Lestarikan Bahasa Daerah, Kantor Bahasa Kaltim Terbitkan Buku Cerita Rakyat Dwibahasa

AKM • Sunday, 24 Oct 2021 - 13:52 WIB

Jakarta - Berdasarkan hasil pemetaan bahasa yang dilakukan Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, terdapat sekitar 16 bahasa daerah di Kalimantan Timur dan 11 bahasa daerah di Kalimantan Utara. Bahasa-bahasa tersebut sebagian terancam punah karena penuturnya semakin sedikit. Kehilangan suatu bahasa berarti kehilangan budaya masyarakat penuturnya. 

Berbagai upaya pelestarian bahasa-bahasa daerah tersebut terus dilakukan, salah satunya adalah dengan mendokumentasikannya dalam bentuk buku yang berisi kekayaan budaya dan tradisi suku di daerah.  Terdapat banyak buku yang menuliskan budaya dan tradisi Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara dalam bahasa Indonesia. Sebaliknya, sedikit karya yang menggunakan bahasa daerah di Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara. 

Kepala Kantor Bahasa Provinsi Kalimantan Timur Drs. Anang Santosa, M.Hum. mengatakan sebagai upaya pelestarian bahasa daerah  pihaknya  melakukan sejunlah kegiatan terobosan. Dimana, kegiatan secara bertahap ini melibatkan para praktisi, Sejarahwan, penulis yang menguasai bahasa daerah, pemangku kepentingan  serta masyarakat.

Menurut  Anang, pihaknya menggelar Sarasehan Sastra, pemgunpulan 32 orang para penulis berbahasa daerah dan menghimpun cerita rakyat berbahasa daerah melalui kegiatan Pemilihan Cerita Rakyat Dwibahasa, berbahasa daerah-bahasa Indonesia. 

“Dari kegiatan itu, Kantor Bahasa Provinsi Kalimantan Timur berhasil mengumpulkan 31 cerita rakyat dwibahasa. Cerita-cerita tersebut menggunakan bahasa daerah, seperti Banjar Samarinda, Kutai, Paser, Tidung, Berau, Kenyah, dan Benuaq,” ungkapmya dalam Laporan Kinerja yang diterima MNCTrijaya.com, Jakarta, Minggu (23/10).

Anang menjelaskan cerita dwibahasa tersebut akan melalui proses penyuntingan dan revisi naskah agar layak untuk diterbitkan dalam bentuk buku 

“Pencetakan dan penerbitan cerita rakyat dwibahasa dilakukan sebagai dukungan Kantor Bahasa Provinsi Kalimantan Timur terhadap program literasi nasional yang dicanangkan oleh Mentri kebudayaan, Riset, dan Teknologi,” tutur Anang.

Anang mengharapkan cerita rakyat dwibahasa tersebut dapat digunakan sebagai salah satu bentuk dokumentasi dan konservasi bahasa dan sastra daerah. Selain itu, melalui cerita rakyat dwibahasa tersebut, anak-anak sebagai generasi penerus dapat memelajari bahasa dan juga budaya daerah yang terkandung di dalamnya.

“ Generasi penerus diharapkan dapat lebih mencintai budaya daerah serta memiliki rasa kepemilikan terhadap bahasa dan budaya daerah,” pungkasnya.