GEGER TAX AMNESTY

Tuesday, 30 Nov 1999 - 00:00 WIB

 

Pro kotra terjadi dalam pelaksanaan program tax amnesty di masyarakat. Ada yang mendukung ada juga yang masih mempertanyakan berbagai prosedur dan aplikasinya. Pemerintah juga masih yakin, target dana tebusan dari program tax amnesty sebesar Rp165 triliun bisa tercapai, dan, dana tersebut nantinya akan menjadi penerimaan pajak yang akan menutupi shortfall pajak.

Namun Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) memandang target tersebut terlalu tinggi. Karena, diperkirakan uang tebusan yang akan masuk hingga Maret 2017 maksimal hanya mencapai Rp80 triliun.

"Target pemerintah terlalu optimistis, keyakinan kami hanya Rp50 triliun hingga Rp80 triliun untuk uang tebusan," kata Ketua Apindo Hariyadi Sukamdani, dalam diskusi Sindotrijaya, bertajuk ‘GEGER TAX AMNESTY’ di Warung Daun, Cikini, Jakarta, Sabtu (3/9/2016).

Meskipun begitu, Hariyadi mengaku masih menaruh harapan besar dari program tax amnesty. Jika Ditjen Pajak mau bekerja lebih dengan terus berinovasi dari sisi pelayanan dan sosialisasi maka minat akan program tax amnesty semakin meningkat.

"Kita tidak tahu dana yang ada di masyarakat berapa. Kalau banyak yang ikut tax amnesty, bakal semakin banyak pula uang tebusan nantinya," pungkasnya.

Sementara itu, Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI menegaskan bahwa kebijakan Tax Amnesty menjadi Pertaruhan nama Republik Indonesia. Pemerintah RI dinilai harus all out dalam menjalankan kebijakan ini atau jika gagal tentunya akan menanggung malu.

"Sekarang tax amnesty sudah menjadi suatu pertaruhan nama negara. Kalau tidak berhasil, orang luar dikasih pengampunan saja masak tidak datang, jadi sebenarnya ini harus lebih dari sekedar nama doang," Kata Anggota Komisi XI, Kardaya Warnika dalam diskusi di Warung Daun Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu 3 September 2016.

Kardaya juga mengatakan. pemerintah yang telah mencetuskan target penerimaan negara dari tax amnesty sebesar Rp165 triliun harus tercapai. Untuk itu setiap pelaksana Undang-Undang Tax Amnesty ini harus menjalankan fungsinya dengan baik.

"Harapannya, perekonomian meningkat secara signifikan, penerimaan negara, suka atau tidak suka sudah tercetus Rp165 triliun targetnya. Itu yang menjadi persetujuan. Kami meminta pemerintah secara all out agar mencari jalan supaya tercapai," katanya.

Kardaya menambahkan bahwa kebijakan tax amnesty ini telah menjadi hal yang serius. Kata-kata pengampunan atau amnesty, ucap dia, adalah kata yang sangat tinggi dan merupakan hak dari presiden.

Selain itu, ia juga meminta agar kebijakan ini jangan secara terus menerus diberikan. Semua Wajib Pajak, diharapkan menggunakan waktu yang telah ditetapkan sampai 31 Maret 2017 sebaik mungkin.

"Jadi jangan main-main dengan tax amnest. Ini menjadi sesuatu yang sangat penting bagi negara, DPR dan Pemerintah telah sepakat agar ini dilakukan sebaik-baiknya, dan sekali lagi yang dipertaruhkan itu adalah negara," tegas dia.

Menanggapi hal ini, Forum Komunikasi Pengusaha Kecil dan Menengah Indonesia (FK-PMI) mengaku keberatan dengan persyaratan pengampunan pajak atau tax amnesty yang menyulitkan pengusaha menengah dan kecil. Hal ini menyebabkan terjadinya keresahan pada pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) terhadap program unggulan Presiden Joko Widodo.

"Sebanyak 57 juta UMKM bakal resah karena persyaratannya karena bagi UMKM itu terlalu menyulitkan. Kami akan mendorong untuk membatalkan tax amnesty itu. PMK 118 itu menyulitkan, karena diterbitkan dalam tempo singkat," kata Ketua FK-PMI Arwan Simanjuntak dalam diskusi bertajuk Geger Tax Amnesty di Warung Daun Cikini, Jakarta, Sabtu 3 September 2016.

