Bantu Kelompok Rentan Bangkit dari Pandemi, PBB: No One Left Behind!

FAZ • Friday, 15 Oct 2021 - 22:08 WIB

Jakarta - Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menggarisbawahi komitmennya dalam mendukung negara-negara di dunia untuk pulih dari pandemi, dengan mengedepankan prinsip no one left behind: tidak ada satupun yang tertinggal. 

Berbicara dalam briefing pers PBB di Indonesia, "Upaya Pemulihan Covid-19 Melalui Respon Sosial dan Ekonomi", Jumat (15/10/2021), Kepala Perwakilan PBB di Indonesia, Valerie Julliand menegaskan pentingnya mengambil tindakan segera untuk memberdayakan kelompok rentan sekaligus mengatasi diskriminasi terhadap mereka.

Dalam briefing pers ini tim PBB di Indonesia membagikan informasi penting dan pembaruan respons sosial ekonomi dalam #PemulihanInklusif PBB terhadap COVID-19, yang dipayungi oleh paket pendanaan USD 1,7 juta atau sekitar Rp 24 miliar dari UN Multi-Partner Trust Fund / COVID-19 MPTF.

“Pengarahan ini bertujuan mengarusutamakan respons sosial-ekonomi inklusif dari program MPTF COVID-19, dan untuk meningkatkan kesadaran publik akan janji kita bersama untuk tidak meninggalkan siapa pun selagi kita pulih dari pandemi COVID-19,” kata Julliand.

Valerie Julliand bersama pembicara dari Badan Pengungsi PBB (UNHCR), Organisasi Buruh Internasional (ILO), Program Pembangunan PBB (UNDP), dan Program Bersama PBB untuk HIV/AIDS (UNAIDS), berbagi kemajuan tentang bagaimana PBB bekerja sama dengan pemerintah Indonesia dan mitranya, untuk memastikan kelompok rentan tidak semakin terpinggirkan di masyarakat, maupun dalam konteks pasar tenaga kerja.

Terutama para perempuan, kaum muda, orang yang hidup dengan HIV dan populasi kunci yang paling rentan terhadap HIV, penyandang disabilitas, pengungsi dan penduduk pedesaan.

“Kami ingin memastikan bahwa program PBB menjangkau populasi terjauh; kelompok yang terpinggirkan, dan bahwa program kami di berbagai sektor tidak hanya menguntungkan satu komunitas, profil demografis, atau status sosial tertentu,” tegasnya.

Menurutnya, sangat penting untuk memberdayakan kelompok rentan secara langsung, demi mengatasi ketidaksetaraan dan diskriminasi. “Sehingga kami dapat membangun kembali dengan lebih baik dan bangkit kembali dengan lebih kuat,” ujar Julliand.

Adapun kolaborasi PBB ini melibatkan Organisasi Perburuhan Internasional (ILO), Program Gabungan PBB untuk HIV/AIDS (UNAIDS), Komisariat Tinggi Urusan Pengungsi PBB (UNHCR), dan Badan Program Pembangunan PBB (UNDP).

Spesialis Ketenagakerjaan ILO Indonesia, Kazutoshi Chatani menjelaskan  PBB mengimplementasikan proyek ‘Employment and Livelihood’ yang berfokus pada pemberdayaan perempuan dan kelompok rentan (orang dengan HIV/ODHA, disabilitas, anak muda, masyarakat desa, dan pengungsi) yang terdampak pandemi. 

“Kami melakukan pelatihan kewirausahaan untuk 2.000 orang dan bantuan pengembangan bisnis secara mendalam untuk 200 orang. Ada juga keterampilan untuk mendapatkan pekerjaan dengan penghasilan lebih tinggi untuk 1.800 orang. Misalnya di Lombok, para perempuan petenun belajar langsung dari perancang busana,” tutur  Kazutoshi.

Kelompok terpinggirkan yang juga perlu mendapat perhatian adalah para pengungsi. Jumlahnya di Indonesia menurut data UNHCR per Agustus 2021sebanyak 13.343 orang. UNHCR mengemban tugas untuk menjamin mereka memperoleh hak-hak dasar selama di Indonesia.

“Kami mengakui dengan keterbatasan sumber daya, upaya ini belum cukup. Jadi, kami harus memberi prioritas kepada pengungsi paling rentan,” ujar Senior Staf Perlindungan UNHCR, Julia Zajkowski.

Situasi yang rumit ini tak luput dari perhatian Badan Program Pembangunan PBB (UNDP), yang berjuang untuk mengakhiri ketidakadilan, kemiskinan, ketidaksetaraan dan perubahan iklim.

