HItam Putih Pemberantasan Narkoba

Tuesday, 30 Nov 1999 - 00:00 WIB

 

Pernyataan aktifis KontraS Harris Azhar, tentang pengakuan terpidana narkotika Freddy Budiman dari jalur narkotika di indonesia serta siapa saja yang terlibat, terus bergulir. Lantas, bagaimana perkembangan pemberantasan narkotikan di indonesia.

 

Kepala Bagian Humas Badan Narkotika Nasional (BNN) Kombes Pol Slamet Pribadi mengakui mendapatkan pesan berantai, yang mengatasnamakan Koordinator Komisi Untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras) Haris Azhar pada Jumat (29/7/2016).

 

Saat mengetahui isi pesan itu, Slamet mengaku terkejut karena instansi BNN disebut dalam kesaksian Freddy Budiman. Ia langsung menghubungi Haris melalui telepon genggamnya.

 

"Kata Haris, saya penelepon pertama. Saya langsung kontak apa benar ini broadcast dari Haris. Katanya betul," ujar Slamet dalam diskusi SINDOTRIJAYA FM bertajuk "Hitam Putih Pemberantasan Narkoba" di Jakarta, Sabtu (6/8/2016).

 

Slamet pun telah meminta data konkret, kepada Haris soal kesaksian Freddy itu. Namun, Haris tidak memiliki bukti, selain apa yang telah ia tuliskan dalam pesan berantai itu.

 

Slamet pun menyebut telaj melaporkan pesan itu kepada Kepala BNN Budi Waseso, dan Menurut dia, Budi menerima informasi tersebut sebagai masukan dan mengapresiasinya. "Beliau (Budi Waseso) mempersilakan Haris membuktikan bukti pendukung dari informasi yang diberikan. Sampai sekarang masih ditunggu, belum disampaikan," kata Slamet.

 

Budi, kata Slamet, menyatakan bahwa BNN akan menindak tegas jika benar ada oknumnya yang terlibat dalam peredaran narkotika sebagaimana kesaksian Freddy. Begitu mendapat informasi dari Haris, BNN langsung membentuk tim investigasi yang dipimpin oleh Inspektur Utama BNN Rum Murkal.

 

"Haris bilang akan proaktif untuk saling berbicara. Buwas berkali-kali bilang terima kasih dan memohon kerja sama BNN dengan Haris," kata dia. Namun, pada akhirnya BNN melaporkan Haris ke Bareskrim Polri atas dugaan pencemaran nama baik melalui media elektronik.

 

Slamet mengatakan, pihaknya menganggap apa yang disebarkan Haris belum terkonfirmasi dan buktinya lemah. "Informasi belum konkret, sudah di-blast, diundur juga waktu menyebarkannya. Mestinya sampaikan, 'Pak ini ada info tolong sampaikan ke Pak Buwas'. Tapi ini disimpan berlama-lama, dua tahun," kata Slamet.

 

Menanggapi hal ini, Koalisi Anti Mafia Narkoba Usman Hamid mengatakan sikap TNI, Polri dan BNN yang melaporkan Aktivis KONTRAS, Haris Azhar ke Bareskrim Mabes Polri dianggap berlebihan. Menurutnya apabila disikapi dengan positif, informasi tersebut dapat menjadi medium untuk bahan introspeksi bagi institusi yang disebut Freddy Budiman dalam testimoni Haris lewat media sosial itu.

 

"Polri TNI dan BNN bersikap berlebihan dengan melaporkan Haris Azhar ke Bareskrim Polri. Mengenai pencemaran nama baik pejabat atau petinggi negara dianggap publik sebagai bentuk untuk mempidanakan Haris Azhar ketimbang usaha memperjelas siapa aparat yang dimaksud dari cerita Freddy Budiman,". Hal tersebut disampaikan Usman dalam diskusi di Warung Daun, Cikini, Jakpus, Sabtu (6/8/2016).

 

Bahkan dari pengakuaan ini, Presiden Joko Widodo dalam beberapa pernyataannya menyatakan sikap tegas, untuk memberantas narkoba di Indonesia. Bahkan, Jubir Kepresidenan Johan Budi menyatakan istilah sikap yang disebut Jokowi itu adalah bentuk tegas agar investigasi internal dilakukan apabila ada petinggi yang terlibat.

 

"Pada saat bersamaan Panglima TNI juga memundurkan sikap resistennya dengan berterima kasih pada Haris yang mengungkap keterlibatan petinggi negara yang terlibat narkoba. Harusnya informasi ini dicerna, bukan dengan mempidanakan dirinya (Haris)," ujarnya.

 

Usman mengatakan pelaporan tersebut tak hanya akan memicu ketegangan dari kalangan Aktivis yang mengenal Haris Azhar, namun juga dari tokoh masyarakat dan pejabat negara seperti DPR. "Ketimbang mempidanakan, seharusnya informasi ini ditindaklanjuti dan menjadi bahan introspeksi dari lembaga yang disebut," kata Usman.

 

Sementara, Mantan Deputi Bidang Pemberantasan Badan Narkotika Nasional Inspektur Jenderal Polisi Benny Mamoto mengungkap, maraknya keterlibatan aparat pemerintah dalam peredaran narkotika dan obat-obatan terlarang.

