsaris Trans Media, Ishadi SK berharap strategi dan kebijakan migrasi dari teknologi analog menuju digital di sektor pertelevisian dapat memberikan sumbangsih konkret terhadap kemajuan bangsa Indonesia.

Ishadi menyebutkan perkembangan cukup baik yang ada di Indonesia terjadi karena ada keseriusan untuk bersama-sama mengembangkan jaringan televisi di seluruh Indonesia secara lebih baik. Kominfo pun juga sudah bisa mengembangkan 30 stasiun penyiaran televisi di seluruh Indonesia dalam waktu singkat dan akan bertambah lagi ke daerah lain.

"Kombinasi antara pemerintah dengan pertelevisian swasta di masa depan akan sangat menentukan bagaimana lebih banyak masyarakat yang bisa mendapatkan akses yang lebih besar pada televisi," kata Ishadi.

Ia juga menyatakan untuk tidak melupakan keberadaan televisi-televisi lokal, yang dengan kesempatan yang ada sudah berhasil mendapatkan tempat, siaran, jaringan yang baik, akan juga memengaruhi masyarakat Indonesia secara keseluruhan.

"Kita juga melihat, di kota kecil dan desa-desa, mereka sudah bisa mengembangkan sendiri program-program ala mereka, yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Hal ini sejalan dengan target pemerintah Indonesia, yaitu pada November 2022 akan ada perubahan strategis di dunia pertelevisian Indonesia," tuturnya.

Selain itu, katanya,pembahasan migrasi analog menuju digital bertujuan untuk menyebarkan informasi terkait progres tata kelola penyiaran digital di Indonesia.

"Tentu kita berharap dialog ini  mampu membangun pemahaman, kepercayaan, dan partisipasi publik untuk secara bersama-sama bersiap beralih menggunakan siaran televisi analog ke digital," ujar Ishadi.

Tokoh pertelevisian nasional ini kembali menegaskan, untuk membangun pemahaman, kepercayaan, dan partisipasi masyarakat terhadap kebijakan, program, dan dampaknya, dibutuhkan komunikasi terpadu dan dukungan dari berbagai pihak untuk dapat menyampaikan pesan kepada masyarakat dengan masif, faktual, kredibel, dan mudah dipahami.

"Dalam konteks komunikasi publik terkait migrasi televisi analog menuju digital, masyarakat harus diyakinkan bahwa mereka siap berpindah," ucapnya. (ANP)