Dalam laporan UNDP Indonesia dan Universitas Indonesia, ditemukan sekitar 77% UMKM pada tahun 2020 mengalami penurunan pendapatan. Termasuk usaha start up yang kesulitan mengakses permodalan keuangan dan keterampilan, untuk meningkatkan kapasitas maupun skala bisnisnya.

Team Leader of Innovative Finance Lab UNDP Indonesia, Didi Hardiana mengatakan, sebagai wujud komitmen kuat PBB mendukung Indonesia untuk pulih dari pandemi, UNDP menggulirkan program bersama yang fokus pada pengembangan kewirausahaan melalui pelatihan dasar secara intensif.

Program bersama yang pertama adalah youtb co:lab, untuk mendukung pengembangan wirausaha muda.

“Youth co:lab adalah sebuah inisiatif wirausaha muda yang dikembangkan UNDP, untuk mengupayakan solusi inovatif terhadap isu sosial ekonomi dan lingkungan,” kata Didi dalam briefing pers PBB di Indonesia, "Upaya Pemulihan Covid-19 Melalui Respon Sosial dan Ekonomi", Jumat (15/10/2021).

Ketika pandemi covid-19 datang, berbagai pembatasan aktivitas dan sosial membuat hidup kelompok yang termajinalkan semakin berat.

“Betul-betul terasa sekali, kalau kita melihat dari beberapa penemuan, misalnya dari Jaringan Indonesia Positif yang melakukan survei terhadap lebih dari 1.000 orang HIV, menunjukkan ada sekitar 46% responden di awal pandemi 2020 yang tidak dapat memenuhi kebutuhan pangan, 44% kehilangan pendapatan, dan 19% tidak mampu membayar sewa tempat tinggalnya,” papar Human Rights and Gender Advisor UNAIDS Indonesia, Yasmin Purba.

Terdengar ironis, ketika pemerintah menganjurkan warganya untuk “Stay at Home”, ada kelompok masyarakat yang justru tidak sanggup mempertahankan rumah mereka.

“Artinya marjinalisasi ini membuat mereka harus keluar dari rumah, satu-satunya tempat mereka berlindung, atau juga satu-satunya tempat yang diharapkan bisa menjadi tempat mereka mengisolasi diri agar tidak menyebarkan covid-19,” ucapnya.

Pada titik inilah UNAIDS mengambil peran, untuk memastikan tidak ada kelompok yang ditinggalkan.

Dalam konteks program bersama Multi-Partner Trust Fund (MPTF), UNAIDS Indonesia berupaya menjembatani kesenjangan bagi orang-orang dengan HIV dan populasi kunci, agar dapat terlindungi dari efek ekonomi sosial akibat pandemi.

“Kami bekerjasama dengan ILO dan UNDP, telah mengidentifikasi individu-individu yang terdampak pandemi untuk mengikuti pelatihan skill membangun kewirausahaan. Intinya memberikan bekal kepada mereka untuk dapat bangkit dari dampak covid-19 ini,” tukas Yasmin. 

Tapi UNAIDS juga menyadari, akar masalah dari peliknya situasi yang dihadapi kelompok marjinal, adalah tindakan diskriminatif dari orang-orang di sekitar mereka.

Karena itu UNAIDS bekerja sama dengan Yayasan Kusuma Buana, mengembangkan platform kebijakan online agar orang-orang dapat lebih memahami apa itu inklusivisme, khususnya terhadap pengidap HIV dan populasi kunci.

“Kami mendorong advokasi kebijakan yang bisa memastikan, bisa mendorong inklusivisme di tempat kerja, untuk memberikan lingkungan yang aman bagi orang HIV dan populasi kunci,” ujarnya.

Perlindungan itu bisa diberikan, salah satunya melalui pembaharuan hukum.

“Karena berbagai legislasi nasional yang kami lihat, sayangnya belum ada yang betul-betul secara eksplisit menyatakan bahwa status HIV atau keberagaman seksual dan gender, tidak boleh menjadi dasar orang untuk mendiskriminasi orang lain,” tandasnya.

Program MPTF COVID-19 tentang Ketenagakerjaan dan Mata Pencaharian didirikan untuk meningkatkan pemberdayaan ekonomi lokal perempuan dan populasi rentan di Indonesia, serta melindungi mata pencaharian mereka dari dampak sosial-ekonomi pandemi COVID-19.

Sejak diluncurkan awal 2021, program ini telah membantu 1.402 pemanfaat sasaran, termasuk 950 perempuan, 47 orang yang hidup dengan HIV, 15 penyandang disabilitas dan 135 pengungsi, melalui pelatihan kewirausahaan.