 

Benny yang pernah menjabat di BNN pada tahun 2009 hingga 2013 menyatakan aparat itu antara lain mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar. Akil pada tahun 2013 lalu ditemukan sebagai pemakai ganja dan narkoba ineks (ekstasi).

 

"Keterlibatan aparat dalam sindikat narkoba, apakah sebagai pemakai, pengedar, itu sudah terungkap," ujar Benny dalam diskusi 'Hitam Putih Pemberantasan Narkoba' di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu, 6 Agustus 2016.

 

Benny juga mengatakan, kalangan internal BNN sendiri bahkan terlibat. Menurutnya, BNN pernah menindak seorang dokter yang ditemukan menjual surat keterangan rehabilitasi pemakai. Pemakai bisa bebas dinyatakan bukan pecandu untuk kemudian dilepas dan kembali menjadi pengguna.

 

"Kita dulu ajukan dokter itu ke pengadilan. Sudah divonis, kita pecat," ujar Benny. Ia juga mengatakan berbagai profesi strategis, mulai dari pilot, tentara dari tiga angkatan militer, polisi, hingga hakim, pernah tertangkap karena peran mereka dalam peredaran barang terlarang itu di tanah air. "Itu keterlibatan aparat lama. Sampai sekarang, tentu masih ada," ujar Benny.

 

Dalam kesempatan yang sama, Andreas Pundung, mantan pengguna, juga Koordinator Nasional Persaudaraan Korban Napza Indonesia, membenarkan pernyataan Benny. "Saya yakin, saya pribadi yakin (ada keterlibatan aparat dalam peredaran narkoba di Indonesia)," ujar Edo.

 

Andreas bersyukur, Koordinator Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Haris Azhar menjadi pihak yang mengungkap pengakuan terpidana mati almarhum Freddy Budiman.

 

Selain menjadi pengetahuan publik, hal itu otomatis menjadi perhatian Presiden Joko Widodo. Ia diharapkan menjadi kepala negara yang melakukan tindakan atas kebenaran aparat pemerintah adalah kalangan yang terlibat dalam peredaran narkoba. "Kebersyukuran saya, isu ini sudah sampai ke kalangan Ring 1," ujar Andreas.

 

Sementara itu, Polri menyebut pelaporan Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Haris Azhar, sebagai pembelajaran bagi masyarakat. Hal ini agar masyarakat lebih bijak dalam melontarkan kritik ke Polri.

 

“Jangan sampai nanti ada yang menyebarkan informasi mengkritik Polri, tapi tak disertai data yang akurat,” ungkap Kepala Bagian Penerangan Umum Mabes Polri, Kombes Martinus Sitompul, saat diskusi di kawasan Cikini, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (6/8).

 

Martinus melanjutkan, Jika kritik tak disertai data akurat, makan itu sama saja menghina Polri.

“Hendaknya disertai nama atau bukti, sehingga tak menimbulkan fitnah yang justru merugikan kami,” ujar pria berkaca mata itu.

 

Haris dibidik tiga institusi yakni BNN, Polri dan TNI lantaran curhatan gembong narkoba, Freddy Budiman, yang menyebut ada aliran dana ratusan miliar kepada aparat untuk membekingi peredaran narkoba. Curhatan itu dipublikasikan Haris melalui media sosialnya.

 

Menanggapi pengakuan dan peredaran narkotika di indonesia, Anggota Komisi III DPR RI, Aboe Bakar al Habsy, menyatakan bahwa Indonesia masih menjadi incaran baik bandar nasional maupun bandar besar internasional.

 

"Narkoba itu musuh kita bersama, apapun informasi yang didapat harus kita hantam, kita telusuri sampai terungkap," kata Aboe Bakar di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat dalam diskusi Radio Sindotrijaya Network bertajuk 'Hitam Putih Pemberantasan Narkoba', Sabtu (6/8/2016).

 

Ia menjelaskan ada sekitar 7 juta jumlah mahasiswa, dan lebih dari 30 persen adalah pengguna narkoba. Bahkan, diperkirakan 70 persen terlibat penyalahgunaan narkoba. "Ini lebih dari teroris, lebih dari bom karena dia menghancurkan generasi ke depan. Indonesia sudah menjadi pasar strategis dan jadi incaran dari perdagangan internasional," katanya.

 

Dengan kondisi ini, Aboe Bakar merasa Kepala BNN Budi Waseso perlu diapresiasi karena terus-menerus melakukan penangkapan terhadap bandar narkoba. "Ini bagus, dan semangat Pak Buwas ini melihat kekhawatiran karena telah mengincar generasi muda kita," ujarnya.

 

Ia menjelaskan, berdasarkan penelusuran Badan Narkotika Nasional (BNN) saat ini ada sekira 30 ton narkoba yang lolos dan siap beredar di masyarakat Tanah air, terutama pada kalangan pelajar dan mahasiswa. "Nilainya bisa 800 miliar hingga triliun itu tiap tahun, bayangkan," ujarnya. (Produser DolyRamadhon)