Diduga Sebarkan Informasi Hoax dan Sara, Direktur TV Lokal Swasta Ditangkap

FAZ • Friday, 15 Oct 2021 - 15:23 WIB

Jakarta - Kasus dugaan pemberitaan kabar hoax yang dilakukan seorang direktur TV Lokal Swasta saat ini akhirnya diusut dan Direktur TV Lokal swasta tersebut di tangkap.

Dalam wawancaranya dengan Radio MNC Trijaya, pada program Trijaya Hot Topic Pagi, Jumat (15/10/2021), Bambang Santoso, Ketua Asosiasi Televisi Lokal Indonesia, memberikan apresiasi kepada oknum polisi yang menghentikan kanal tv yang memberitakan serta menyebarkan hoax dan Sara.

“Mereka sebenarnya bukan TV lokal swasta, mereka konvensional, ini YouTube. Buat kita para praktisi, YouTube ini bukan TV. Kecuali Bondowoso TV, dia TV berbayar dan sambungan lewat kabel,” kata Bambang.

Sebagai sebuah media, seharusnya memiliki kontrol terhadap isi siaran dan terhadap apa yang disiarkan. Ketika Bambang  melakukan penelusuran berita yang disajikan ternyata merupakan potongan-potongan berita dan dilengkapi oleh narasi. Hal ini akan menimbulkan persepsi di masyarakat bahwa TV lola tidak benar dan tempat penyebaran kebencian dan hoax.

“Sebagai pemimpin media haru memiliki tolak ukur UU, karena ada UU mengenai penyiaran, dan KPI telah memberi batas-batas penyiaran,” ucap Bambang.

Masyarakat diharapkan dapat melakukan cek ulang terlebih dahulu kepada setiap berita yang diterima dan yang akan disebarkan. Karena adanya kasus ini, membuat asosiasi TV lokal melakukan klarifikasi terhadap kejadian ini.

“Kalo ada isi siaran yang gak bener ya dilaporkan saja ke KPI, Kominfo, kalau ga ada saluran kesana laporkan saja ke polisi, meskipun kita merdeka bukan berarti harus menyebarkan hoax, isu, dan sara. Tetap ada etika,” tutup Bambang.

Menyikapi kasus ini, Ruby Alamsyah, pengamat IT menanggapi hal ini.

“Orang banyak hobi membuat konten di media sosial, demi mengeja viewers dan subscriber. Akhirnya dapat dilihat ada perbedaan tipis antara berita bohong dan sesuatu yang viral,” tanggap Ruby.

Perilaku netizen Indonesia yang selalu membagikan konten yang dilihat sesuai tanpa mencari fakta nya terlebih dahulu, dinilai sebagai hal yang disebabkan oleh intelektual kualitas yang rendah serta wawasan yang rendah.

“Untuk satu atau dua case bisa di takedown, tapi berita bohong jumlah massive, walaupun polisi punya sistem, Kominfo punya, tapi kegiatan yang aktif maupun massive ternyata belum bisa membendung 100% akhirnya harus ada turun serta masyarakat, karena pemerintah tidak bisa jalan sendirian,” ucap Ruby.

Agar penyebaran berita bohong tidak beredar lebih luas, masyarakat diharapkan memiliki behavior, think before klik. Artinya masyarakat harus dapat berpikir kembali sebelum menakan tombol untuk share.

“Kalau masyarakat pastikan dulu apa yang ingin diposting. Fokus ke kualitas konten yang dijamin ga mengandung unsur ilegal, tentu bisa meyakinkan hal ini tidak mengganggu aktvitas orang,” tutup Ruby. (GRA)