Ia pun kemudian mendesak pemerintah untuk merombak total Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 118 Tahun 2016 tentang pelaksanaan UU Pengampunan Pajak. Menurutnya dalam aturan itu persyaratan terlalu sulit sehingga malah justru menekan pelaku UMKM.

"Misalnya formulir persyaratan banyak banget. Cukup dua lembar saja, mari kita menganut kepada ‘ungkap tebus lega’, kemudian di pasal 8 itu di Undang-Undang tidak ada. Intinya banyak syarat yang menyulitkan, pertama perusahaan membayar pelunasan pajak, terus membayar pokok pencabutan atas sengketa," kata dia.

Ia mengatakan bahwa selama pemerintah bisa memudahkan persyaratan maka pelaku UMKM tentu akan mendukung pelaksanaan UU Tax Amnesty tersebut.

"Selama Aturan ini diperiksa dan saya pikir harus ditinjau kembali. Maka, tidak mungkin ini tidak dipenuhi oleh UMKM, sama aja kan, yang namanya UU itu kan kesamaan hak, saya melihat ada sekelompok, mengecilkan arti daripada UMKM. Dia menyebutkan UMKM itu sedikit Kontribusinya," tegas Arwan.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Center For Indonesia Taxion Analysis Yustinus Prastowo mengungkapkan saat ini masyarakat sedang dalam kondisi demam pajak. Mereka kebingungan siapa yang dibidik dalam Undang-Undang Pengampunan Pajak (Tax Amnesty).

"Karena bingung ada yang patut dan ada yang tidak patut (terkena pengampunan pajak)," kata Yustinus dalam acara diskusi di Jakarta, Sabtu (3/9/2016). Yustinus menegaskan persoalan subtansi atau prosedural semestinya membuat pemerintah reaktif sehingga dapat mencegah terjadinya kontradiktif tax amnesty.

"Pemerintah harus menginformasikan terhadap wajib pajak agar clear," ujarnya.

Untuk mengatasi berbagai permasalah dalam implementasi tax amnesty, Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (DJP Kemenkeu) menegaskan, program pengampunan pajak atau tax amnesty untuk memberi keadilan bagi semua Wajib Pajak (WP). Tak hanya konglomerat, keadilan juga menyasar untuk pengusaha kelas menengah dan pelaku usaha kecil seperti UMKM.

"Justru ini agar ada keadilan bagi semua WP seperti pengusaha menengah dan UMKM. Jadi tak hanya konglomerat besar," kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Hestu Yoga Saksama dalam Diskusi Polemik Sindo Trijaya Network, di Warung Daun, Jalan Cikini Raya, Jakarta Pusat, Sabtu (3/9/2016).

Dia menyebut, konsep Undang Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak adalah untuk mengejar dana-dana Warga Negara Indonesia (WNI) yang ada di luar negeri dan dana yang ada di dalam negeri. Tujuan utamanya, agar para pelaku usaha tertib melaporkan harta dan membayar pajak.

Apalagi, hingga saat ini WP yang sudah ikut program tax amnesty sebanyak 27 ribu orang. Bagusnya, sebanyak 30 persen di antaranya merupakan WP yang selama ini belum membayar pajak dan tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).

"Selama ini mereka tidak memiliki NPWP, artinya mereka kan tidak pernah bayar pajak. Dengan adanya tax amnesty, maka telah menambah tax base (basis data) kita. Jadi ke depannya akan lebih baik," harapnya.

Dia juga menegaskan, program tax amnesty tidak mengejar para WP yang memiliki penghasilan di bawah Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Pemerintah sendiri telah menetapkan besaran PTKP sebanyak Rp54 juta per tahun atau Rp4,5 juta per bulan.

"Tidak semua orang (wajib ikut tax amnesty). Orang-orang yang memiliki pengasilan di bawah PTKP, para petani, para nelayan, dan pembantu tidak diharuskan untuk ikut tax amnesty," pungkas dia.